NAMA : Lingga Diamanti D
NO REG : 4423125304
Usaha Jasa Pariwisata
Peranan Pesantren dalam Penyatuan
Bangsa
Ada dua katagori tentang
klasifikasi partai politik dalam melakukan perekrutan calon anggotanya. Dilihat
dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapatdibagi
duajenis, yaitu partai massa dan partai kader. Menurut prof. Miriam
Budihardjo, partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan
jumlah anggota. Oleh karena itu ia biasanya terdiri dari pendukung-pendukung
dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung di
bawahnya dalam memperjuangkan sesuatu program yang biasanya luas dan agak
kabur.
Kelemahan dari partai massa ini
ialah masing-masing aliran atau kelompok yang bernaung dibawah partai massa cenderung
untuk memaksakan kepentingan menurut ukurannya sendiri. Terutama pada saat-saat
krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama
sekali yang berakibat salah satu golongan memisahkan din dan mendirikan partai
baru. Fenomena semacam itu kemunculannya dapat dibuktikan pada era reformasi
sekarang, dimana sejumlah kader partai tertentu dengan tanpa malu-malu
memisahkan diri dari partai lamanya, kemudian ramai-ramai mendirikan partai
baru. Tipologi dan karakteristik dari anggota partai semacam ini pada masa
sekarang banyak dijumpai di mana-mana. Selain kurangnya pemahaman dalam hidup
berpartai agaknya kader partai yang berkarakter sejenis itu hanya semata
mencari lahan kehidupan ketimbang harus bersusah-payah memperjuangkan nasib
rakyat.
Partai massa juga pemah
mewamai kehidupan Golkar (dulu tak mau disebut partai) semasa tahun-tahun 1970 sampai
1990-an. Tidak peduli dari mana dan siapa mereka, pendeknya partai harus
merekrut massa sebanyak-banyaknya untuk memenangkan pemHu-demi
pemilu. Tak cukup hanya perekrutan individu dari organ partai sendiri, tetapi
kekuatan birokrasi juga dibantu oleh tangan-tangan ABRI (TNI) ikut meramaikan
perekrutan massa untuk dijadikan sebagai anggota partai. Kelemahan
partai massa itu ialah setiap kader partai hampir tidak memiliki
kedekatan emosional dengan partai induknya. Bahkan muncul kesan besaran massa hanya
dibutuhkan sewaktu diperlukan, misalnya di saat-saat menjelang pemilii.
Sesudahnya, mereka (massa) dibiarkan mengambang tanpa disentuh lag! oleh
tangan-tangan partai.
Menjadi tidak aneh apabila kader
semacam itu tidak punya rasa memiliki terhadap partai dan juga tidak punya
kewajiban ikut bertanggung jawab pada partai. Dilihat dari perspektif politik
praktis boleh disebut bahwa mereka itu sebagai kader karbitan di mana mereka
menjadi matang berpolitik sebelum ia benar-benar beranjak sebagai kader yang
berkwalitas. Dari partai sendiri selain tidak kunjung ada indoktrinasi,
sebaliknya anggota juga tidak ada kewajiban untuk membayar iuran anggota.
Akibatnya, partai kehilangan daya nalar serta menjadi tumpul dayajuangnya yang
kemudian tidak mampu menyerap aspirasi masyarakat.
Sementara partai kader mementingkan
pengketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan
partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan
mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang
menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan. Prinsip partai kader
serupa mi diterapkan di beberapa negara maju. Dan, biasanya loyalitas, dedikasi
serta kwalitasnya tak diragukan. Kader partai serupa inijuga dipunyai oleh
negara-negara Barat, terutama negara-negara di Eropa, Australia, Jepang, Malaysia dan
lain sebagainya.
Ciri-ciri menonjol dari partai kader
antara lain ditandai oleh kedekatan emosional anggotanya terhadap partai.
Kader-kadernya tak pernah goyah dalam menghadapi situasi dan kondisi macam
apapun karena doktrin yang ditanamkan benar-benar menjadi pegangan dalam
menjaga wibawa partai. Sementara partai kader memunculkan diri sebagai partai
modern karena manajemen organisasi diatur sedemikian profesional oleh
kader-kader partai yang handal. Program partai, visi dan misi dibuat sesuai
dengan tuntutan zaman dimana perkembangan serta arah kebijaksanaan partai harus
juga sejalan dengan kemajuan teknologi yang berkembang dan bergerak maju.
Tinjauan historis
Apabila partai-partai baru dalam
proses pendiriannya berjalan terseok-seok maka tidak demikian halnya yang
dialami oleh Partai Pemersatu Bangsa. la telah memiliki modal dasar dimana
modal semacam ini tidak dipunyai partai-partai baru yang lain. Cikal bakalnya
pendiriannya secara historis diawali dari Lembaga Sosial Masyarakat Masjid
Indonesia yang dibentuk di Jakarta pada tahun 1996 dan dari lembaga serupa pula
dibentuk pada tahun 1998. Kedua LSM Masjid Indonesia itu sejak awal
pendiriannya memang diproyeksikan menjadi partai politik.
Tekad dan semangat mendirikan partai
politik semakin kuat setelah partai-partai peserta pemilu 1999 tidak lagi mampu
menampung aspirasi mayoritas masyarakat, seperti ketertiban, keharmonisan,
kekeluargaan, kepastian hukum, kehidupan demokrasi, pemerataan ekonomi sebagai
tonggak terwujudnya keadilan sosial, melestarikan tegaknya kemerdekaan dan
kedaulatan NKRI, ikut melaksanakan ketertiban dunia, mencerdaskan kehidupan
bangsa demi terwujudnya perdamaian dunia.
Sekalipun Partai Pemersatu Bangsa
lahir didasarkan kedekatan historis dengan lembaga masjid dimana masjid juga
berdekatan dengan kalangan santri, tetapi partai ini bersifat terbuka dalam
menerima perekrutan anggota. Partai Pemersatu Bangsa berjuang mempersatukan
seluruh elemen bangsa, baikitu berasal dari kalangan masyarakat biasa,
masyarakat ekonom, masyarakat intelektual, masyarakat birokrasi, TNI-PoIri
dengan tanpa me-mbedakan latarbelakang Ras, suku, status, agama, golongan.
Pendeknya, semua elemen bangsa di mana saja dicakup oleh Partai Pemersatu
Bangsa untuk dapat bersatu oalarn cita-cita bersama yaitu Pemersatu Bangsa
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seperti diketahui LSM Masjid Indonesia dalam
aktivitas sosialnya bersentuhan secai-a iangsung dengan pemuka-pemuka agama
Islam dan intelektua! Islam serta kalangan pesantren. Oleh karena itu berita
tentang keiahiran Partai Pemersatu Bangsa begitu cepat tersebar luas oleh para
jemaah serta kalangan santri. Sedangkan kedekatan emosional kalangan masjid
serta pesantren bersama Partai Pemersatu Bangsa terus saja dipupuk serta
dipelihara. Bahkan, sebagian besar diantara pengurus wilayah dan cabang dari
Partai Pemersatu Bangsa dipercayakan kepada pengurus-pengurus masjid dan juga
pengurus pesantren yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke.
Tinjauan yuridis
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3)
Undang-undang No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Rl Tahun
1999 Nomor 22, Tambahan Lembaga Negara Rl Nomor: 3809), Menteri Kehakiman dan
Hak Azasi Manusia Rl mengumumkan : Partai Pemersatu Bangsa (PPB) yang didirikan
dengan Akte Notaris Harun Kami! Nomor 15 (lima belas) tanggal 25 Juni 2001
telah didaftar pada Departemen Kehakiman Rl dengan Nomor Registrasi :
2001-07-0159 dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana diaturdalam Pasal 2 dan
Pasal 3jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik. Pengumuman tentang Pendaftaran dan Pengesahan Partai Politik dengan
Nomor: M.UM.06.08-M itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 2001
ditanda tangani Menteri Kehakiman dan HakAzasi Manusia Marsilam R.I.
Simandjuntak.
Tetapi, nampaknya perjuangan panjang
masih menghadang. Dan, ini tidak hanya dialami oleh Partai Pemersatu Bangsa,
sedangkan partai-partai peserta Pemilu 1999 yang telah lolos electoral
threshold juga punya masalah yang sama. Atas perintah Undang-undang No. 31
Tahun 2002 tentang partai politik mensyaratkan bahwa setiap partai politik yang
ikut Pemilu 2004 harus berbadan hukum serta harus lolos seleksi verifikasi,
terutama kepengurusannya di daerah. Pada pasal 2 mengenai pembentukkan partai
politik, khususnya ayat 3 disebutkan, "partai politik harus memiliki
kepengurusan sekurangnya 50 % dari jumlah propinsi, 50 % dari jumlah kabupaten
/ kota pada setiap propinsi yang bersangkutan, dan 25 % dari jumlah kecamatan
pada setiap kabupaten / kota yang bersangkutan".
Sedangkan Undang-undang No 23 tentang
Pemilihan Umum Pasal 7 menyebutkan, "partai politik dapat menjadi peserta
pemilihan umum jika memiliki pengurus lengkap sekurangnya di 2/3 dari jumlah
provinsi, pengurus lengkap di 2/3 dari jumlah kabupaten / kota di provinsi
tersebut, memiliki anggota sekurangnya 1.000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk
pada setiap kepengurusan partai politik".
Tinjauan Sosiologis
Setelah proses persyaratan terpenuhi
dan Partai Pemersatu Bangsa secara sari menjadi partai politik, ia disambut
suka cita oleh masyarakat. Agaknya ke depan Partai Pemersatu Bangsa memikul
tanggung jawab besar mencarikan solusi yang ideal bagi terciptanya perekonomian
nasional yanag stabil, negara yang aman, serta mampu menumbuhkan lapangan kerja
SUMBER :
Membicarakan pesantren memang mengasyikkan.
Sebab banyak hal yang signifikan telah dilakukan oleh pesantren dalam
pembangunan manusia Indonesia. Meskipun dunia pesantren sering disebut sebagai
lembaga pendidikan tradisional, namun perannya baik di aras lokal, nasional dan
bahkan internasional tidak dapat dipandang sebelah mata. Dunia pesantren yang
di masa awal kental dengan sebutan institusi pendidikan keagamaan ternyata
telah menghasilkan banyak orang yang mempunyai peran besar dalam perjuangan di
era kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.
Jika kita menunjuk beberapa nama yang memiliki
peran besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka tentunya nama itu
tidak asing lagi, seperti Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari –pendiri pesantren
Tebuireng dan NU—yang dedikasinya terhadap kemerdekaan bangsa tentu tidak
diragukan. Hal ini tentu dibuktikan bahwa Beliau merupakan penerima gelar
Pahlawan Kemerdekaan. NU yang hingga sekarang menjadi pilar “nasionalisme
Indonesia” adalah karya besar kyai tradisional yang memiliki visi bagi
pengembangan Indonesia modern sekarang ini. Putranya, KH. Wahid Hasyim adalah
tokoh penerus kyai tradisional yang sumbangannya bagi kemerdekaan tidak
diragukan lagi. Bersama tokoh-tokoh bangsa ini, beliau yang sangat konsisten
mengembangkan multikulturalitas dan pluralitas bangsa. Ketika ada pemikiran
menjadikan “Piagam Jakarta” sebagai pilar kebangsaan maka beliaulah yang menyatakan bahwa
membangun kebersamaan jauh lebih penting dibanding mempertahankan kalimat
“Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya”. Tujuh kata yang akan menjadikan Indonesia tidak bersatu padu lalu
dihilangkan. Hal ini menggambarkan bahwa pandangan tentang multikulturalitas
dan pluralitas itu telah menjadi sikap hidup bagi kyai tradisional tersebut.
generasi pesantren tradisional tahun
40-an telah terlibat di dalam proses mempersatukan bangsa Indonesia.
Di era kemungkinan terpecah-pecahnya negara
bangsa akibat ideologi yang saling bertentangan, yaitu Islamisme, Nasionalisme
dan Komunisme, maka kyai-kyai NU kemudian mengambil jalan tengah mendukung
konsep Nasakom yang digagas oleh Soekarno yang saat itu sangat powerfull.
Kyai-kyai NU juga mendukung terhadap keputusan Presiden Soekarno untuk
melakukan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai cara untuk mengakhiri perdebatan
di dalam Sidang Konstituante yang berlarut-larut selama 3,5 tahun. Perdebatan
itu tidak menghasilkan keputusan tentang
dasar negara apakah Islam, Komunisme atau Pancasila. Dekrit Presiden untuk
kembali ke Pancasila, UUD 1945 dan NKRI merupakan keputusan yang harus diambil
karena menghindarkan keterpecahbelahan kesatuan dan persatuan bangsa.
Di era Orde Baru, hubungan NU, Pesantren dan
Pemerintah juga sempat saling mencurigai bahkan antagonistik. Puncaknya adalah
ketika Pemerintah Orde Baru, Soeharto, menetapkan Pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi seluruh organisasi di Indonesia. NU dengan kyai
pesantrennya kemudian tampil lagi dalam kerangka untuk mencairkan hubungan
antara Pemerintah dengan organisasi sosial keagamaan, yang kala itu masih enggan
menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas. Melalui musyawarah nasional
(Munas) di Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo, maka dengan tegas NU
menyatakan bahwa NU menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dan kemudian
diikuti oleh organisasi sosial keagamaan lainnya. Bahkan saya berasumsi bahwa
melalui penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas tersebut kemudian
membuat peluang hubungan antara Islam dan negara menjadi mencair, sehingga
kemudian lahirlah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pernah
bervisi tentang Islamisasi birokrasi. Meskipun proyek ICMI ini gagal, tetapi
sejarah mencatat bahwa akhir Orde Baru adalah masa yang paling mesra dalam
hubungan Islam dan Pemerintah di era Orde Baru.
Ketika orang ribut tentang tidak perlu lagi
menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa, dasar negara dan NKRI, maka
sekali lagi orang pesantren, Kyai Sahal Mahfudz, pimpinan Pesantren Maslakul
Huda Pati Jawa Tengah, di dalam pidatonya menegaskan bahwa Pancasila, UUD 1945
dan NKRI adalah sesuatu yang final sebagai dasar negara, landasan yuridis dan
bentuk negara Republik Indonesia. Kaum pesantren yang dilabel dengan
tradisional ternyata adalah pembela republik ini di dalam situasi yang krusial.
Makanya, pesantren memiliki peran signifikan dalam percaturan nasionalisme
kebangsaan di negeri ini.
Peran pesantren, NU dan para kyainya seperti
ini tentunya didasari oleh semangat keagamaan yang rahmatan lil ‘alamin, agama
yang memberi keselamatan kepada semuanya
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar