Rabu, 26 Desember 2012

diorama 9- peranan pesantren dalam penyatuan bangsa



NAMA : Lingga Diamanti D
NO REG : 4423125304
Usaha Jasa Pariwisata
Peranan Pesantren dalam Penyatuan Bangsa




Ada dua katagori tentang klasifikasi partai politik dalam melakukan perekrutan calon anggotanya. Dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapatdibagi duajenis, yaitu partai massa dan partai kader. Menurut prof. Miriam Budihardjo, partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota. Oleh karena itu ia biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan sesuatu program yang biasanya luas dan agak kabur.
Kelemahan dari partai massa ini ialah masing-masing aliran atau kelompok yang bernaung dibawah partai massa cenderung untuk memaksakan kepentingan menurut ukurannya sendiri. Terutama pada saat-saat krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali yang berakibat salah satu golongan memisahkan din dan mendirikan partai baru. Fenomena semacam itu kemunculannya dapat dibuktikan pada era reformasi sekarang, dimana sejumlah kader partai tertentu dengan tanpa malu-malu memisahkan diri dari partai lamanya, kemudian ramai-ramai mendirikan partai baru. Tipologi dan karakteristik dari anggota partai semacam ini pada masa sekarang banyak dijumpai di mana-mana. Selain kurangnya pemahaman dalam hidup berpartai agaknya kader partai yang berkarakter sejenis itu hanya semata mencari lahan kehidupan ketimbang harus bersusah-payah memperjuangkan nasib rakyat.
Partai massa juga pemah mewamai kehidupan Golkar (dulu tak mau disebut partai) semasa tahun-tahun 1970 sampai 1990-an. Tidak peduli dari mana dan siapa mereka, pendeknya partai harus merekrut massa sebanyak-banyaknya untuk memenangkan pemHu-demi pemilu. Tak cukup hanya perekrutan individu dari organ partai sendiri, tetapi kekuatan birokrasi juga dibantu oleh tangan-tangan ABRI (TNI) ikut meramaikan perekrutan massa untuk dijadikan sebagai anggota partai. Kelemahan partai massa itu ialah setiap kader partai hampir tidak memiliki kedekatan emosional dengan partai induknya. Bahkan muncul kesan besaran massa hanya dibutuhkan sewaktu diperlukan, misalnya di saat-saat menjelang pemilii. Sesudahnya, mereka (massa) dibiarkan mengambang tanpa disentuh lag! oleh tangan-tangan partai.
Menjadi tidak aneh apabila kader semacam itu tidak punya rasa memiliki terhadap partai dan juga tidak punya kewajiban ikut bertanggung jawab pada partai. Dilihat dari perspektif politik praktis boleh disebut bahwa mereka itu sebagai kader karbitan di mana mereka menjadi matang berpolitik sebelum ia benar-benar beranjak sebagai kader yang berkwalitas. Dari partai sendiri selain tidak kunjung ada indoktrinasi, sebaliknya anggota juga tidak ada kewajiban untuk membayar iuran anggota. Akibatnya, partai kehilangan daya nalar serta menjadi tumpul dayajuangnya yang kemudian tidak mampu menyerap aspirasi masyarakat.
Sementara partai kader mementingkan pengketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan. Prinsip partai kader serupa mi diterapkan di beberapa negara maju. Dan, biasanya loyalitas, dedikasi serta kwalitasnya tak diragukan. Kader partai serupa inijuga dipunyai oleh negara-negara Barat, terutama negara-negara di Eropa, Australia, Jepang, Malaysia dan lain sebagainya.
Ciri-ciri menonjol dari partai kader antara lain ditandai oleh kedekatan emosional anggotanya terhadap partai. Kader-kadernya tak pernah goyah dalam menghadapi situasi dan kondisi macam apapun karena doktrin yang ditanamkan benar-benar menjadi pegangan dalam menjaga wibawa partai. Sementara partai kader memunculkan diri sebagai partai modern karena manajemen organisasi diatur sedemikian profesional oleh kader-kader partai yang handal. Program partai, visi dan misi dibuat sesuai dengan tuntutan zaman dimana perkembangan serta arah kebijaksanaan partai harus juga sejalan dengan kemajuan teknologi yang berkembang dan bergerak maju.
Tinjauan historis
Apabila partai-partai baru dalam proses pendiriannya berjalan terseok-seok maka tidak demikian halnya yang dialami oleh Partai Pemersatu Bangsa. la telah memiliki modal dasar dimana modal semacam ini tidak dipunyai partai-partai baru yang lain. Cikal bakalnya pendiriannya secara historis diawali dari Lembaga Sosial Masyarakat Masjid Indonesia yang dibentuk di Jakarta pada tahun 1996 dan dari lembaga serupa pula dibentuk pada tahun 1998. Kedua LSM Masjid Indonesia itu sejak awal pendiriannya memang diproyeksikan menjadi partai politik.
Tekad dan semangat mendirikan partai politik semakin kuat setelah partai-partai peserta pemilu 1999 tidak lagi mampu menampung aspirasi mayoritas masyarakat, seperti ketertiban, keharmonisan, kekeluargaan, kepastian hukum, kehidupan demokrasi, pemerataan ekonomi sebagai tonggak terwujudnya keadilan sosial, melestarikan tegaknya kemerdekaan dan kedaulatan NKRI, ikut melaksanakan ketertiban dunia, mencerdaskan kehidupan bangsa demi terwujudnya perdamaian dunia.
Sekalipun Partai Pemersatu Bangsa lahir didasarkan kedekatan historis dengan lembaga masjid dimana masjid juga berdekatan dengan kalangan santri, tetapi partai ini bersifat terbuka dalam menerima perekrutan anggota. Partai Pemersatu Bangsa berjuang mempersatukan seluruh elemen bangsa, baikitu berasal dari kalangan masyarakat biasa, masyarakat ekonom, masyarakat intelektual, masyarakat birokrasi, TNI-PoIri dengan tanpa me-mbedakan latarbelakang Ras, suku, status, agama, golongan. Pendeknya, semua elemen bangsa di mana saja dicakup oleh Partai Pemersatu Bangsa untuk dapat bersatu oalarn cita-cita bersama yaitu Pemersatu Bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seperti diketahui LSM Masjid Indonesia dalam aktivitas sosialnya bersentuhan secai-a iangsung dengan pemuka-pemuka agama Islam dan intelektua! Islam serta kalangan pesantren. Oleh karena itu berita tentang keiahiran Partai Pemersatu Bangsa begitu cepat tersebar luas oleh para jemaah serta kalangan santri. Sedangkan kedekatan emosional kalangan masjid serta pesantren bersama Partai Pemersatu Bangsa terus saja dipupuk serta dipelihara. Bahkan, sebagian besar diantara pengurus wilayah dan cabang dari Partai Pemersatu Bangsa dipercayakan kepada pengurus-pengurus masjid dan juga pengurus pesantren yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke.
Tinjauan yuridis
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Rl Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaga Negara Rl Nomor: 3809), Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Rl mengumumkan : Partai Pemersatu Bangsa (PPB) yang didirikan dengan Akte Notaris Harun Kami! Nomor 15 (lima belas) tanggal 25 Juni 2001 telah didaftar pada Departemen Kehakiman Rl dengan Nomor Registrasi : 2001-07-0159 dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana diaturdalam Pasal 2 dan Pasal 3jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Pengumuman tentang Pendaftaran dan Pengesahan Partai Politik dengan Nomor: M.UM.06.08-M itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 2001 ditanda tangani Menteri Kehakiman dan HakAzasi Manusia Marsilam R.I. Simandjuntak.
Tetapi, nampaknya perjuangan panjang masih menghadang. Dan, ini tidak hanya dialami oleh Partai Pemersatu Bangsa, sedangkan partai-partai peserta Pemilu 1999 yang telah lolos electoral threshold juga punya masalah yang sama. Atas perintah Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik mensyaratkan bahwa setiap partai politik yang ikut Pemilu 2004 harus berbadan hukum serta harus lolos seleksi verifikasi, terutama kepengurusannya di daerah. Pada pasal 2 mengenai pembentukkan partai politik, khususnya ayat 3 disebutkan, "partai politik harus memiliki kepengurusan sekurangnya 50 % dari jumlah propinsi, 50 % dari jumlah kabupaten / kota pada setiap propinsi yang bersangkutan, dan 25 % dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten / kota yang bersangkutan".
Sedangkan Undang-undang No 23 tentang Pemilihan Umum Pasal 7 menyebutkan, "partai politik dapat menjadi peserta pemilihan umum jika memiliki pengurus lengkap sekurangnya di 2/3 dari jumlah provinsi, pengurus lengkap di 2/3 dari jumlah kabupaten / kota di provinsi tersebut, memiliki anggota sekurangnya 1.000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik".
Tinjauan Sosiologis
Setelah proses persyaratan terpenuhi dan Partai Pemersatu Bangsa secara sari menjadi partai politik, ia disambut suka cita oleh masyarakat. Agaknya ke depan Partai Pemersatu Bangsa memikul tanggung jawab besar mencarikan solusi yang ideal bagi terciptanya perekonomian nasional yanag stabil, negara yang aman, serta mampu menumbuhkan lapangan kerja

SUMBER :

Membicarakan pesantren memang mengasyikkan. Sebab banyak hal yang signifikan telah dilakukan oleh pesantren dalam pembangunan manusia Indonesia. Meskipun dunia pesantren sering disebut sebagai lembaga pendidikan tradisional, namun perannya baik di aras lokal, nasional dan bahkan internasional tidak dapat dipandang sebelah mata. Dunia pesantren yang di masa awal kental dengan sebutan institusi pendidikan keagamaan ternyata telah menghasilkan banyak orang yang mempunyai peran besar dalam perjuangan di era kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.
Jika kita menunjuk beberapa nama yang memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka tentunya nama itu tidak asing lagi, seperti Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari –pendiri pesantren Tebuireng dan NU—yang dedikasinya terhadap kemerdekaan bangsa tentu tidak diragukan. Hal ini tentu dibuktikan bahwa Beliau merupakan penerima gelar Pahlawan Kemerdekaan. NU yang hingga sekarang menjadi pilar “nasionalisme Indonesia” adalah karya besar kyai tradisional yang memiliki visi bagi pengembangan Indonesia modern sekarang ini. Putranya, KH. Wahid Hasyim adalah tokoh penerus kyai tradisional yang sumbangannya bagi kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bersama tokoh-tokoh bangsa ini, beliau yang sangat konsisten mengembangkan multikulturalitas dan pluralitas bangsa. Ketika ada pemikiran menjadikan “Piagam Jakarta”  sebagai pilar kebangsaan maka beliaulah yang menyatakan bahwa membangun kebersamaan jauh lebih penting dibanding mempertahankan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Tujuh kata yang akan menjadikan Indonesia tidak bersatu padu lalu dihilangkan. Hal ini menggambarkan bahwa pandangan tentang multikulturalitas dan pluralitas itu telah menjadi sikap hidup bagi kyai tradisional tersebut. generasi  pesantren tradisional tahun 40-an telah terlibat di dalam proses mempersatukan bangsa Indonesia.
Di era kemungkinan terpecah-pecahnya negara bangsa akibat ideologi yang saling bertentangan, yaitu Islamisme, Nasionalisme dan Komunisme, maka kyai-kyai NU kemudian mengambil jalan tengah mendukung konsep Nasakom yang digagas oleh Soekarno yang saat itu sangat powerfull. Kyai-kyai NU juga mendukung terhadap keputusan Presiden Soekarno untuk melakukan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai cara untuk mengakhiri perdebatan di dalam Sidang Konstituante yang berlarut-larut selama 3,5 tahun. Perdebatan itu  tidak menghasilkan keputusan tentang dasar negara apakah Islam, Komunisme atau Pancasila. Dekrit Presiden untuk kembali ke Pancasila, UUD 1945 dan NKRI merupakan keputusan yang harus diambil karena menghindarkan keterpecahbelahan kesatuan dan persatuan bangsa.
Di era Orde Baru, hubungan NU, Pesantren dan Pemerintah juga sempat saling mencurigai bahkan antagonistik. Puncaknya adalah ketika Pemerintah Orde Baru, Soeharto, menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi seluruh organisasi di Indonesia. NU dengan kyai pesantrennya kemudian tampil lagi dalam kerangka untuk mencairkan hubungan antara Pemerintah dengan organisasi sosial keagamaan, yang kala itu masih enggan menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas. Melalui musyawarah nasional (Munas) di Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo, maka dengan tegas NU menyatakan bahwa NU menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dan kemudian diikuti oleh organisasi sosial keagamaan lainnya. Bahkan saya berasumsi bahwa melalui penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas tersebut kemudian membuat peluang hubungan antara Islam dan negara menjadi mencair, sehingga kemudian lahirlah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pernah bervisi tentang Islamisasi birokrasi. Meskipun proyek ICMI ini gagal, tetapi sejarah mencatat bahwa akhir Orde Baru adalah masa yang paling mesra dalam hubungan Islam dan Pemerintah di era Orde Baru.
Ketika orang ribut tentang tidak perlu lagi menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa, dasar negara dan NKRI, maka sekali lagi orang pesantren, Kyai Sahal Mahfudz, pimpinan Pesantren Maslakul Huda Pati Jawa Tengah, di dalam pidatonya menegaskan bahwa Pancasila, UUD 1945 dan NKRI adalah sesuatu yang final sebagai dasar negara, landasan yuridis dan bentuk negara Republik Indonesia. Kaum pesantren yang dilabel dengan tradisional ternyata adalah pembela republik ini di dalam situasi yang krusial. Makanya, pesantren memiliki peran signifikan dalam percaturan nasionalisme kebangsaan di negeri ini.
Peran pesantren, NU dan para kyainya seperti ini tentunya didasari oleh semangat keagamaan yang rahmatan lil ‘alamin, agama yang memberi keselamatan kepada semuanya

SUMBER :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar