Rabu, 09 Januari 2013

Armada Dagang Bugis, Abad ke - 15


 ARMADA DAGANG BUGIS, ABAD ke - 15


Sedikit asing mengenal ‘Armada Dagang Bugis’ dalam sejarah, tetapi ini adalah perdagangan sekitar abad ke 15 yang ada di Indonesia. Perdagangan yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan, tepatnya Bugis. Pelayaran pada daerah Makassar dan Bugis sudah mulai luas, hampir meliputi perariran di Nusantara. Pada abad ke – 15 orang-orang Makassar dan Bugis hamper menyelesaikan pelayarannya mengelilingi Nusantara dengan cara berlayar sambil berdagang. Makassar adalah pusat perdagangan di Indonesia pada bagian timur. Didukung oleh letak yang sangat strategis, yang dapat menghubungkan dengan wilayah Jawa, Malaka dan Maluku. Pelayaran pada masyarakat Makassar dan Bugis bersifat tradisi, sudah menjadi adat istiadat dan turun menurun. Tradisi membuat perahu phinisi sendiri untuk dibuat berlayar.

    Tapi jika kalian tahu, kehidupan masyarakat Bugis yang pada mulanya merupakan masyarakat agraris kemudian bermigrasi sejak jatuhnya Makassar pada tahun 1666. Di perantauan, orang-orang Bugis terkenal sebagai pelaut ulung, serdadu bayaran, dan penguasa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara. Peran dan kiprah mereka, telah mewarnai perjalanan sejarah Indonesia.

Menjadi bajak laut dan serdadu bayaran, merupakan dua profesi utama perantau Bugis. Kiprah bajak laut dan perompak Bugis, agak samar-samar terdengar. Di kalangan ahli dan sejarawan, eksistensi mereka sempat menjadi perdebatan. Namun Bernard Vlekke, dalam bukunya : Nusantara, Sejarah Indonesia, melukiskan keberadaan armada perompak Bugis yang banyak berkeliaran di perairan Indonesia. Mereka bercokol di dekat Samarinda, dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal antar-mereka. Walau kiprah lanun Bugis tidak lebih hebat dari orang-orang Moro, namun serangan sporadis yang mereka lancarkan, kerap menjadi momok menakutkan bagi perusahaan dagang Belanda (VOC).

         Perdagangan di wilayah timur sempat dikuasai oleh Makasaar, pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Masa pemrintahan beliau juga tidak berjalan mulus, banyak kejadian-kejadian hingga terjadinya perang. Akibat adanya konflik-kinflik ini, terciptalah armada dagang VOC di Somba Opu. VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) adalah persekutuan dagang perusahaan-perusahaan Belanda. Tetapi armada dagang ini tidak berkembang pesat, justru mengalamin penurunan karena kekurangan modal. Akibatnya daya jual dapat dikalahkan oleh armada dagang Eropa yang lain. Demikian nama VOC pun larut, karena perang dengan Malaka.
        Peperangan antara pedangang-pedagang asing merusak tata niaga yang ada di daerah Makassar, mereka berfikir bahwa Belanda lah penyebabnya. Oleh karena itu Sultan Hasanuddin membantu aliansi Eropa melawan pasukan Belanda dalam peperangan, bantuan ini dipandang sebagai perang terbuka oleh kompeni. Peperangan ini terjadi selama puluhan tahun, sehingga terjadi kekalahan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar. Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:

  1. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar. 
  2. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar. 
  3.  Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar. 
  4. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Walaupun perjanjian sudah tertanda tangani, Belanda tetap saja mengutus pasukannya untuk menghancurkan Makassar. Pelabuhan Makassar dianggap menyaingi perniagaan dari VOC, oleh sebab itu VOC memiliki permintaa kepada Sultan Hasanuddin untuk mengontrol jalur perniagaan laut. Permintaan tersebut ditolak oleh Sultan Hasanuddin, sehingga dia mengatakan :

Tuhan telah menciptakan bumi dan lautan, telah membagi-bagi daratan di antara  umat manusia. Tetapi mengaruniakan laut untuk semuanya. Tak pernah  kedengaran larangan buat siapapun untuk mengarungi lautan.”


DIORAMA 11
MONUMEN NASIONAL


Sudah sejak lama perniagaan di laut Asia Tenggara menerapkan pasar bebas, jadi pihak penguasa hanya mengontrol keamanan laut dan pelabuhan dengan menarik cukai atas bermacam mata dangan. Sejak kekalahan Makassar, saudagar-saudagar yang ada di Makassar merantau ke pelosok perairan Nusantara. Ini semua diketahui karena cerita tentang pengembaraan Sawerigading dapat member petunjuk luas tentang daerah yang dikujunginya. Luasnya daerah yang sudah dikunjungi masyarakat Makassar terlihat jelas pada tulisan tentang ‘Hukum Amanna Gappa’ dan peta laut Bugis. Dari bukti-bukti ini kita tahu pelayaran mereka sampai ke Aceh, Kedah, dan Kamboja, ke timur sampai ke Kei dan Ternate, ke utara sampai pulau Filiphina dan Kalimantan Utara.

Didalam hokum Amanna Gappa, terdapat 21 pasal yang merupakan penyempurnaan dari Muhammad Ibnu Badwi. Adanya Hukum Laut dan Pelayaran Amanna Gappa, sebagai berikut:

  • Pasal Pertama

Amanna Gappa
Menjelaskan tentang sewa bagi orang-orang yang berlayar dan berdagang, antara lain seseorang yang berlayar atau berdagang dari Makassar Bugis, Paser, Sumbawa, Kaili Menyu Ace, Kedah, Kamboja, maka sewanya tujuh rial dari tiap-tiap seratusnya. Maka uang yang digunakan saat itu adalah rial merupakan mata uang yang juga dibawa oleh para pedagang. Barang-barang saat itu dari tiap jenisnya itu selalu dianggap 100 %, hal ini berarti bahwa orang-orang dahulu telah menerapkan sistem persenan dalam tiap kegiatan dagang. Selanjutnya,… 

  • Pasal Kedua

Perahu yang disewakan kepada yang bukan teman pemilik perahu maka sewa perahu dibagi dua, sebagian untuk yang punya perahu dan sebagian untuk nakhoda bersama juru mudi dan juru batu. Adapun jika yang membawa perahu adalah teman dari pemilik perahu maka sewa dibagi tiga. Satu bagian untuk juru mudi dan juru batu dan dua bagian untuk yang punya perahu.
Mengenai bagian yang bukan teman lebih banyak dari pada yang teman pemilik perahu, karena ini erat kaitannya dengan hubungan kekearabatan yang terjadi dimana terkadang seseorang lebih mudah saling mengatur jika erat kaitannya, dibanding tidak memiliki hubungan sama sekali. Mengenai bagian…

  • Pasal Ketiga

Dagangan yang kembali di negeri yang dituju dikenakan sewa separuh kecuali dia terus dan ada negeri yang dituju, maka dia membayar sewa penuh; sesuai dengan sewa negeri yang disinggahi. Apabila dia pindah perahu padahal perahu yang telah ditumpanginya memiliki arah tujuan yang sama , maka nakhoda yang ditinggalinya berhak meminta sewa dari kelasi sebanyak sewa ke negeri yang ditujunya. Terkecuali jika dia tidak bermaksud ke negeri yang pernah ditujunya semula, meski searah haluan maka tidaklah diminta sewa.
  • Pasal Keempat

Macam-macam kelasi ada 4 yakni kelasi tetap, bertugas menjaga kapal dan tidak boleh meninggalkan perahu selama dalam pelayaran , yang kedua kelasi bebas, ketiga kelasi penumpang dan terakhir orang yang menumpang. Nakhoda tidak diperkenangkan menerima kelasi, kalau belum ada persetujuan tentang barang, baik yang membutuhkan ruangan luas maupun barang tapi yang telah dijanjikan.

  • Pasal Kelima

Kerusakan yang ada pada perahu menjadi tanggung jawab juru mudi dan juru batu, keduanya berhak memberikan perintah perbaikan perahu kepada kelasi.

  • Pasal Keenam
Syarat-syarat nakhoda perahu ada 15 yakni :

1. Memiliki mental, dan senjata baik senjata berat dan ringan yang berfungsi untuk mempertahankan diri dari berbagai ancaman.
2. Memiliki perahu yang kuat untuk berlayar, demi mengantisipasi ancaman badai dan berbagai masalah di laut.
3. Teliti dan rajin, sehingga mampu mengawasi dan menjadi teladan bagi anak buahnya.
4. Memiliki modal, untuk menyewa kapal maupun membayar denda jika terjadi kesalahan.
5. Mampu mengawasi kelasinya.
6. Mampu menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu.
7. Mampu menerima saran dan kritik.
8. Memiliki integritas dan kejujuran.
9. Menerima kelasi dengan memperlakukannya sebagai anak, sehingga ia bisa menjadi pengayom diantara kelasi yang lain.
10. Senantiasa memberi pelajaran kepada kelasi tentang alat-alat pelayaran tanpa ada rasa jenuh.
11. Sabar
12. Disegani
13. Mampu mengurusi dagangan kelasinya
14. Bisa mengkongsi perahunya
15. Mengetahui jalur pelayaran yang dituju

  • Pasal Ketujuh

    Cara bejualan baik dengan menggunakan perahu, berwarung atau bersaudagar ada lima macam yaitu :
1. Berkongsi sama banyak, yakni memikul bersama keuntungan atau kerugian yang jika terjadi kerusakan dalam berjualan
2. Samatula , yakni yang punya barang yang memikul segala kerusakannya apabila barang cacat, tetapi jika bukan cara berjualan yang salah maka si pembeli yang menanggungnya
3. Utang tanpa bunga. Si pemberi utang hanya menagih utang jika telah sampai waktunya
4. Utang kembali, harga barang ditetapkan terlebih dahulu, dan akan dibayar jika barang telah laku terjual. Jika tidak laku maka barang dikembalikan.
5. Kalula, orang yang dipercaya menitipkan barang
    Kerusakan yang dipikul bersama ada 3 macam :
    1. Rusak di lautan
    2. Dimakan api
    3. Kecurian
    Kerusakan yang tidak dipikul bersama ada 7 macam :
    1. Dijudikan
    2. Dipelacurkan
    3. Dipergunakan beristri
    4. Diboroskan
    5. Dipinjamkan
    6. Dimodalkan
    7. Diberikan untuk makan

  • Pasal Kedelapan

Orang yang meminjam barang di pasar atau dalam pelayaran, di luar pengetahuan keluarganya lalu ia ,meninggal, maaka keluarga tidak boleh ditagih dan mereka tidak patut membayar. Kecuali jika ia pernah bertemu keluarganya dan pernah diberitahu tentang utang tersebut. Maka wajiblah si isteri dan keluarganya membayar.

  • Pasal Kesembilan

Barang dahulu diwarisi kepada anak dahulu, barang dibelakang diwariskan kepada anak dibelakang begitu seterusnya. Baik atau maupun keuntungan. Mengenai pewarisan barang tidak boleh dikembalikan kalau harga diputuskan dan belum diperdagangkan. Jika telah diperdagangkan dan ada yang kurang atau ada yang robek, maka yang kurang ditambah dan yang robek diganti. Pembelian tidak boleh dibatalkan.

  • Pasal Kesepuluh

Adapun orang yang bertengkar dengan sesama pedagang dan ma¬sing-masing telah sampai kepada orang tua , yang caranya bertindak sama juga dengan caranya pengadilan, yakni mendengar pembicaraan kedua belah pihak dan saksi kedua belah pihak dan juga keadaan serta kelakuan kedua belah pihak. Jikalau kedua belah pihak (telah menjalani pemeriksaan) dan ternyata keadaannya sama, maka hukum Tuhanlah yang dijalankan terhadap mereka. Jikalau…

  • Pasal Kesebelas

Adapun pelayar, bila ada pertengkarannya dalam pelayaran, selesaikanlah terlebih dahulu. baru perkenankan mereka naik ke darat. Dimana saja api jadi, di situ juga padam. Jikalau me¬reka didalam pelayaran berselisih nakhodalah yang menyelesaikan persoalannya. Janganlah dibawakan kesusahan dari luar kepada pemimpin negeri tentang soal pelayaran. (Kecuali per¬selisihan terjadi di daratan, maka di sana jugalah diselesaikan oleh pemimpin negeri) , sebab tiap-tiap negeri yang engkau singgahi, mempunyai hakim.

  • Pasal Keduabelas

Adapun peraturan yang ditentukan mengenai bagi laba, 7 macam yang tidak dipikul bersama dengan yang empunya jualan: 
1.     Jangan digunakan berlacur
2.     Jangan dimodalkan
3.     Jangan dipinjamkan
4.     Jangan digunakan untuk kawin
5.     Jangan digunakan untuk berjudi
6.     Jangan digunakan untuk mengisap madat
7.     Jangan diboroskan

  • Pasal Ketigabelas

Adapun hal orang yang berutang, empat macamnya:
1. Orang yang berutang
2. Orang yang menyanggupi (membayar utang orang yang disanggupinya)
3. Orang yang dijadikan penanggung
4. Orang yang mengantar, itu jugalah orang yang mempertemukan
Orang yang meminjam, dia sendirilah yang membayar. Pada hal orang yang menyanggupi, bukan dia yang meminjam, akan tetapi dia yang membayar, bila sampai waktunya (dan si peminjam) belum membayar. Adapun (seorang) to'do', tidak boleh ditagih kecuali jikalau orang yang menjadikan dia to'do' meninggal atau menghilang, maka wajiblah to'do' membayar. Dari itu maka ada pribahasa yang mengatakan : “Orang yang menyanggupi, lehernya diikat, orang yang dijadikan to'do', kakinya diikat".

  • Pasal Keempatbelas

Adapun orang yang berutang, jikalau telah habis hartanya dijadikan pembayar (utang) dan masih belum cukup untuk menjadi pembayar, maka dia memperhambakan dirinya untuk menutup kekurangan itu. Hal inilah yang dinamai riukke' ponna. Tidak boleh lagi ditagih, walaupun dia mendapat kebaikan sesudah dicabut pohonnya beserta akarnya. Dia membayar dengan memperhamba diri; yang empunya barang tidak boleh lagi menuntutnya.

Adapun orang yang mengambil utang berbunga, ialah yang dinamai riraung cempa (dipetik sebagai daun asam) yakni, telah dipetik daunnya dan bila tumbuh daunnya (kembali) dipetik lagi. Begitulah buruknya di dunia. Adapun akibatnya diakhirat, tidaklah terkatakan: bunganya berbunga. Janganlah tetapkan harga diri (sipeminjam). Jikalau telah kau perbudak dia, telah kau cabut pohon¬nya beserta akarnya, jangan dipetik, (lagi) (dimintai bunga). Tidak boleh lagi ditagih bila dia kelak mendapat kebaikan. Hanya utangnya saja yang dibayarnya, tidak lagi membayar bunganya . Adapun…

  • Pasal Kelimabelas

Adapun budak jikalau disuruh membawa barang jualan dan dia melakukan kesalahan dalam pelayaran, jikalau engkau (nakhoda) merebut barang jualannya, pada hal tidak ada perwakilan padamu dari orang yang menyuruhnya dan rusak dalam tanggunganmu, kamu harus menutupinya (membayar harga kerusakan itu). Engkau baru luput, bila barang itu telah tiba pada yang empunya jualan. Kalau memang ada perwakilan (padamu) lalu engkau mensitanya, maka dialah (siempunya barang) menanggung baik-buruknya. Sama halnya dengan orang yang membawa jualan, dalam keadaan rusak, menurut peraturan bagi laba sama.

  • Pasal Keenam Belas

Adapun pedagang yang meninggal dalam pelayaran, carilah ahli warisnya, yang tidak akan merusak (menghilangkan barang orang yang meninggal itu). Dudukkanlah beberapa orang untuk hal itu, lalu serahkan (harta bendanya), supaya engkau saling menyaksikannya. Adapun kesukarannya, taksirlah (harga) barang itu, (lalu) dijadikanlah wang dan sesudahnya terimakanlah kepadanya, lalu engkau masing-masing mencatatnya dalam bukumu. Jikalau…

  • Pasal Ketujuh Belas

Adapun bayar-membayar (bagi) orang yang saling berutang, baik bagi laba maupun lain-lain (macam) utang-piutang, (kalau) wang yang dipinjam, maka uang yang dibayarkan, (kalau) barang jualan yang dipinjam, jualan yang dibayarkan. Jikalau…

  • Pasal Kedelapan Belas

Adapun yang dinamai kalula, ialah, dia dan keluarganya tidak menanggung kerusakan jualan, akan tetapi hanya menunggu belas-kasihan semata-mata. Jikalau rusak karena bukan cara jualan yang dilakukannya, maka kalula yang membayarnya, tidak sampai kepada keluarganya; (jadi) hanya dirinya sendiri yang menanggung utang. Dari itu maka hanya orang yang merdekalah yang dijadikan kalula. Oleh karena tidak boleh luput dari peraturan. Hanya mencarikan jalan sekadar mendapat pembayar untuk membayar utangnya.

Perantauan Masyarakat Bugis
  •  Pasal Kesembilan Belas

Adapun ana'guru yang mengambil utang dari orang lain di luar pengetahuan gurunya, maka habis yang dipinjamnya itu, gurunya tidak wajib membayar. Jika budaknya saja disuruh menjaga jualan, maka (budak itu) pergi juga berutang pada orang lain dan sebelum habis laku (barang yang dipinjam itu) telah bertukar rupa , apalagi kalau hilang, atasannyalah yang membayar. Oleh karena kepercayaannya (kepada budak itu) lebih dahulu dari pada disuruhnya (dia) menjaga. Akan tetapi (pada umumnya) budak tidak boleh diberi meminjam tanpa pengetahuan tuannya.

  • Pasal Kedua Puluh

Adapun orang yang dipungut di lautan, sekalipun (telah) terdampar pada sebuah pulau, akan tetapi ternyata sama sekali tidak ada sesuatu apa yang dapat menghidupkannya (di pulau itu), sama juga halnya dengan orang yang dipungut di tengah lautan. (Pada orang yang demikian itu) dibebankan bayaran menurut harga pasar tiap-tiap orang (yang dipungut di tengah lautan). Jikalau mereka terdampar pada sebuah gosong, dimana ternyata ada yang dapat menghidupkannya, hanya empat rial diminta dari tiap-tiap orang. Jika memang tidak ada perjanjianmu nakhoda, lalu dia yang dipungut itu pergi keadat, maka putusan adatlah yang diikutinya.

  • Pasal Keduapuluh Satu

Amanat Amanna Gappa, kepala seluruh orang Wajo di Ujung Pandang, telah disetujui oleh kepala seluruh orang Wajo di Sumbawa, di Paser, pada waktu mereka duduk mengadakan pertemuan (di Ujung Pandang). (Amanat tersebut) dicantumkan di dalam buku, supaya diikuti turunan mereka, diwarisi oleh anak cucunya dan oleh seluruh pedagang yang lain. Ada dua golongan yang hendaknya diperhatikan baik-baik : orang yang meminjam dan orang tempat meminjam.

Adapun cara memperhatikannya: jangan mengambil utang bagi laba pada orang yang lebih berpengaruh dari pada engkau dan juga jangan beri dia berutang bagi laba. Adapun keburukannya, sering dia tidak mau mengikuti peraturan bea perdagangan. Jikalau kau berikan utang bagi laba, sesuaikanlah dengan harta miliknya beserta (harta) keluarganya dan (harta) golongan keluarganya yang dekat.Sebabnya, jikalau beroleh kerusakan dan tidak cukup pembayarannya, adalah yang dilihat (menjadi tanggungan bagi) barangmu.

Perairan Bugis
Adapun caranya orang berutang-piutang, baik bagi laba, maupun samatula, baik utang biasa tanpa bunga dan segala utang-piutang yang lain-lain, jikalau yang empunya piutang yang meminjamkan barang berkeras mau menerima (bayaran), maka (hendaklah) ditaati peraturan yang sudah ditetapkan. Jikalau yang berutang membayar dan masih belum mencukupi pembayarannya, maka ditaksirlah harga segala barang miliknya sendiri.
Jikalau telah habis harta miliknya dibayarkan dan masih belum mencukupi pembayarannya, maka lunaslah utangnya. Tidak boleh lagi ditagih, meskipun ada rezeki dikaruniakan oleh Allah Ta'ala sesudah dibayarkan harta miliknya. Tidak boleh (pula) ditagih lagi, oleh karena dia sebagai orang yang merdeka seperti kita, tidak boleh keluar dari lingkungannya (tidak boleh sesama kita merdeka dipaksakan mencari wang di luar lingkungannya dengan mem-perhambakan dirinya). Apa lagi jangan dipikir akan kemungkinan untuk dibuang ke Jawa , artinya: jangan ditaksir harga diri orang itu. Jikalau engkau tidak menghendaki kurang piutangmu, janganlah engkau cabut pohonnya beserta akarnya. Tunggulah tumbuhnya (tunggulah rezekinya dikemudian hari), harapkanlah itu atau berikanlah dia dagangan untuk dijadikan mata pencahariannya. Mudah-mudahan kamu sama bertuah dan terkabul doamu sama-sama dikasihani dan dikaruniai rezeki oleh Allah Ta'ala, sehingga ada yang dibayarkannya kepadamu untuk melunaskan segala utangnya."

Tun Abdul Razak

      Kapal pinisi menjadi simbol masyarakat Bugis dalam mengarungi lautan Nusantara. Salah satu contoh perantau Bugis yang sukses adalah Tun Abdul Razak. Sebagai tanda bahwa dirinya adalah perantau dari bugis yang terkenal sebagai pelaut ulung, beliau memajang replica kapal pinisi berukuran sedang. Bukan hal yang aneh jikalau seorang perantau dari Bugis menjadi orang sukses, sudah terkenal sejak lama jika pelaut ulung ini memiliki tekad tinggi, bekerja keras, tidak kenal lelah, dan cerdik dalam pemikiran.

Nama                 : Ana Wijayanti
No Registrasi   : 4423125309
D3 Usaha Jasa Pariwisata

Sumber :
Referensi Buku
  • Marwati Djoened Poesponegoro - Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
  • Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya II - Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
  • Sutarto, IPS: untuk SMP/MTS kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Referensi web

Tidak ada komentar:

Posting Komentar