NAMA : WEDNESDY ROULINA S
PRODI : USAHA JASA PARIWISATA 2012
TUGAS : UTS SEJARAH INDONESIA
NO
REG : 4423126885
PENGAKUAN KEDAULATAN 27 DESEMBER
1949
Soekarno
mencetuskan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi arti kemerdekaan
yang sebenarnya belum didapatkan oleh bangsa indonesia, karena kedaulatan
indonesia belum diakui sehingga masih ada agresi militer dari pihak belanda
setelah kemerdekaan. Dalam sejarah tercatat 2 kali Belanda melakukan agresi.
Jadi sejarah mengenai pengakuan kedaulatan 27 desember 1949 dimulai dari
proklamasi sampai pengakuan kedaulatan tersebut, tepatnya saat konferensi meja
bundar terjadi.
AGRESI
BELANDA I
Agresi
militer belanda I bermaksud untuk memperluas kekuasaan dan mengeksploitasi
kekayaan alam bangsa indonesia, terutama di sektor minyak dan gas bumi. Namun
sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini
sebagai aksi penjagaan wilayah dan hanya melibatkan konflik dalam negeri
sehingga menjadi kedok pada dunia internasional. Belanda menyatakan bahwa
belanda sudah tidak harus atau tidak terikat lagi dengan perjanjian linggarjati
sehingga cukup menggemparkan dunia internasional dan indonesia. Apalagi pada
saat itu belanda sudah menempatkan 100.000 tentara yang lengkap dengan
persenjataan modern dan persenjataan berat yang didapatkan dari hibah negara
inggris dan australia.
Seperti
yang dibahas sebelumnya, agresi iliter belanda ini bertujuan untuk memperluas
dan menanamkan kekuasaan kembali di jawa, sumatera madura dan mengeksploitasi
kekayaan alam indonesia. Agresi ini membuat tentara nasional indonesia terdesak
dan tidak dapat melawan. Hal ini cukup membuat internasional memprotes agresi
militer belanda di indonesia ini, sebagai contoh banyak dari kalangan mahasiswa
di australia berdemo memprotes kepada perserikatan bangsa – bangsa (PBB) untuk
menghentikan agresi militer belanda ini. Negara inggris pun jelas – jelas
menentang agresi belanda ini.
Akhirnya Pada
tanggal 31 Juli 1947 masalah belanda indonesia ini mulai dibicarakan dalam
rapat dewan keamanan PBB. Rapat dewan keamanan ini menghasilkan sebuah perintah
pada tanggal 1 agustus 1947 untuk menghentikan peperangan. Pada tanggal 4 Agustus 1947 Panglima Tertinggi
Angkatan Perang R.I. untuk tetap tinggal
di pos masing – masing dan menghentikan segala pertikaian dengan belanda.
Kemudian pada
tanggal 25 Agustus 1947 Dewan keamanan menerima sebuah putusan yang berisi
antara lain:
1. Para
konsul asing di Jakarta supaya membuat laporan mengenai keadaan terakhir di
Indonesia,
2.
Membentuk
sebuah komisi yanhg terdiri dari tiga negara. Komisi Tiga Negara (K.T.N.), yang
bertugas memberikan perantara jasa-jasa baik dalam menyelesaikan pertikaian
Indonesia-Belanda.
Pada tanggal 1 november 1947 dewan
keamanan PBB memerintah kepada Belanda dan Indonesia untuk mengadakan
perundingan dengan bantuan dari KTN.
Pihak belanda dan indonesia secara resmi
mengadakan sebuah perjanjian diatas kapal perang Amerika, dan perjanjian itu
dinamai perjanjian renville 6 desember 1947, perjanjian tersebut ditandatangani
pada tanggal 17 Januari 1948.
Isi persetujuan Renville itu adalan
antara lain:
1.
Pemerintah
R.I. harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia-Belanda sampai pada waktu
yang ditetapkan pleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat.
2. Di
berbagai daerah di Jawa, Madura dan sumatra diadakan pemungutan suara untuk
menentukan apakah daerah-daerah itu mau masuk R.I. ataukah mau masuk Negara
Indonesia Serikat.
Dan dampak – dampak dari pernjanjian
renville antara lain:
1. Daerah
R.I. yang dengan persetujuan linggrajati terbatas pada Sumatra, Jawa dan Madura
lebih diperkecil lagi,
2.T.N.I.
yang masih ada di Jawa-Barat dipindahkan ke daerah R.I. di Jawa-Tengah;
anggota-anggota T.N.I. yang ingkar kemudian menjadi bibit gerombolan
D.I.-T.I.I. di Jawa Barat,
3. Pertentangan
politik dalam negeri makin meruncing, terutama karena Belanda menjalankan
politik divide et impera (dengan mendirikan negara-negara “boneka”)
CAMPUR TANGAN PBB
Republik
Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi
militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu
Persetujuan Linggajati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras
dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui
penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli
1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda
Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1
Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan
Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti
dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi
menggunakan nama INDONESIA, dan
bukan Netherlands Indies. Sejak
resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian
resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August 1947, resolusi No. 36 tanggal 1
November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan
PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai
The Indonesian Question. Atas
tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda
akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan
pertempuran.
Dalam melaksanakan Persetujuan
Linggarjati itu timbul banyak kesukaran:
Belanda
berpendapat, bahwa sebelum Negara Indonesia Serikat dibentuk hanya
Belandalah yang berdaulat di seluruh Indonesia, sedang pemerintah Republik
Indonesia sebaliknya berpendapat, bahwa sebelum Negara Indonesia Serikat
dibentuk, kedudukan de facto Republik Indonesia tidak berubah.
Pihak Belanda terang-terangan
menginjak-injak Persetujuan Linggarjati itu dengan:
a.
Mengadakan
serangan di sana-sini dan tetap giat melemahkan R.I
b.
Membentuk
negara-negara “boneka” dimana-mana di Indonesia, jadi tetap menjalankan politik
devide et impera.
Pada tanggal 29
juni 1947 Belanda mengajukan usul yang bersifat ultimatum yakni, supaya R.I. mengakui
kedaulatan Belanda di Indonesia.
Timbullah keadaan yang tegang dan
suasana menjadi sangat genting.
Pada malam 20 juli 1947 menjelang
tanggal 21 juli Belanda mulai menyerang Republik Indonesia dari segala jurusan
dengan mengerahkan Angkatan Darat, Laut dan Udaranya. Belanda berdalih, bahwa
serangan itu dilancarkan oleh seluruh angkatan perang Belanda. Serangan yang
telah menimbulkan korban-korban jiwa dan harta benda rakyat itu adalah suatu
peperangan yang didesak kepada bangsa Indonesia. Tindakan kemiliteran dengan
serangan-serangan (agresi) membabi-buta itu dilayani oleh T.N.I dan rakyat
dengan senjata-senjata yang ada padanya
dan dengan penuh kebulatan tekad: “sekali merdeka tetap merdeka!” walaupun
Belanda berhasil menduduki kota-kota, namun pasukan-pasukan kita melakukan
perang gerilya dan terus-menerus menggempurkan kota-kota itu, sehingga tentara
Belanda menderita kerugian.
Agresi
Militer Belanda II 19 Desember 1948
Agresi militer belanda adalah peristiwa penyerbuan ke
wilayah Republik Indonesia oleh tentara Belanda. Belanda tetap bersikeras
agresi yang kedua ini disebut sebagai aksi polisionil atau aksi penjagaan,bukan
aksi penyerangan atau kolonialisasi.
Bagi
Indonesia, sebuah serangan atau peristiwa militer yang melibatkan dua entitas
negara dianggap sebagai sebuah peperangan tetapi bagi Belanda, Indonesia
bukanlah sebuah negara melainkan sebuah wilayah yang berada dibawah
pemerintahan negara belanda.
Agresi Militer Belanda II
19 Desember 1948 dimaksudkan
oleh Belanda untuk memusnahkan kekuatan bersenjata yang berada di pihak RI,
yaitu TNI, yang dianggap sebagai aksi ekstrimis atau bahkan kriminal.
Bagi
Belanda, apa yang kita kenal sebagai Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948
adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh kekuatan polisi, yang dalam struktur
kelembagaan negara manapun merupakan sebuah lembaga untuk menegakkan keamanan
dan ketertiban sipil. Dengan demikian, TNI bagi Belanda adalah “kriminal”yang
mengganggu ketertiban dan keamanan. Walaupun demikian, pada kenyataannya,
kekuatan tentaralah yang dikerahkan untuk melaksanakan Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948. Kekuatan “polisi” yang
digunakan oleh pihak Belanda secara praktis merupakan sebuah kekuatan “militer”
karena dilengkapi dengan peralatan yang biasanya hanya dimiliki oleh
kesatuan-kesatuan militer, antara lain kendaraan lapis baja dan alat-alat
persenjataan berat.
Alasan lain
yang sering dikemukakan Belanda untuk membenarkan Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948 adalah bahwa RI tidak
sepenuhnya menjalankan Perjanjian Renville, yang ditandatangani pada 17 Januari
1947. Menurut perjanjian tersebut, RI harus mengosongkan kekuatan TNI dari Jawa
Barat dan Jawa Timur. Perjanjian ini menyebabkan jatuhnya Kabinet Amir
Syarifuddin.
MENUJU KONFERENSI MEJA BUNDAR
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke
Yogyakarta (6 juli 1949), perundingan dengan BFO yang telah dirintis di Bangka
dimulai lagi. Yang dibahas dalam perundingan itu ialah pembentukan pemerintah
peralihan sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian, pada tanggal
19 sampai 22 Juli 1949 diadakan perundingan antara kedua belah pihak, yang
disebut konferensi Antar-Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan bahwa politik
divide et impera Belanda untuk
memisahkan daerah-daerah diluar Republik dari Republik Indonesia, mengalami
kegagalan. Pada konferensi Antar-Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta
itu dihasilkan persetujuan mengenai bentuk negara dan hal-hal yang bertalian
dengan ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat.
1. Negara Indonesia Serikat disetujui
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan
federalisme.
2. RIS akan dikepalai seorang presiden
konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada dewan
perwakilan rakyat.
3. Akan dibentuk dua badan perwakilan,
yakni sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah dewan perwakilan negara bagian
(senat). Pertama kali akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.
4. Pemerintah Federal Sementara akan
menerima kedaulatan bukan saja dari pihak negara Belanda, melaikan pada saat
yang sama juga dari Republik Indonesia.
Di bidang militer juga telah tercapai
persetujuan sebagai berikut:
1. Angkatan perang RIS adalah angkatan
perang nasional. Perang RIS adalah panglima tertinggi angkatan perang RIS.
2. Pertahanan negara adalah semata-mata
hak pemerintah RIS: negara-negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang
sendiri.
3. Pembentukan angkatan perang RIS
adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan perang RIS akan dibentuk
oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan perang RI (TNI), bersama-sama dengan
orang Indonesia yang ada dalam KNIL,ML,KM,VB, dan Territoriale Bataljons.
4. Pada masa pemulaan RIS, menteri
pertahanan dapat merangkap sebagai panglima besar APRIS.
Konferensi Antar-Indonesia dilanjutkan kembali di
Jakarta pada tanggal 30 Juli sampai dengan 2 Agustus 1949, dan dipimpin oleh
perdana menteri Hatta yang membahas masalah pelaksanaan dari pokok-pokok
persetujuan yang telah diambil di Yogyakarta. Kedua belah pihak setuju untuk
membentuk Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana
tertib sebelum dan sesudah konferensi meja bundar (KMB). Didalam konferensi
Antar-Indonesia, kini bangsa Indonesia sebagai keseluruhan telah siap
menghadapi KMB. Pada tanggal 4 Agustus 1949 diangkat delegasi Republik
Indonesia yang terdiri dari: Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh.Roem, Prof.Dr.Mr.Supomo,
dr.J.Leimena,Mr.Ali Sastroamidjojo, Ir.Djuanda, dr. Sukiman, Mr. Suyono
Hadinoto, Dr Sumitro Djojohadikusumo, Mr.Abdul Karim Pringgodigdo, kolonel
T.B.Simatupang, dan Mr.Sumandi. Delegasi BFO dipimpin oleh sultan Hamid II dari
Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den
Haag. Konferensi selesai pada tanggal 2 November 1949
PEMBENTUKAN RIS DAN PENGAKUAN KEDAULATAN
Hasil KMB
kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi. KNIP yang bersidang pada
tanggal 6 Desember 1949berhasil menerima KMB dengan 226 pro lawan 62 kontra,
dan 31 meninggalkan sidang.
Selanjutnya
pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon
tunggal Ir.Soekarno. Ir.Soekarno terpilih sebagai presiden RIS pada tanggal 16
Desember 1949 kabinet RIS yang pertama dibawah pimpinan Drs. Moh. Hatta selaku
perdana menteri, dilantik oleh presiden. Akhirnya, pada tanggal 23 Desember delegasi
RIS yang dipimpin oleh Drs.Moh.Hatta berangkat ke Nederland untuk
menandatangani Piagam penyerahan dan pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Indonesia maupun di Nederland diadakan upacara
penandatanganan naskah penyerahan dan pengakuan kedaulatan. Di Nederland
bertempat diruang Takhta Amsterdam, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr.willem
Dress, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J.A. Sassen, dan ketua Delegasi RIS
Dr.Moh.Hatta bersama-sama membubuhkan tanda tangannya pada piagam penyerahan
dan pengakuan kedaulatan kepada RIS. Pada waktu yang sama di Jakarta Sri Sultan
Hamengku Buwono IX membubuhkan tanda tangan mereka pula pada naskah penyerahan
dan pengakuan kedaulatan. Secara formal Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
dan mengakui kedaulatan penuh suatu negara Indonesia diseluruh bekas wilayah
Hindia Belanda (kecuali Papua). Dengan demikian, berakhirlah secara resmi
perang kemerdekaan Indonesia.
Pada hakikatnya apa yang dilakukan pihak
Belanda adalah mengakui kedaulatan bangsa Indonesia sendiri atas wilayah
nasionalnya, yang dalam hal ini diwakili oleh RIS.
SUMBER
REFERENSI
·
Buku
Sejarah Nasional Indonesia VI, balai pustaka, ISBN 979-407-412-8
·
Buku
Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, penerbit Erlangga oleh Drs
C.S.T Kansil S.H & Drs.Julianto M.A
·
Buku
Sejarah Indonesia Modern, penerbit gadjah mada university press, ISBN
979-420-187-1
http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville
Tidak ada komentar:
Posting Komentar