Kamis, 10 Januari 2013

UAS SI. Arta Damaiyani. 4423126860. Kapal Pinisi



“ Kapal Pinisi ”
Kapal Pinisi adalah kapal layar tradisional salah satu khas asal Indonesia yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di daerah Sulawesi Selatan yang tepatnya terletak di Bira Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba . Kapal ini umumnya mempunyai dua tiang layar utama dan tujuh buah layar , yaitu tiga di ujung depan , dua di depan , dan dua di belakang , umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau . Kapal Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu berlayar tujuh samudera besar di dunia.
Sejarah Kapal Pinisi
 Dahulu suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai orang pelaut yang rajin pantang menyerah , Mereka sangat  menyukai lautan dan samudera hingga ke berbagai kawasan di Nusantara Mereka berlayar sambil mengelilingi kawasan Nusatara menggunakan perahu Pinisi . Kapal Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugis yang sudah  terkenal sejak berabad-abad yang lalu . Menurut cerita di dalam naskah Lontarak  I Babad La Lagaligo , Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14 M . nama Pinisi ini diambil dari nama seseorang yang bernama Pinisi . Perjalanan Pinisi berlayar melewati pesisir pantai Bira , diasaat perjalananan Pinisi melihat rentetan kapal sekitar laut , Pinisi kemudian langsung menegur salah seorang nahkoda kapal tersebut bahwa layar yang digunakannya masih perlu diperbaiki . Sejak saat itu orang Bira mempunyai pemikiran kreatif untuk mendesain layar sedemikian rupa dan akhirnya berbentuk layar Pinisi yang seperti sekarang ini . atas teguran Pinisi tersebut maka orang-orang Bira memberi layar itu dengan nama Pinisi.
Saat pembuatan Kapal Pinisi mereka mengadakan Upacara kurban untuk pembuatan kapal pinisi dan salah satu nya untuk merayakan Pinisi ini dinamakan . Adupun Tokoh – Tokoh atau Orang – Orang yang ikut serta pembuat kapal tradisional ini yaitu : orang-orang Ara, Tana Lemo dan Orang Bira . Upacara ritual ini masih diadakan dalam proses pembuatan kapal Pinisi sampai selesai pembuatannya , biasanya Orang bira hari  untuk mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh  . Angka 5 ( naparilimai dalle’na) yang artinya rezeki sudah ditangan sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) berarti selalu mendapatkan rezeki . Setelah dapat hari baik , lalu pemimpin tukang yang disebut "punggawa" memimpin dalam pembuatan .
Sebelum pohon – pohon ditebang Orang bira atau Orang Ara melakukan upacara untuk mengusir roh penghuni kayu tersebut . Seekor ayam yang dijadikan sebagai korban untuk dipersembahkan kepada roh. Jenis pohon yang ditebang itu disesuaikan dengan fungsi kayu tersebut , Pemotongan kayu untuk  selalu disesuaikan dengan arah urat kayu agar kekuatannya terjamin . Setelah semua bahan kayu mencukupi , barulah dikumpulkan untuk dikeringkan. Untuk membuat kapal pinisi mereka membuat nya di Tanah Beru .
Pada saat peletakan lunas juga harus disertai upacara khusus . Saat dilakukan waktu pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Setelah dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan ini memakai gergaji dan harus dilakukan sekaligus tidak boleh berhenti. Itu sebabnya pemotongan harus dilakukan oleh orang yang bertenaga kuat dan selanjutnya setiap tahapan selalu melalui Upacara tertentu  .
Ujung lunas yang sudah terpotong tidak boleh menyentuh tanah . Bila balok bagian depan sudah putus, potongan itu harus dilarikan untuk dibuang ke laut. Potongan itu menjadi benda penolak bala dan dijadikan kiasan Sebagai suami yang siap melaut untuk mencari nafkah. Sedangkan potongan balok lunas bagian belakang disimpan di rumah, dikiaskan sebagai istri pelaut yang dengan setia menunggu suami pulang dan membawa rezeki. Pemasangan papan pengapit lunas, disertai dengan upacara Kalebiseang.
Upacara Anjarreki yaitu untuk penguatan lunas, disusul dengan penyusunan papan dari bawah dengan ukuran lebar yang terkecil sampai keatas dengan ukuran yang terlebar. Jumlah seluruh papan dasar untuk perahu pinisi adalah 126 lembar. Setelah papan teras tersusun, diteruskan dengan pemasangan buritan tempat meletakkan kemudi bagian bawah. Apabila badan perahu sudah selesai dikerjakan, dilanjutkan dengan pekerjaan a’panisi, yaitu memasukkan majun pada sela papan. Untuk merekat sambungan papan supaya kuat, digunakan sejenis kulit pohon barruk. Selanjutnya, dilakukan allepa, yaitu mendempul. Bahan dempul terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa. Campuran tersebut diaduk selama kurang lebih 12 jam , dikerjakan sedikitnya 6 orang . Untuk kapal 100 ton , diperlukan 20 kg dempul badan kapal  terakhir adalah menggosok dempul dengan kulit pepaya. Proses terakhir kelahiran pinisi adalan peluncurannya. Upacara selamatan diadakan lagi. Peluncuran kapal diawali dengan upacara adat Appasili yaitu ritual yang bertujuan untuk menolak bala.
Kelengkapan upacara berupa seikat dedaunan yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, dan panno-panno yang diikat bersama pimping. Dedaunan dimasukkan ke dalam air dan kemudian dipercikkan dengan cara dikibas-kibaskan ke sekeliling perahu. Untuk perahu dengan bobot kurang dan 100 ton, biasanya dipotong seekor kambing. Sedangkan untuk kapal 100 ton keatas, dipotong seekor sapi. Selanjutnya ada upacara Ammossi yaitu upacara pemberian pusat pada pertengahan lunas perahu dan setelah itu perahu ditarik ke laut. Pemberian pusat ini merupakan istilah yang didasarkan pada kepercayaan bahwa perahu ialah 'anak' punggawa atau Panrita Lopi sehingga dengan demikian berdasarkan kepercayaan maka upacara ammossi merupakan simbol pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir. Ketika pinisi sudah mengapung di laut, barulah dipasang layar dan dua tiang. Layarnya berjumlah tujuh. Kapal yang diluncurkan biasanya sudah siap dengan awaknya. Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik. Punggawa alias kepala tukang, sebagai pelaksana utama upacara tersebut, duduk di sebelah kiri lunas. Doa atau tepatnya mantra pun diucapkan . Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali kekampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu. Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.


Upacara pembuatan Pinisi
Para pengrajin harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle'na) yang artinya rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka 7 ( natujuangngi dalle'na ) berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, lalu kepala tukang yang disebut " punggawa " memimpin pencarian. Pada saat peletakan lunas ke lautan , juga harus disertai upacara khusus. Saat dilakukan pemotongan lunas diletakkan menghadap Timur Laut , Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti. Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus dikerjakan oleh orang yang bertenaga kuat. Demikian selanjutnya setiap tahapan selalu melalui Upacara tertentu.
Proses Pembuatan Kapal Pinisi
Orang Bugis terkenal dengan pembuat kapal dan pelaut yang tangguh , Kapal tradisional ini mempunyai dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Tiga layar dipasang di ujung depan, dua layar di bagian depan, dan dua layar lagi dipasang di bagian belakang kapal. Tujuh layar menyimbolkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu memegang tujuh samudera di dunia.
Kapal Pinisi terbagi dua  jenis  , jenis pertama adalah Lamba atau Lambo yang merupakan pinisi modern yang sudah dilengkapi dengan motor diesel (mesin) . Sementara jenis kedua adalah Palari yang merupakan bentuk awal pinisi dengan ukuran lebih kecil dari Lamba. Umumnya ukuran kapal Pinisi tidak terlalu besar . Hanya berukuran panjang antara 10-15 meter dengan daya angkut hingga 30 ton saja. Umumnya kapal pinisi digunakan untuk mengangkut barang dagangan atau sebagai kapal nelayan untuk mencari ikan. Namun untuk sekarang ini Kapal Pinisi sudah semakin sedikit yang menggunakannya karena Kapal Pesiar sudah semakin mewah dan berkembang.  Kapal Pesiar sudah pasti lebih besar dari pada Kapal Pinisi bisa mengangkut barang lebih banyak lagi .

Pembuatan Kapal Pinisi ini juga dibuat di Tanah Beru yang merupakan tanah leluhur bagi kapal pinisi . Tanah Beru yang terletak tidak jauh dari Tanjung Bira ( hanya sekitar 20 menit perjalanan ) yang merupakan tempat proses pembuatan kapal tradisional ini. Agar kita dapat menemukan tempat pembuatan kapal pinisi di Tanjung Bira. Tepatnya berada di Dusun Tanetang ,
Pantai Tanjung Bira Timur tempat pembuatan kapal pini berada di bibir pantai . Meskipun tidak sebesar di Tanah Beru tapi kita masih bisa menikmati keindahan pantai sekaligus melihat dan belajar,budaya pembuatan kapal pinisi yang masih tradisional di sini.

Pembuatan kapal pinisi terletak di
Tanjung Bira dan Tanah Beru memang benar-benar masih cukup tradisional karena masih mengguanakan bantuan mesin yang masih sangat minim dan belum menggunakan mesin yang canggih . Kapal pinisi dibuat setelah melalui Upacara ritual kecil dan pemotongan lunas yang dipimpin oleh pawang perahu yang disebut Panrita Lopi. Lunas adalah bagian paling dasar pada kapal. Berbagai macam sesajen harus ada dalam Upacara ini misalnya saja jajanan yang harus berasa manis dan seekor ayam jago putih. Jajanan dengan rasa manis merupakan simbol keinginan dari pemilik agar kapalnya mendatangkan keuntungan yang banyak. Sementara darah ayam jago putih yang ditempelkan pada lunas merupakan simbol harapan agar nantinya tidak ada yang bermasalah atau agar tidak terjadi yang tidak diduga duga  saat proses pembuatan kapal Pinisi . Kemudian kepala pemimpin pembuatan kapal akan memotong lunas yang selanjutnya diserahkan kepada pemimpin pembuatan kapal. Potongan ujung lunas bagian depan akan dibuang ke laut sebagai simbol bahwa kapal akan bekerjasama  dengan lautan dan agar tidak terjadi apa – apa . Sementara potongan lunas bagian belakang akan dibuang ke daratan sebagai tanda bahwa saat kapal melaut akan kembali ke daratan.
Pada bagian akhir Upacara , Panrita Lopi membacakan doa kepada Sang Pencipta.
melihat proses pembuatan kapal pinisi dari dekat memang sangat mengagumkan dan sungguh menakjubkan . Saat itu di Pantai Tanjung Bira Timur sudah ada beberapa kapal yang dibuat dengan ukuran yang berbeda-beda. Mulai dari kapal yang berukuran kecil yang seperti perahu nelayan , kapal berukuran sedang sampai dengan kapal yang berukuran besar . Karena proses pembuatannya masih tradisional , praktis dan masih menggunakan alat yang tradisional. Alat mesin yang digunakan hanya gergaji mesin yang digunakan untuk memotong kayu-kayu berukuran besar dan mesin penghalus kayu . Dalam proses pembuatan kapal pinisi bernama Punggawa. Punggawa adalah orang yang memimpin pembuatan kapal Pinisi . Punggawa haruslah orang yang mengerti secara teknis pembuatan kapal . Punggawa juga bertanggung jawab terhadap pembagian kerja serta mengarahkan pekerja yang disebut Sawi . Sawi bekerja pada bagiannya masing-masing. Ada yang mengangkat kayu balok dengan ukuran besar , memotong kayu dengan gergaji mesin, memasang kayu pada bagian kapal , menghaluskan rangka kapal dan lain-lain . mereka bekerja seolah – olah proses pembuatan kapal pinisi yang dilakukan secara tradisional di Tanjung Bira sehingga menghabiskan waktu yang tidak sebentar pembuatan kapal pinisi kurang lebih membutuhkan waktu antara setengah tahun hingga satu tahun tergantung dari ukuran dan tingkat kerumitan kapal . Setelah kapal Pinisi selesai dibuat langkah yang selanjutnya adalah proses penurunan kapal ke laut dalam proses ini kembali diadakan upacara adat serta penyembelihan hewan seperti kambing atau sapi .
Jika hewan yang dipotong adalah kambing maka pemotongan yang dilakukan di atas kapal sedangkan jika yang dipotong adalah sapi cukup dilakukan pemotongan di depan kapal  penyebelihan hewan yang dilakukan wujud rasa syukur atas selesai kapal Pinisi dibuat .

Mayoritas pemesanan kapal merupakan pemesan dari luar negeri seperti Australia , Austria , Jerman , Rusia , Spanyol , Inggris , Amerika Serikat , Singapura , dan  Malaysia . Harga kapal Pinisi satu unit nya dengan harga antara 500 juta hingga 2 miliar tergantung dari ukuran dan daya tampung kapal. jika ingin melihat pembuatan kapal pinisi secara langsung ketika kita sampai di Kabupaten Bulukumba seharusnya kita mampir sebentar ke Tanah Beru atau Tanjung Bira untuk melihat proses pembuatan kapal pinisi . Semoga kapal pinisi akan terus lestari dan terus menggelilingi lautan baik di Indonesia maupun di mancanegara .

Museum Bahari menyimpan 126  koleki benda-benda sejarah kelautan , Terutama kapal dan perahu-perahu tradisional . Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur , foto-foto dan biota laut lainnya termasuk Kapal Pinisi juga terdapat didalam Museum Bahari .

Jam Buka dan Karcis Masuk ke Museum Bahari


Alamat
Jalan Pasar Ikan No. 1
Jakarta Utara
Telepon 021-669-3406 dan 021-669-2476


Jam Buka
Selasa - Minggu
09.00 - 15.00
Senin & Hari libur nasional
Tutup


Karcis masuk
Perorangan:
Dewasa
Rp 3.000
Pelajar/Mahasiswa
Rp 1.000
Anak-anak
Rp 1.000

Rombongan (minimal 20 orang):
Dewasa
Rp 1.500
Pelajar/Mahasiswa
Rp 750
Anak-anak
Rp 500

Tarif pemandu untuk Bahasa Indonesia Rp 25.000
Tarif pemandu untuk Bahasa Belanda atau Bahasa Inggris Rp 50.000
Akses dan Fasilitas
Museum Bahari memiliki beberapa akses dan fasilitas sebagai berikut:
Fasilitas Parkir
Terdapat fasilitas parkir untuk 10 mobil hanya di halaman Menara Pengawas yang terletak sekitar 50 meter dari Museum Bahari. Di depan Museum Bahari terdapat tempat parkir untuk 2 bis besar.
Anjing Penuntun
Anjing penuntun diperbolehkan masuk ke dalam area museum.
Kursi Roda
Karena tidak ada elevator untuk kursi roda, silakan menghubungi kami di + 62 (021) 6693406 jika Anda akan berkunjung ke museum.
Pembatasan Bawaan
Anda diminta untuk meninggalkan tas tangan seperti ransel, payung, dan tas tangan yang lebih besar dari 30 x 35 cm di tempat penitipan selama kunjungan. Museum berhak mengubah persyaratan-persyaratan ini tanpa pemberitahuan lebih dahulu.
Pengambilan Gambar
Mengambil foto dengan lampu blitz dan perekaman video diperbolehkan untuk keperluan pribadi saja. Tumpuan tripod tidak diizinkan. Untuk perekaman profesional silakan hubungi kami.
Kamar Kecil
Terdapat kamar kecil di museum yang sesuai kebiasaan orang Indonesia, dilengkapi dengan pancuran tangan.
Informasi
Jika ada pertanyaan lebih lanjut tentang akses dan fasilitas dari Museum Bahari, silahkan menghubungi: + 62  (021) 6693406 atau kirim email ke: museum-bahari.blogspot.com
 

gambar :


Referensi dari Web :

Referensi dari Buku :

- Pengarang        : H.Djamaluddin Hatibu
   Judul                : Kapten Pahlawan Laut
- Pengarang         : Pius Caro
   Judul                : Phinisi Nusantara ( Pelayaran 69 Hari mengarungi Samudra Pasifik )
- Pengarang        : Rudy Badil
  Judul                 : Norman Edwin
  Hal                    : 440



 By : Arta Damaiyani
Usaha Jasa Pariwisata






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar