Bandar Sriwijaya abad ke 7 – 13
R.Pramuduto Harioprananda
4423125296
Univ. Negeri Jakarta
D3 Usaha Jasa Pariwisata
2012
Orange=pusat Sriwijaya, Orange pucat=daerah kekuasaan, Merah
tebal=rute perdagangan besar, Merah tipis=rute perdagangan kecil, Bulat
merah=ibukota, Bulat Hitam=pusat perkotaan penting
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah
berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi
pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung
Malaya, Sumatera,Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sansekertasri berarti “bercahaya”
danwijaya berarti “kemenangan”. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini
berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok I-tsing menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7 yaitu Prasasti Kedukan Bukit di
Palembang bertarikh 682. Sriwijaya (Srivijaya) adl kerajaan
maritim yg kuat di pulau Sumatera dan berpengaruh di Nusantara daerah kekuasaan
Sriwijaya meliputi Kamboja Thailand Semenanjung Malaya Sumatera Jawa Kalimantan
dan Sulawesi. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahan mulai
menyusut dikarenakan beberapa peperangandiantara serangan dari raja
Dharmawangsa dari Jawa ditahun 990 dan tahun 1025 serangan Rajendra Coladewa
dari Koromandel selanjut tahun 1183 Sriwijaya dibawah kendali kerajaan
Dharmasraya. Dan di akhir masa kerajaan ini takluk di bawah kerajaan
Majapahit. Sriwijaya
merupakan 3 kerajaan terbesar di wilayah Sumatra. Dua kerajaan yang lain adalah
kerajaan Tulang Bawang dan kerajaan Melayu.Kerajaan Srwijaya melewati dua masa
dalam perkembangannya, yaitu:
1. Pada awal pertumbuhannya
sebagian penduduknya hidup bertani dan berpusat
di muara sungai Kampar.
2. Pada masa pertumbuhannya
Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan Maritim
dan
Sriwijaya mampu menguasai tempat perdagangan baik nasional ataupun
Internasional. Juga menguasai jalur perdagangan antara lain pelayaran ke India
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal
dan kerajaan besar Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20
kedua kerajaan tersebut menjadi referensi olehkaum nasionalis utk menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dgn berbagai macam nama. Orang
Tionghoa menyebut Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa
Sansekerta dan Pali kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa
Arab menyebut Zabaj dan Khmer menyebut Malayu.Sementara dari peta Ptolemaeus
ditemukan keterangan tentang ada 3 pulau Sabadeibei yg berkaitan dgn Sriwijaya.
Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun
1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française
d’Extrême-Orient. Sekitar tahun 1992 hingga 1993 Pierre-Yves Manguin
membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang
dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan Indonesia). Namun
Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di provinsi Jambi sekarang
yaitu pada kawasan sehiliran Batang Hari antara Muara Sabak sampai ke Muara
Tembesi.
Pembentukan dan Pertumbuhan Kerajaan Sriwijaya
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat
ditemukan. Kerajaan ini menjadi
pusat perdagangan dan merupakan negara bahari, namun kerajaan ini tidak
memperluas kekuasaannya di luar wilayah
kepulauan Asia
Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Beberapa
ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya,
selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya,
namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung oleh
penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai
dengan catatan I Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium
ini di bawah kepemimpinan Dapunta
Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua
kerajaan yaitu Malayudan Kedah menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapuryang berangka tahun 686
ditemukan di pulau Bangka,
kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan
Belitung, hingga Lampung. Prasasti
ini juga menyebutkan bahwa Sri
Jayanasa telah melancarkan
ekspedisi militer untuk menghukumBhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya,
peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang
dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil
mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat
Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa,
dan Selat
Karimata.
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya,
menjadikan Sriwijaya mengendalikan dua pusat perdagangan utama di Asia
Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di abad
ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak
pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetumelancarkan
beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai
Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya
meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman
II, pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada
abad yang sama. Di akhir abad
ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lainTarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi keJawa Tengah dan berkuasa disana. Di abad ini pula,
Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan
Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah
pengaruh Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa
pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis,
Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk
memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia
membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun
825.
Agama Budha Vajrayana di Kerajaan Sriwijaya
Sebagaipusat
pengajaran Budha Vajrayana Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari
negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I-tsing yg melakukan
kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studi di Universitas Nalanda India pada
tahun 671 dan 695 serta di abad ke-11 Atisha seorang sarjana Budha asal
Benggala yg berperan dalam mengembangkan Budha Vajrayana di Tibet. I-tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha sehingga
menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yg datang ke pulau ini
menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Ajaran Buddha
aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Kehidupan Politik
Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa adalah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa adalah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
Relasi Kerajaan Sriwijaya dgn Kekuatan Regional
Dari catatan sejarah danbukti arkeologi
dinyatakan bahwa pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir
seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara antara lain Sumatera Jawa Semenanjung
Malaya Kamboja dan Vietnam Selatan . Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda
menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan
lokal yg mengenakan biaya atas tiap kapal yg lewat. Sriwijaya mengakumulasi
kekayaan sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yg melayani pasar Tiongkok
dan India.
Pada masa awalKerajaan Khmer juga menjadi daerah
jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya di propinsi Surat
Thani Thailand Selatan sebagai ibu kota terakhir kerajaan tersebut pengaruh
Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yg bergaya Sriwijaya. Setelah
kejatuhan Sriwijaya Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya
Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.
Sriwijaya juga berhubungan dekat dgn kerajaan
Pala di Benggala dan sebuah prasasti berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputra
mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada Pala. Relasi dgn dinasti
Chola di India selatan cukup baik dan kemudian menjadi buruk setelah Rajendra
Coladewa naik tahta dan melakukan penyerangan di abad ke-11.
Minanga merupakan kekuatan pertama yg menjadi
pesaing Sriwijaya yg akhir dapat ditaklukkan pada abad ke-7. Kerajaan Melayu
ini memiliki pertambangan emas sebagai sumber ekonomi dan kata Swarnnadwipa
(pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Dan kemudian Kedah juga takluk dan
menjadi daerah bawahan.
Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali
jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat
Malaka dan Selat Sunda.
Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur
barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah
memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya
di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagaientreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara,
dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk
dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring
perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga
dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi — dan jika perlu — memerangi
pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli
perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk
menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka
ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi,
Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat,
Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya
adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup
pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian
serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut
penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa
Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya
Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur
bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal
perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal
Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari
lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk
menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah
ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang
membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra
Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin
adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam
pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun
abad ke-7 hingga ke-13 masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok,
Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab.
Kemungkinan utusan Maharaja Sri
Indrawarman yang mengantarkan
surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani
Umayyah tahun 718.
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Pada paruh pertama abad ke-10 diantara kejatuhan
dinasti Tang dan naik dinasti Song perdagangan dgn luar negeri cukup marak
terutama Fujian kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong kerajaan Nan Han. Tak
diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun
903 penulis Muslim Ibnu Batutah sangat terkesan dgn kemakmuran Sriwijaya.
Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khusus Bukit Seguntang) Muara Jambi
dan Kedah. Di tahun 902 Sriwijaya mengirimkan upeti ke China. Dua tahun
kemudian raja terakhir dinasti Tang menganugerahkan gelar kepada utusan
Sriwijaya. Dari literatur Tiongkok utusan itu mempunyai nama Arab hal ini
memberikan informasi bahwa pada masa-masa itu Sriwijaya sudah berhubungan dgn
Arab yg memungkinkan Sriwijaya sudah masuk pengaruh Islam di dalam kerajaan.
Masa Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Masa keruntuhan Kerajaan Sriwijaya pada
akhir abad ke-12, disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a.
Berulangkali diserang Kerajaan Golamandala dari India.
b.
Terdesak dari dua jurusan, yaitu Kerajaan Thailand dan Kerajaan Singosari.
c.
Banyak raja-raja taklukan yang melepaskan diri, antara lain Ligor, Tanah
Genting Kra, Kelantan, Pahang, Jambi, dan Sunda.
d.
Mengalami kemunduran perekonomian dan perdagangan, karena bandar-bandar penting
melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya.
Raja – Raja yang Memerintah Kerajaan Sriwijaya
Tahun
|
Nama Raja
|
Ibukota
|
Prasasti, catatan pengiriman
utusan ke Tiongkok serta peristiwa
|
671
|
Shih-li-fo-shih
|
Catatan
perjalanan I Tsing pada tahun 671-685, Penaklukan Malayu, penaklukan Jawa
|
|
702
|
Shih-li-t-'o-pa-mo
|
Sriwijaya
Shih-li-fo-shih
|
Utusan ke
Tiongkok 702-716, 724
Utusan ke Khalifah Muawiyah I dan Khalifah Umar bin
Abdul Aziz
|
728
|
Lieou-t'eng-wei-kong
|
Sriwijaya
Shih-li-fo-shih
|
Utusan ke
Tiongkok 728-742
|
743-774
|
Belum ada
berita pada periode ini
|
||
775
|
Sriwijaya
|
Prasasti Ligor B tahun 775 di Nakhon Si Thammarat, selatan Thailand dan menaklukkan Kamboja
|
|
Wangsa Sailendra mengantikan Wangsa Sanjaya
|
|||
778
|
Prasasti Kelurak 782 di sebelah utara kompleks Candi Prambanan
Prasasti Kalasan tahun 778 di Candi Kalasan
|
||
782
|
Samaragrawira atau
Rakai Warak |
Jawa
|
|
792
|
Samaratungga atau
Rakai Garung |
Jawa
|
Prasasti Karang Tengah tahun 824,
|
840
|
|||
856
|
Suwarnadwipa
|
Kehilangan
kekuasaan di Jawa, dan kembali ke Suwarnadwipa
Prasasti Nalanda tahun 860, India
|
|
861-959
|
Belum ada
berita pada periode ini
|
||
960
|
Se-li-hou-ta-hia-li-tan
|
Sriwijaya
San-fo-ts'i
|
Utusan ke
Tiongkok 960, & 962
|
980
|
Utusan ke
Tiongkok 980 & 983: dengan raja, Hie-tche(Haji)
|
||
988
|
Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
|
Sriwijaya
Malayagiri (Suwarnadwipa) San-fo-ts'i
|
990 Jawa
menyerang Sriwijaya, Catatan Atiśa,
Utusan ke Tiongkok 988-992-1003,
pembangunan candi untuk kaisar Cina yang diberi nama cheng tien wan shou |
1008
|
Se-li-ma-la-pi
|
San-fo-ts'i
Kataha
|
Prasasti Leiden & utusan ke Tiongkok 1008
|
1017
|
Utusan
San-fo-ts'i ke Tiongkok 1017: dengan raja, Ha-ch'i-su-wa-ch'a-p'u
(Haji Sumatrabhumi (?)); gelar haji biasanya untuk raja bawahan |
||
1025
|
Sriwijaya
Kadaram
|
Prasasti Tanjore bertarikh 1030 pada candi
Rajaraja, Tanjore, India
|
|
1030
|
|||
1079
|
Utusan
San-fo-ts'i dengan raja Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) ke Tiongkok 1079 membantu
memperbaiki candi Tien Ching di Kuang Cho (dekat Kanton)
|
||
1082
|
|||
1089-1177
|
Belum ada
berita
|
||
1178
|
Laporan Chou-Ju-Kua dalam buku Chu-fan-chi berisi daftar koloni San-fo-ts'i
|
||
1183
|
Sumber Referensi :
H. Boedenani. 1976.
Sejarah Sriwijaya. Tarate Bandung
Karodirdjo,Sartono.1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900
Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1.Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Notosusanto, Nugroho, 2009. Sejarah
Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar