R O M U S H A
SEJARAH INDONESIA
Nama : Putri Ayu Fitriyani
No. Reg : 4423126876
F a k u l t a s I l m u S o s i a l
D 3 P a r i
w i s a t a
2 0 1 2
Romusha
merupakan panggilan untuk orang-orang yang dipekerjakan secara paksa pada masa
penjajahan Jepang di Indonesia. Romusha ini berlangsung selama 3 tahun, dari
than 1942 – 1945. Jumlah korban yang menjadi romusha sekitar 4 – 10 juta orang,
diantaranya petani, para perempuan, dan tokoh-tokoh pergerakan. Tujuan Jepang
yaitu ingin mengambil remh-rempah milik Indonesia.
Sejarah
Awal mula
terbentuknya romusha, ketika Jepang pertama kali datang ke Indonesia disambut
dengan gembira, karena Jepang telah membantu Indonesia dalam mengusir Belanda.
Tetapi, setelah Jepang tiba di Hindia Belanda, Jepang berubah menjadi lebih
licik dan bengis. Mereka tidak tanggung-tanggung mengambil semua sumber-sumber
kekayaan alam yang ada di Indonesia. Hal ini dilakukan oleh Jepang untuk
membiayai perang Jepang dengan Sekutu di Asia Timur dan Pasifik. Karena
kependudukan Jepang itu sangat luas, maka Jepang membutuhkan tenaga kerja lebih
banyak lagi untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang
bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Maka Jepang mengambil para tenaga kerja
dari penduduk Jawa, dan mereka disuruh kerja paksa oleh Jepang.
Dalam
menjalankan romusha ini, Jepang merekruitmen calon-calon romusha, dari pola
tingkatannya, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Jepang pun berhasil
memanipulasi keberadaan romusha ini sampai ke dunia Internasional, dengan cara
menyamarkan keberadaan romusha dengan mengganti istilah romusha menjadi pekerja
ekonomi yang artinya pahlawan pekerja.
Pada awalnya
tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tidak sulit
dilakukan, karena mereka masih terpengaruh oleh propaganda “untuk kemakmuran
bersama Asia Timur Raya”. Pada bulan September 1944 ada 500 orang romusha
sukarela, terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar
dan anggota yang sudah berumur 60 tahun yang dipimpin oleh Ir. Soekarno .
mereka berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai ke Stasiun Tanah Abang, Jakarta
dengan berjalan kaki dan diiringi orkes suling Maluku. Kemudian pada tanggal 17
Oktober 1944, Otto Iskandar Dinata pun mengikuti Soekarno dengan jumlah
pengikut 625 orang.
Kebutuhan di
Asia Tenggara lama-kelamaan terus meningkat, sehingga tenaga yang awalnya
bersifat sukarela berubah menjadi paksaan. Kemudian pada tahun itu juga,
pemerintah Tentara Ke- 16 membentuk suatu badan khusus yang disebut Romukyoku
yang artinya Kantor Urusan Pekerja. Badan khusus ini dibuat sebagai tempat
pendaftaran para pekerja. Romukyoku membuat peraturan untuk orang atau badan
yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang wajib mengajukan permohonan
ke kepala daerah setempat. Orang atau badan tersebut harus memiliki perusahaan
atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Sebelumnya mereka harus
mengisi formulir yang menyangkut nama tempat romusha yang dipekerjakan, jumlah
yang diperlukan, dan waktu yang dibutuhkan. Pemerintah daerah pun harus
memberikan laporan bulanan juga kepada pihak Romukyoku. Para romusha merasa
berat dipekerjakan seperti itu, apalagi jika pihak Jepang yang memerlukan
mereka. Para romusha atau calon yang akan dipekerjakan ditakut-takuti dengan
ancaman, jika mereka menolak untuk dipekerjakan mereka akan dikirim ke
tempat-tempat di luar daerah atau bukan daerah para romusha tinggal.
Para romusha
diperlakukan tidak sesuai dengan usul anggota Chuo Sangi In. Mereka
dipekerjakan sangat buruk. Dari pagi buta sampai petang mereka dipaksa bekerja
kasar tanpa makan dan perawatan cukup. Kondisi fisik mereka lemah bahkan hamper
tidak punya sisa kekuatan. Bahkan jika mereka beristirahat walaupun hanya
sebentar saja, mereka akan dimaki-maki dan juga dipukul oleh pengawas dari
Jepang. Mereka diberi kesempatan beristirahat hanya pada malam hari saja,
tetapi mereka tidak sempat memasak air minum. Banyak para romusha yang
terserang malaria, hal ini dikarenakan mereka buang air disembarang tempat dan
membuat terjangkitnya wabah disenteri. Banyak romusha yang meninggal, karena
antara bekerja dengan asumsi makanan tidak seimbang. Akan tetapi Jepang tetap
saja ingin usahanya berjalan lancar. Maka Jepang melancarkan kembali kampanye
propagandanya, para romusha mendapat julukan sebagai “prajurit ekonomi” atau
“pahlawan pekerja” yang artinya orang-orang yang sedang menjalankan ibadah suci
atau bekerja untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.
Akibatnya,
banyak pemuda-pemuda yang menghilang dari desanya, mereka pergi ke kota untuk
menghindari pengerahan tenaga romusha. Maka, hampir semua laki-laki yang tidak
cacat diambil untuk dijadikan romusha. Jadi yang tinggal hanya para perempuan,
anak-anak dan lelaki yang kurang sehat saja. Di desa pun mengalami pengaruh
dari institusi lain, yaitu terbentuknya tonarigumi (rukun tetangga) dengan
maksud untuk meningkatkan pengerahan maupun pengawasan terhadap penduduk.
Tujuannya agar penduduk berusaha meningkatkan produksi hasil buminya dan
menyerahkannya untuk negeri.
Perbedaan Romusha dan Rodi
Romusha
|
Rodi
|
1.
Diberlakukan oleh Jepang
2.
System kerja paksa pembuatan pembangunan secara
umum
3.
Dimulai pada tahun 1944
4.
Kurang lebih 70.000 korban jiwa dan 300.000 dalam
keadaan menyedihkan
5.
Sebagian besar para wanita dijadikan Jugun Ianfu
atau wanita penghibur tentara Jepang
6.
Adanya jalan-jalan, lapangan terbang, dan jembatan
yang dapat digunakan rakyat Indonesia di kemudian hari
7.
Langsung diberlakukan oleh Jepang dan kesengsaraan
rakyat benar-benar diketahui oleh Jepang tanpa memperdulikan nasib rakyat
Indonesia
8.
Romusha diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan
secara umum rakyat Jepang
|
1.
Diberlakukan oleh Belanda
2.
System tanam paksa, pemungutan pajak dari rakyat
Indonesia dalam bentuk hasil-hasil pertanian
3.
Dimulai tahun1034 – 1874
4.
Kurang lebih 216.000 korban jiwa
5.
Sebagian besar para wanita diwajibkan menanami
lahannya
6.
Dikenalnya sejenis tanaman baru seperti kopi dan indigo,
adanya seluruh iragosi, para petani dan dapat menggunakan fasilitas yang
dibangun kemudian hari
7.
Awalnya kesengsaraan rakyat akibat tanam paksa
tidak diketahui Belanda, tetapi lama-kelamaan Belanda tahu tindakan
kewenang-wenangan pegawai pemerintah Belanda
8.
Bertujuan memperoleh pendapatan sebanyak-banyaknya
dalam waktu singkat untuk menutupi kas Negara dan membayar hutang negara
|
Jugun Ianfu
Jugun ianfu
merupakan julukan untuk perempuan penghibur pada masa itu. Pemerintah
Pendudukan Jepang mengerahkan perempuan untuk kepentingan pemuas nafsu. Jugun
ianfu direkrut dari desa secara paksa dengan cara-cara kekesaran, tipu
muslihat, dan ancaman, untuk memenuhi kebutuhan biologis Jepang baik di
kalangan militer maupun sipil. Jugun ianfu diartikan sebagai “budak seks”
dilakukan secara gelap atau tertutup. Melalui bantuan pejabat daerah dan
tonarigumi, Pemerintah Militer Jepang mengumumkan tentang jugun ianfu. Mereka
memaksa para perempuan untuk bersedia ikut dalam program pengerahan tenaga
kerja. Mereka merayu para perempuan dengan iming-iming akan diberikan pekerjaan
yang layak. Selain itu, Jepang mendekati keluarga perempuan yang diincarnya.
Serta tidak segan Jepang mengancam para perempuan yang tidak mau ikut untuk
dijadikan tenaga kerja. Tetapi Jepang bukan memberikan pekerjaan yang layak,
para perempuan dijadikan jugun ianfu atau perempuan penghibur.
Kaum perempuan
yang menjadi jugun ianfu kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, dan
bahkan tidak berpendidikan dan buta huruf. Selain itu, mereka berada dalam
kesuliatan ekonomi. Itulah yang membuat para perempuan percaya begitu saja
ketika ada tawaran pekerjaan yang cukup menjanjian untuk mereka yang tidak
membutuhkan keahlian khusus. Jugun ianfu direkrutmen melalui jalur hiburan.
Oleh karena itu, para seniman terlibat dalam hal itu. Selain itu, para dokter
dan para pejabat pun ikut berpartisipasi dalam usaha pencarian dan pengumpulan
perempuan yang akan dijadikan jugun ianfu.
Para jugun ianfu
kebanyakan berasal dari keluarga baik-baik. Ada yang masih gadis, di bawah
umur, dan ada juga yang sudah bersuami dan memiliki anak. Tetapi ancaman pihak
militer Jepang membuat mereka takut untuk menolak atau melarikan diri. Di
setiap wilayah komando militer dibangunnya tempat-tempat untuk para jugun
ianfu. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pemerkosaan oleh tentara Jepang,
menjaga moral tentara Jepang, serta mencegah penyakit kelamin yang akan
melemahkan kekuatan militernya. Para jugun ianfu dimasukkan ke rumah-rumah
bordil Jepang yang disebut Ian-jo yang dijaga ketat oleh tentara Jepang. Setiap
perempuan di Ian-jo mendapat kamar dengan nomor kamar, dan nama mereka diganti
dengan nama Jepang yang ditulis di pintu kamar.
Sebelum
menjalani tugas sebagai jugun ianfu, para perempuan di Ian-jo menjalani
pemeriksaan kesehatan yang merendahkan martabatnya. Para jugun ianfu
ditelanjangi dan diperiksa dengan paksa apakah mereka sudah terserang penyakit
atau masih sehat. Di Ian-jo mereka para jugun ianfu mengalami pemerkosaan.
Siksaan berupa tamparan, pukulan, dan tendangan dilakukan oleh tentara Jepang
saat sadar maupun mabuk. Para jugun ianfu hanya pasrah menjalani penderitaan
hidup karena mereka tidak punya pilihan lain. Mereka tidak mungkin bisa melarikan
diri karena jarak perjalanan pulang sangat jauh, mereka buta tentang
pengetahuang peta, dan mereka tidak punya uang untuk berpergian. Pengerahan
perempuan berkebangsaan Indonesia maupun Belanda yang dipaksa menjadi jugun
ianfu telah mengalami penderitaan lahir batin. Hal ini merupakan salah satu
bukti kekejaman Jepang yang memaksa kaum perempuan memenuhi kepentingannya
yaitu kepentingan nafsu seksnya.
Peninggalan-peninggalan Jepang di Indonesia
Bung Karno telah
memberikan arti positif maupun negatif terhadap pemberlakuan standar romusha
ketika Belanda dan Jepang waktu itu ingin berkuasa dan mengambil seluruh
asset-asset penting bangsa ini. Tanam paksa sebuah istilah yang selalu tergiang
ditelinga rakyat Indonesia, dimana seluruh tenaga dikerahkan untuk pengabdian
dan bentuk menyembah kepada colonial tersebut. Mereka pun yang bekerja seharian
penuh bahkan sehari semalam tanpa diberikan makan sedikitpun. Alangkah
kekejaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan telah menjadi urat nadi dari
pemimpin bangsa ini, bahkan berusaha mewariskan peran karakter inlandernya
dalam mendidik rakyat. Terbukti hal negatif yang dilakukan oleh Bung Karno
ketika Belanda meminta rakyat Indonesia bekerja tanpa di gaji yang kemudian
Bung Karno memberikan ijin dan menerima usulan belanda. Akibatnya keputusan
Bung Karno itu, rakyat bekerja tanpa ada imbalan sedikitpun, kelaparan,
kemiskinan bahkan meninggal dunia akibat tidak masuk bahan makanan dan rakyat
hanya dituntut bekerja. Namun dengan rasa ketersiksaan itu, rakyat yang
melakukan tanam paksa ini (romusha) telah berhasil mendirikan banyak bangunan
bersejarah, rel kereta api yang sampai sekarang dinikmati, akses jalan
distribusi lintas pertukaran ekonomi di pulau Jawa maupun Sumatera. Atas
partisipasi dalam
system tanam paksa ini rakyat telah memberikan arti bagi negara dan bisa
dikatakan bahwa hasil mereka sebagai denyut urat nadi perkembangan perekonomian
negara.
Dengan demikian,
atas jasa mereka tentu kita harus memberikan apresiasi yang sangat tinggi bahwa
“Romusha Itu Pahlawaan Negara” yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Negara
harus mencari data dan fakta dimasa itu agar memudahkan identifikasi persoalan.
Karena romusha itu bukanlah hal yang negatif dalam pandangan penulis, akan
tetapi sangat positif bagi negara ketika rakyat yang terlibat dalam agenda
romusha (tanam paksa) itu bekerja dengan rasa nasionalisme tinggi demi
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketika negara melupakan sejarah, maka disaat yang
sama negara juga melupakan jati dirinya. Ketika rakyat tidak berusaha mengenang
jasa para pahlawan romusha itu, maka selama itu pula rakyat melanggar
kedaulatannya sendiri. Mereka rela bekerja tanpa dibayar dengan apapun demi
kepentingan kemerdekaan bangsa Indonesia, walaupun Bung Karno waktu itu
berusaha melakukan negosiasi politik untuk memudahkan jalannya deklarasi.
Selain itu,
Jepang juga meninggalkan goa-goa yang dijadikannya untuk tempat pertahanan, persembunyiaan,
perlindungan, dan juga tempat penyimpanan senjata semasa Perang Dunia ke II. Berikut
beberapa goa peninggalan Jepang di Indonesia:
1.
Goa
Jepang di Biak – Papua
2.
Goa
Jepang di Manado – Sulawesi Utara
3.
Goa
Jepang di Kawangkoan – Sulawesi Utara
4.
Goa
Jepang di Kupang – Nusa Tenggara Timur
5.
Goa
Jepang di Bali
6.
Goa
Jepang Bandealit – Jawa Timur
7.
Goa
Jepang di Kaliurang, Sleman – Daerah Istimewa Yogyakarta
8.
Goa
Jepang di Bandung – Jawa Barat
9.
Goa
Jepang di Garut – Jawa Barat
10. Goa Jepang di
Pangandaran – Jawa Barat
11. Goa Jepang di
Bukittinggi – Sumatera Barat
REFERENSI
Poesponegoro,
Marwati Djoened, 2008. Sejarah Nasional
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Notosusanto,
Nugroho, 2009. Sejarah Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Hendrajit,
dkk., 2011. Japanese Militarism And Its
War War Crimes in Asia Pacific Region. Jakarta: Global Future Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar