Minggu, 30 Desember 2012

Sejarah Kapal-kapal yang singgah di sunda kelapa 16-17 M (UAS)


Sejarah sunda kelapa 
 

Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata  karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan yang dikelola oleh perusahaan yang tidak disertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.
Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektar serta luas perairan kolam 16.470 hektar, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.
Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.
Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.
Di sebelah selatan pelabuhan ini terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu pelabuhan ini direncanakan akan menjalani reklamasi pantai untuk pembangunan terminal multifungsi Ancol Timur sebesar 500 hektar.


Kapal-kapal yang singgah di sunda kelapa 16-17 M
informasi mengenai berbagai macam jenis kapal yang singgah di pelabuhan Sunda Kelapa didapatkan dari berita Belanda dan pahatan pada bangunan Belanda dari abad 17 M. Kapal-kapal yang pernah singgah di pelabuhan Sunda Kelapa antara lain kapal dari Eropa seperti kapal layar dari Belanda dan kapal Galleon Inggris. Sedangkan dari berbagai daerah di Nusantara banyak menggunakan perahu layar karena dapat berlayar dengan cepat, mudah  dan memuat banyak barang. Perahu layar tersebut di antaranya adalah perahu majung, perahu kitir, lanchara (lancaran - perahu dengan satu tiang dan bisa didayung) dan jung-jung dari Cina. Selain perahu-perahu tersebut juga terdapat kapal perang yang panjang dan dangkal atau pangajava untuk membawa dagangan dari Sunda ke Malaka.
Sumber tertulis Cina dapat memberikan sedikit informasi mengenai kapal-kapal Cina yang datang ke Batavia. Kapal-kapal Cina (jung) yang singgah di Batavia umumnya memiliki tiga layar dengan berbagai ukuran, dari dua ratus sampai delapan ratus ton. Terbuat dari kayu dan dipersenjatai dengan lengkap untuk mengantisipasi serangan perompak. Van Leur menceritakan mengenai pasokan komoditi Cina bahwa armada dagang Cina di Batavia,
 pada 1625 mempunyai tonase seluruhnya lebih besar dari tonase seluruh armada Kumpeni Belanda. Sementara itu, berdasarkan berita tertulis Inggris dapat diketahui nama-nama kapal yang berlabuh di Sunda Kelapa pada saat melakukan penyerangan terhadap Jayakarta adalah kapal-kapal dari Inggris di antaranya kapal Globe, Samson, Thomas, Unicorne, Rose, Black Lio, James Royall, de Hont, Britten dan kapal Peppercorne. Sedangkan kapal-kapal Belanda antara lain Wapen van Amsterdam, Golden Lion, Devil of Delft, Moone, Clove, Sunne, dan Bergeboat.

Abad ke-19, Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota Batavia saat itu sebenarnya sedang mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi),  sejak dibukanya Terusan Suez pada 1869  yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain itu Batavia juga bersaing dengan Singapura yang dibangun Raffles sekitar tahun 1819. Maka dibangunlah pelabuhan samudera Tanjung Priok, yang jaraknya sekitar 15 km ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan kereta api pertama antara batavia- Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya.
Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar Menara Syahbandar yang ditinggali para elit Belanda dan Eropa menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling Batavia bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.

Abad ke-20, Pada masa pendudukan oleh bala tentara Dai Nippon yang mulai pada tahun 1942, Batavia diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama ini tetap dipakai oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Kemudian pada masa Orde Baru,nama Sunda Kelapa dipakai kembali. nama Sunda Kelapa dipakai lagi secara resmi sebagai nama pelabuhan. ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar yang bernama muara angke . 
Sunda Kelapa sekitar pertengahan abad ke-20 
Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di Jakarta, Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara .

Meskipun sekarang Sunda Kelapa bernama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah ikon kota Jakarta yang hari jadinya  pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Kalapa, nama aslinya, merupakan pelabuhan kerajaan Pajajaran yang ibukota di Pakuan (sekarang kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Pajajaran, yaitu kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara waktu itu pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera.
Pelabuhan Kalapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa, Kalapa diperebutkan antara kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama pelabuhan Kalapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno Kalapa kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini dalam bentuk "Sunda Kelapa".

Masa kolonialisme Belanda, Kekuasaan Demak di Jayakarta secara singkat. Pada akhir abad ke-16, bangsa Belanda mulai menjelajahi dunia dan mencari jalan ke timur. Mereka menugaskan Cornelis de Houtman untuk berlayar ke daerah yang sekarang disebut Indonesia. Eskspedisinya walaupun biayanya tinggi dianggap berhasil dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan. Dalam mencari rempah-rempah di Asia Tenggara, mereka memerlukan basis pula. Maka dalam perkembangan selanjutnya pada tanggal 30 Mei 1619, Jayakarta direbut Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen yang sekaligus memusnahkannya. Di atas puing-puing Jayakarta didirikan sebuah kota baru. J.P. Coen pada awalnya ingin menamai kota ini Nieuw Hoorn (Hoorn Baru), sesuai kota asalnya Hoorn di Belanda, tetapi akhirnya dipilih nama Batavia. Nama ini adalah nama sebuah suku Keltik yang pernah tinggal di wilayah negeri Belanda dewasa ini pada zaman Romawi.

Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada masa awal ini dibangun dengan kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah zaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.
Sunda kelapa pelabuhan terbesar di pantai utara
Sejak abad IV, Sunda Kelapa sudah dikenal sebagai kota pelabuhan. Namun, perannya di kawasan pantai utara Jawa semakin penting pada abad IX hingga XV. Menurut naskah kuno, nama bandar ini adalah Kalapa, tetapi para pelaut Portugis menyebutnya Sunda Kelapa. Letaknya di Teluk Jakarta, terlindung oleh pulau-pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu. Secara alamiah, keadaan ini amat menguntungkan untuk sebuah bandar. Kapal-kapal yang berada di sini dapat berlabuh dengan tenang dan aman. Selain itu, posisinya yang berada di muara sungai amat strategis, karena dapat mempercepat hubungan pelayaran serta perdagangan antara daerah pesisir dan pedalaman.
Inilah bandar terbaik yang dimiliki Kerajaan Sunda (Hindu) Padjajaran. Sebagai pelabuhan utama yang menguasai industry hilir hingga hulu, Sunda Kelapa menjadi pusat penyalur hasil produksi dari pedalaman maupun dari bandar-bandar lainnya, dan kemudian mendistribusikannya ke luar negeri melalui jaringan perdagangan  dan pelayaran internasional. Pelabuhan yang termasuk dalam jalur sutera laut ini selalu dikunjungi para pedagang dari mancanegara. Kota pelabuhannya pun dikenal tertib dan teratur. Bahkan telah memiliki pengadilan yang lengkap, berikut dengan hakim dan paniteranya.
Pada 1526, Sunda Kelapa dikuasai oleh Kerajaan Demak-Cirebon yang sebelumnya telah menduduki Banten. Pada masa itu namanya menjadi Jayakarta. Kedudukannya sebagai bandar terbesar dan terpenting perlahan-lahan mulai memudar karena digantikan oleh Banten. Secara politis maupun ekonomis, peranan bandar ini pun menjadi tenggelam, namun tetap diperhitungkan sebagai daerah penyangga Banten. Pelabuhan ini tetap disinggahi kapal yang membutuhkan bahan makanan dan air minum.
Keadaan pelabuhan ini menjadi hidup kembali saat Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) menguasai bandar ini. Setelah melihat tempat-tempat yang tepat sebagai titik temu kegiatan perdagangan di Asia, dari Koromandel sampai Cina, perusahaan dagang Belanda ini menjatuhkan pilihan ke Jayakarta. Maka pada 1619 , Jayakarta berubah menjadi Batavia. Di tempat ini kemudian dibangun pusat militer dan administrasi oleh Jan Piterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC.  Batavia menjadi kota pelabuhan yang berkembang pesat dan dihuni puluhan ribu orang dari berbagai bangsa.
Sunda kelapa dan batavia masa VOC
Di bawah kekuasaan VOC  Sunda Kelapa berkembang lebih pesat lagi menjadi sebuah pelabuhan transit internasional dan Batavia menjadi Bandar terpenting di Asia. Pada Kala itu Batavia telah menjadi urat nadi jaringan perniagaan yang terentang dari Jepang sampai Afrika dan dari Ternate hingga Bandar Surat di Teluk Arab. Sebagai sebuah kota pelabuhan transit internasional, Batavia dengan pelabuhan Sunda Kelapanya dapat memberi berbagai barang dagangan ke negara-negara Eropa dan dari berbagai daerah Nusantara maupun negara di Asia lainnya (contohnya Cina dan India)  dengan komoditas perdagangan seperti kain sutra, the, kopi, tembakau, rempah-rempah, arak (tuak) serta berbagai jenis keramik. Kejayaan Pelabuhan Sunda Kelapa inilah yang secara langsung menjadi faktor utama pesatnya Batavia di masa kekuasaan VOC.dan Tidak hanya itu, dengan adanya Sunda Kelapa ini, Batavia juga ikut membantu kemajuan perekonomian Belanda. Setiap tahunnya Batavia mengirimkan pemasukan dalam jumlah yang cukup besar yaitu 4 juta Gilders ke Belanda. Berkat pelabuhan ini pula, lalu kemudian sekarang Batavia berkembang menjadi kota yang maju, banyak sekali pengusaha yang menjadi kaya di kota ini. Dengan kanal-kanalnya yang dialiri air yang jernih serta bangunan indah dan megah yang mengisi kota, membuat Batavia memiliki julukan Ratu Dari Timur (Koningen van Het Oosten) dan menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara lain khususnya negara di Eropa untuk datang dan berkunjung ke Batavia seperti Inggris, Perancis, dan negara-negara Skandinavia seperti Swedia, pada tahun 1732-1733 dengan kapal Götheborg dalam pelayaran pertamanya menuju Canton (Cina) tertarik untuk singgah di Batavia. 

NAMA : Anggita Putri Ulfa 
NIM     : 4423125868



Tidak ada komentar:

Posting Komentar