SUMPAH PEMUDA
Sumpah
Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28
Oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh
rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa
Indonesia, proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan
rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis
pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda
pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup
orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat
Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada
17 Agustus 1945.
Rumusan Kongres
Rumusan Kongres Sumpah Pemuda
ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang
disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah
berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik
kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya
mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang
kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas
tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga.
Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan
panjang-lebar oleh Yamin.
Isi
Sumpah
Pemuda versi orisinal:
Pertama
: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe,
tanah Indonesia.
Kedoewa : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Kedoewa : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah
Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan:
Pertama
: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kongres
Pemuda Indonesia I
Panitia Kongres
Dalam upaya mempersatu wadah
organisasi pemuda dalam satu wadah telah dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama
1926. Oleh sebab itu, tanggal 20 Februari 1927 telah diadakan pertemuan, namun
pertemuan ini belum mencapai hasil yang final.
Kemudian pada 3 Mei 1928
diadakan pertemuan lagi, dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan
terakhir ini dihadiri semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan
Kongres pada bulan Oktober 1928, dengan susunan panitia dengan setiap jabatan
dibagi kepada satu organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap
jabatan) sebagai berikut:
- Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
- Wakil Ketua: R.M. Joko Marsaid (Jong Java)
- Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
- Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
- Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
- Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
- Pembantu III: R.C.I. Sendoek (Jong Celebes)
- Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
- Pembantu V: Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi)
Kongres Pemuda Indonesia II
Gagasan penyelenggaraan Kongres
Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota
pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di
tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27
Oktober 1928, di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan
Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan
dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad
Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.
Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu
sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Rapat kedua, Minggu, 28
Oktober 1928, di Gedung Oost-Java
Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan
dan Sarmidi Mangoensarkoro,
berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada
keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik
secara demokratis.
Pada rapat penutup, di
gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan
pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan
nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri,
hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup
diperdengarkan lagu "Indonesia
Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang
dimainkan dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman.
Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres
ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir,
rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.
Peserta
Para peserta Kongres Pemuda II
ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu,
seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong
Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong
Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di
antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa
sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie
namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus
mereka. Sementara Kwee Thiam
Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen
Bond. Diprakarsai oleh AR
Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan
kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Gedung
Bangunan di Jalan Kramat Raya
106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk
pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.
Gedung Kramat 106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan
diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Ali
Sadikin, pada 20 Mei 1973
sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974.
Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI
Jakarta, dan saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Catatan :
Sebelum
pembacaan teks Soempah Pemoeda diperdengarkan lagu "Indonesia Raya"
gubahan W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya.
- Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober
1928 bertempat
di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, pada waktu itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong. - Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir
sebagai peninjau Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda
ada 4 (empat) orang yaitu :
a. Kwee Thiam Hong
b. Oey Kay Siang
c. John Lauw Tjoan Hok
d. Tjio Djien kwie
Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda
1. PEMIKIRAN
MENGENAI BENTUK ORGANISASI
Lahirnya Budi Utomo sebagai perhimpunan kebangsaan Indonesia, segera
disusul dengan berdirinya perhimpunan-perhimpunan kabangsaan yang lain.
Tumbuhnya perhimpunan-perhimpunan kebangsaan tersebut adalah merupakan babak
baru dalam perjuangan bangsa Indonesia. Gerakan mereka sudah mengambil bentuk
lain, yaitu melalui organisasi yang mempunyai azas dan tujuan serta ideologi
baru untuk menciptakan masyarakat baru. Dalam proses pendewasaan, ideologi ini
berkembang menjadi hasrat untuk mendirikan negara nasional.
Pada pemuda pun tidak mau ketinggalan. Tujuh tahun setelah Budi Utomo
berdiri, para pemuda Indonesia pun bangkit, mereka juga membentuk organisasi
yang mereka harapkan dapat berfungsi sebagai penengah solidaritas sosial,
penyalur cita-cita dan pemupuk cita-cita mereka. Organisasi tersebut mereka
maksudkan untuk mendidik kader-kader pemimpin masa mendatang. Karena itu
organisasi tersebut menyediakan forum bagi pendidikan kemasyarakatan, bahkan
secara tidak langsung pendidikan politik dan saluran bagi pemuda untuk saling
berdialog. Forum tersebut dapat menyadarkan para pemuda akan segala kekurangan
mereka baik dibidang organisasi maupun ideal yang mereka punyai.
Pada mulanya bentuk
organisasi-organisasi pemuda tersebut bersiasat kesukuan atau kedaerahan
yang mengutamakan ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan
perhatian terhadap kebudayaan daerah masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada
organisasi-organisasi Tri Koro Dharmo (yang kemudian menjadi Jong Java), Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Pemuda Betawi, Sekar
Rukun dan Pemuda Timor.
Organisasi
pemuda yang pertama muncul adalah Tri Koro Dharmo yang berarti Tiga Tujuan
Mulia yaitu Sakti, Budi, Bakti. Dalam Anggaran Dasarnya dengan jelas disebutkan
tujuan Tri Koro Dharmo yaitu :
1.
Menimbulkan pertalian antara
murid-murid Bumi Putera pada sekolah menengah dan kursus perguruan Uitgebrid
dan Vankondewijs.
2.
Menambah pengetahuan umum bagi
anggota-anggotanya.
3.
Membangkitkan dan mempertajam
perasaan buat segala bahasa dan kebudayaan Indonesia.
2. PEMIKIRAN
MENGENAI BAHASA PERSATUAN
Bahasa Melayu telah lama
dipakai diseluruh Kepulauan Indonesia. Bahasa tersebut dipergunakan untuk
saling berhubungan antara suku-suku bangsa yang ada di Indonesia seperti Jawa,
Sunda, Batak, Aceh, Dayak, Banjar dan lain sebagainya. Demikian juga ketika
orang-orang Eropa datang ke Indonesia, mereka juga mempergunakan bahasa tersebut untuk berhubungan dengan penduduk
Pribumi. Bahkan perjanjian-perjanjian dagang dan politik antara kerajaan-kerajaan
Indonesia dengan Belanda juga memakai Bahasa Melayu. Bahasa ini juga dipakai
dalam penyebaran agama Islam dan Kristen.
Pada mulanya Pemerintah Belanda
bermaksud memakai bahasa pengantar di sekolah-sekolah bumi putera. Tetapi
karena Pemerintah membutuhkan tenaga-tenaga Indonesia yang mampu berbahasa
Belanda maka bahasa Bahasa mulai diajarkan di sekolah-sekolah dan di jadikan
bahasa pengantar disekolah-sekolah. Hal itu terjadi pada awal XX. Dalam
perkembangan lebih lanjut kedudukan bahasa Belanda menjadi sangat penting.
Karena seseorang yang menguasai bahasa tersebut akan dianggap lebih tinggi
derajat dan pengetahuannya. Dengan demikian bergeserlah pandangan masyarakat
saat itu. Untuk mencapai status yang lebih tinggi, banyak orang tua ingin
memasukan anaknya ke sekolah yang mengajarkan Bahasa Belanda. Akibatnya di
kalangan bangsa Indonesia tumbuh segolongan pemuda yang dalam kegiatan
sehari-harinya selalu berbahasa Belanda. Mereka ini tidak berminat lagi
terhadap bahasanya sendiri.
3. PEMIKIRAN
MENGENAI FAHAM KEBANGSAAN
Menguatnya faham kebangsaan
bagi bangsa Indonesia setelah mengukuhkan nama Indonesia menjadi nama tanah air
Indonesia oleh perhimpunan Indonesia di negri Belanda, justru di jantung negeri
penjajah sendiri. Sebelumnya nama yang disebut untuk Indonesia adalah Netherlands Indie (Hindia
Belanda), tanah jajahan Belanda, Insulinde
oleh kolonial Belanda dan penduduknya disebut Inlander (pribumi). Sedang orang Indonesia berbagai nama tetapi
nama Nusantara lah yang paling menonjol. Nama ini pertama kali diperkenalkan
oleh Ki Hajar Dewantara.
Penetapan “Indonesia” menjadi
tanda penunjuk tanah air bukanlah suatu perbuatan khayalan yang lahir secara
tiba-tiba. Penggantian nama ini merupakan garis kelanjutan dari gerakan
kebangsaan yang dipelopori Budi Utomo tahun 1908. Aktivitas itu dibawa oleh
orang Indonesia yang meneruskan pendidikan ke negri Belanda. Dengan melanjutkan
tradisi kekeluargaan didirikanlah Indische
Vereniging (Perhimpunan Hindia) yang bertujuan menjadi tempat pertemuan
orang-orang Indonesia di negeri Belanda.
Mengalirnya orang-orang
Indonesia ke negeri Belanda dengan berbagai kepentingan serta tujuan (meneruskan
pendidikan, menjalani hukuman dan kepentingan lainnya) telah membawa perubahan Indische Vereniging. Pertemuan-pertemuan yang
dilakukan bukan lagi membicarakan hal yang bersifat sosial saja, tetapi telah
beralih ke dalam pembicaraan politik. Pertemuan dan pembicaraan yang terus
berlangsung menumbuhkan rasa persatuan dan mengikat kehendak bersama untuk
mencapai tujuan. Proses penyatuan itu dipercepat lagi oleh pemikiran-pemikiran
kemanusiaan serta seruan-seruan tentang hak asasi manusia dan ditambah lagi
oleh tuntutan kemerdekaan pemuda-pemudi Asia dan Afrika yang juga tanah airnya
terjajah. Kesemua itu telah menjadi bahan renungan bagi pemuka-pemuka Indische Vereniging dan berusaha mencari
jawabannya.
Bersandar pada keinsyapan yang
dalam telah memberi keyakinan bahwa kemerdekaannya, maka pemuka-pemuka Indische Vereniging bersepakat untuk
menentukan nama Tanah Air sebagai pengganti Hindia Belanda. Dan dengan petunjuk
JR. Logan dan A. Bastian ditetapkanlah Indonesia menjadi nama Tanah Air.
Istilah Indonesia pertama kali
diperkenalkan oleh JR. Logan dalam tulisannya yang berjudul, “The Ethnology of Indian Archipelago” dimuat
dalam Journal of India and Eastern.
Menurut JR. Logan, istilah Indonesia sama artinya dengan pulau-pulau atau
kepulauan Hindia, penduduknya adalah bangsa Indonesia. Pada tahun 1884
A.Bastian memakai kata Indonesia dalam judul bukunya Indonesien order die Inslen des malayische Aechipels, yang
dimaksudkan adalah kepulauan Melayu (Hindia) seperti yang telah disebut JR.
Logan tahun 1850. Semenjak itu istilah Indonesia banyak dipakai dalam ilmu
ethnologi, hukum adat, dan ilmu bahasa. Dalam hal ini para guru besar
Universitas Leiden menyebar luaskan istilah Indonesia Indonesier, Indonesisch.
Perubahan nama menjadi
Indonesia menimbulkan perselisihan pendapat antara Muhammad Hatta dengan Douwes
Dekker pada tahun 1923 di Negara Belanda. Menurut Douwes Dekker nama Indonesia
kurang tepat karena primitif. Karena itu iya mengusulkan agar namanya menjadi
Insulinde. Sedangkan Muhammad Hatta mempertahankan pendiriannya dengan alasan,
dipakai Hindia Belanda berarti tanah jajahan Belanda dan kalu diambil Hindia
saja ini sama dengan negeri India dan itu jajahan Inggris. Karena itu Hatta
mempertahankan Indonesia.
Kata Indonesia menjadi nama Ibu
Pertiwi dan sebagai pengenal bangsa, telah mendapat sambutan yang luas terutama
di kalangan Pemuda. Menyambut hal tersenut Jakarta sebagai pusat pemuda-pemuda
telah berperan bersama pemuda Bandung untuk mengukuhkan nama Indonesia sebagai
alat pemersatu.
Pemakaian “Indonesia” oleh organisasi pemuda
diabadikan dalam Sumpah Pemuda II tahun 1928. Kata Indonesia merubuhkan
tembok-tembok organisasi daerah, sehingga menjadi tanah air Indonesia, bangsa
Indonesia dan bahasa Indonesia.
MAKNA SUMPAH PEMUDA BAGI JOKOWI
JAKARTA, KOMPAS.com - Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober punya arti, makna dan
pemahaman yang berbeda badi masing-masing individu, termasuk bagi Gubernur DKI
Jakarta, Joko Widodo.
Baginya pemuda adalah sosok
yang harus memberi inspirasi sebagaimana terjadinya ikrar sumpah pemuda pada
tahun 1928. "Seharusnya pemuda menginspirasi kemajuan kota dan negara,
saat itu 28 Oktober yang lalu, pemuda menginspirasi menuju Indonesia merdeka,
sekarang pun sama," kata Jokowi saat berada di atas panggung acara musik
Inbox di Monas, Jakarta, Minggu (28/10/2012).
Gubernur ke-17 yang memimpin
ibukota ini juga mengimbau untuk tetap membina persatuan. Ia juga menyampaikan
imbauannya pada seluruh pemuda ibu kota, khususnya para pelajar untuk tidak
lagi melakukan perkelahian antar pelajar.
"Jangan tawuran lah,
enggak boleh tawuran lagi. Semuanya satu bangsa dan negara. Ini harusnya
pemuda, dari Sabang sampai Merauke jaga persatuan kita, harus sadar satu Bangsa
dan Negara, enggak ada lagi tawuran-tawuran," tegasnya.
Di sisi lain ia tetap bangga
dengan pemuda kini yang ia yakini penuh dengan semangat. "Ya saya bangga
pemuda sekarang punya spirit, semangat. Ya sama-sama memajukan bangsa dan
negara," tutupnya.
APA ARTI SUMPAH PEMUDA BAGI
DIRIKU
Oleh Ny. Sujatin Kartowijono
Agak lama saya
mempertimbangkan, apakah ada guna dan manfaatnya bila saya ungkapkan perasaan
dan pengalaman saya sekitar terjadinya tercetusnya “Sumpah Pemuda” pada tanggal
28 Oktober 1928 di Jakarta. Sebab pada saat itu saya diam di Yogyakarta dan
hany membaca berita itu dari surat-surat yang saya terima dari kawan-kawan di
Jakarta. Tetapi setelah saya pertimbangkan pengaruhnya yang besar, baik pada
diri pribadi saya mapun pada angkatan muda umumnya di luar Jakarta, saya kira
ada manfaatnya untuk diketahui oleh Generasi sekarang.
Sebagai seorang sisiwa, saya
sejak disekolah menengah masuk perkumpulan “Jong Java” dan menjadi anggota pengurus
cabang Jong Java bersama dengan alm. Sdr. Yusupadi. Kongres Pemuda di Jakarta
pada tahun 1926 yang mulai membicarakan Semangat Satu Negara Satu Bahasa dan
Satu Tanah Air telah saya ketahui lewat kawan-kawan, lagu Indonesia Raya pun
mulai saya kenal. Dari surat-surat kawan-kawan di Jakarta saya ketahui tentang
niat untuk mengikrarkan semacam Sumpah pada akhir Oktober 1928. Maka saya
bersama-sama kawan di Yogyakarta menunggu dengan hati yang berdebar-debar
peristiwa yang sangat penting itu. Kami memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha
Tahu, supaya melindungi pemuda-pemuda di Jakarta sebab kami khawatir juga
Pemerintahan Belanda akan menghalang-halanginya. Pengalaman saya dalam
rapat-rapat umum Pemimpin-pemimpin nasional seperti alm. Bung Karno, alm. Ki Hajar
Dewantara dan lain-lain selalu mendapat tegoran dari pihak polisi Belanda,
bahkan adakalanya rapat dibubarkan jika pembicara-pembicara menyinggung soal
Indonesia Raya dan sebagainya.
Dapat dibayangkan betapa
berdebar-debar hati saya dan kawan-kawan ketika “Sumpah Pemuda” telah
dicetuskan dan kami bersama Angkatan Muda semua mempunyai bendera Merah Putih
dalam buku kami, lagu Indonesia Raya pun mulai di kalangan pemuda dinyanyikan.
Pada tahun 1928 saya sudah
masuk perkumpulan Wanito Utomo dan menjadi anggota pengurus juga, ketuanya
adalah Ibu Soekonto, juga saya menjadi ketua dari perkumpulan guru wanita yang
bernama Putri Indonesia. Setelah Sum[ah Pemuda di dengungkan maka kami merasa
pula bahwa kaum wanita harus dibangkitkan dari keadaan yang masih agak pasif
dan diberi semangat nasional. Maka pada suatu waktu oleh organisasi Putri
Indonesia diputuskan, supaya mengadakan suatu pertemuan antara kaum wanita.
Gagasan ini saya bawa kepada beberapa pemimpin alm. Ki Hajar dan Nyi Hajar
Dewantoro, Dr. Soekiman, ibu Sokonto dan lain-lain. Ki Hajar dan Nyi Hajar
Dewantoro sangat menyetujui gagasan itu dan memberikan bantuan besar dalam
Pelaksanaannya. Ibu Sokonto bersedia menjadi ketua panitia pertemuan itu, Dr.
Soekiman memberi bantuan moral yang besar maka dibentuklah Panitia Kongres
Pertemuan Indonesia yang meliputi perkumpulan-perkumpulan wanita di Yogyakarta
dan mengadakan Kongresnya tanggal 22 Desember 1928 jadi ± 2 bulan setelah
Sumpah Pemuda.
Dalam kongres itu untuk pertama
kali dikibarkan secara resmi Sang Merah Putih diiringi lagu Kebangsaan
Indonesia Raya. Juga bahasa Indonesia dipergunakan dalam sambutan dan uraian.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa kongres itu merupakan “Tonggak dalam
Sejarah Nasional Pergerakan Wanita”.
MAKNA BARU SUMPAH PEMUDA
Oleh Puti Guntur Soekarno
Segala yang terjadi dalam hidup
kita saat ini memberikan petunjuk bahwa tekad tentang tanah air, bangsa, dan
bahasa yang satu memerlukan makna baru atas situasi yang kita hadapi. Sejarah
layak menjadi penerang masa depan, tetapi tidak untuk membebani kita dengan
masa lalu.
Merayakannya dengan sekadar
mengangkat simbol masa lalu dan menempatkannya sebagai kritisisme atas
kehidupan masa kini hanya akan menempatkan kita pada bayangan romantisisme
sejarah berhadapan dengan realitas kekinian yang memiliki tantangan lebih besar
dan kompleks.
Referensi :
2.
R.Z. Leirissa, S.
Sutjianingsih, G.A. Ohorela, Suryo Haryono, Muchtarudin Ibrahim, sejarah pemikiran tentang sumpah pemuda, Jakarta,
1989, hal.
4.
bunga rampai soempah pemoeda/ dihimpun oleh yayasan gedung-gedung bersejarah Jakarta. – Jakarta : Balai
Pustaka, 1986, hal. 68.
8.
Makna
sumpah pemuda
Oleh: Nurul Yuliana
Usaha Jasa Pariwisata 2012
terima kasihhhhhhhhhhhhhhhhhh
BalasHapus