No. reg : 4423125302
Matkul : Sejarah Indonesia
Prodi :Usaha Jasa Pariwisata
Jurusan : Sejarah
Fakultas : Ilmu Sosial
Armada Perang Majapahit abad ke 14
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari
sekitar tahun 1923 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas
di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya
terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur,
meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Berdirinya
Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di
Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke
Singhasari yang menuntutupeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari
yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut
dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh
Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri.
Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya
menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas
disambut dengan senang hati. Raden Wijayakemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa pahit dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba,
Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang.
Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang
sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya
secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan
terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat
pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang
asing.
Tanggal pasti
yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215
saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak
melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra
Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam
Pararaton. Slamet Muljana menduga
bahwa mahapatih Halayudha lah
yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia
dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian
pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara,
dan lalu dihukum mati. Wijaya
meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan
penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala
Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu
waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da
Pordenone mengunjungi
keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya,
Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan
tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk
menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan
terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai
kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya,Hayam Wuruk.
Keruntuhan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris
Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya
sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki
seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun
1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya
dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.
Pada kurun
pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa
kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho
ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota
pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara
Jawa.
Wikramawardhana
memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah
putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi.
Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia
memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar
Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik
takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh
Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika
Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para
penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh
Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan
perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian
barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit
tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai
menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke
Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di
daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota
kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu
kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah
disana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya
mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu
kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar
Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat
konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di
pantai utara Jawa.
Waktu
berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun
1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan
berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi
Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna
ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya
Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran
bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut
adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Menurut
prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi dan memindahkan
ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak
adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman,
pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya
melawan Kertabhumi.
Dengan
jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan
Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak
dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui
sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak,
legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan
seorang putri China.
Catatan
sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan
kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan
1521 M.
Demak
memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam
pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa
kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di
bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat
Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga
kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
Raja-raja
Majapahit
Para penguasa Majapahit
adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir
abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat
periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan
Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan
keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Berita tradisi menyebutkan, bahwa
kerajaan Majapahit runtuh
pada tahun Saka 1400 (1478 M), dan saat keruntuhannya tersebut dilambangkan
dengan candrasengkala 'sirna-ilang-kertining-bumi' (serat
Kanda), dan disebutkan pula bahwa keruntuhan Majapahit ini
disebabkan oleh karena serangan dari Kerajaan Islam Demak. Hal ini bisa
dikatakan tidak benar sama sekali. Bukti-bukti sejarah yang ada(yang berupa prasasti-prasasti batu) menjelaskan
kepada kita bahwa sebenarnya Majapahit belum runtuh dan masih
berdiri untuk jangka waktu yang cukup lama. Prasasti-prasasti batu yang berasal
dari tahun 1486 M, masih menyebutkan adanya kekuasaan kerajaan Majapahit dengan
rajanya yang berkuasa waktu itu bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana ; bahkan ia
disebut pula sebagai seorang Sri Paduka Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala
Kadiri Prabhunatha.
Berita Cina yang berasal dari jaman
Dinasti Ming (1368 M - 1643 M) masih menyebutkan adanya hubungan diplomatik
antara Cina dengan Jawa (Majapahit)
pada tahun 1499 M. Demikian pula Rui de Brito (Gubernur Portugis di Malaka)
dalam laporannya kepada Raja Manoel pada tahun 1514 M, antara lain menyebutkan
bahwa di Jawa pada waktu itu terdapat dua raja kafir, yaitu Raja Sunda dan Raja
Jawa. Penulis Italia Duarte Barbosa pada tahun 1518 M memberitakan bahwa di
pedalaman Jawa masih ada raja kafir yang sangat berkuasa Pate Udra namanya.
Dari sumber-sumber lain dapat diketahui
bahwa diantara tahun 1518 M - 1521 M, ada seorang adipati Demak yang berkuasa
bernama Adipati
Unus. Beliau adalah putera dari Raden Patah, dan terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang
Lor, yang meninggal pada tahun 1521 M.
Dengan demikian dapatlah diambil suatu
kesimpulan bahwa diantara tahun 1518 M - 1521 M, kerajaan Majapahit telah
mengalami pergeseran politik dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus
penguasa Demak. Bagaimana proses penaklukan Majapahit oleh Demak tidak dapat
diketahui secara pasti. Sumber-sumber tradisi semacam Babad Tanah Jawi, Serat
Kanda dan Serat Darmagandul hanya dengan samar-samar memberikan gambaran kepada
kita tentang bagaiman berlangsungnya penaklukan Majapahit tersebut.
Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda
menyebutkan bahwa raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu
Brawijaya raja Majapahit.
Di dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda disebutkan bahwa Raden Patah adalah
anak Prabu Brawijaya dari perkawinannya dengan Puteri Cina. Bahkan di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan
dengan jelas bahwa Raden Patah, pendiri dan sultan pertama Demak, adalah anak
Prabu Brawijaya Kertabhumi ( ....
tumuli hana pwa ya sang Patah ika anak ira Sang Prabhu Brawijaya Kretabhumi
kang rumuhun mastri lawan putri Cina ....).
Dengan demikian, apabila benar Demak
telah mengadakan penyerangan untuk menaklukan kerajaan Majapahit, maka hal itu
tidak dapat dilepaskan dari rangkaian perang saudara (balas dendam) dalam rangka
memperebutkan kekuasaan atas tahta kerajaan Majapahit. Bhre Kertabhumi telah merebut
kekuasaan tahta Majapahit dari tangan Bhre Pandan Salas dengan menyingkirkannya dari kedhaton pada
tahun 1468 M. Akan tetapi pada tahun 1478 M (1400 Saka) kekuasaan tahta
Majapahit dapat direbut kembali oleh Dyah Ranawijaya (anak
Bhre Pandan Salas) dengan penyerangan ke Majapahit yang
mengakibatkan Bhre Kertabhumi gugur
di kedhaton. Peristiwa gugurnya Bhre Kertabhumi inilah yang dilambangkan
dengan candra-sengkala 'sirna-ilang-kertining-bumi'.
Akan tetapi beberapa penulis tradisi
telah mengaburkan kenyataan-kenyataan sejara tersebut dengan menyatakan bahwa
Majapahit telah runtuh pada tahun 1400 Saka (1478 M), karena serangan tentara
Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Bagaimana mungkin ini terjadi ? Bukankah
yang berkuasa di Majapahit sampai dengan tahun 1400 Saka (1478 M) adalah Bhre
Kertabhumi (yang menurut Purwaka
Caruban Nagari adalah ayah Raden Patah sendiri).
Fakta sejarah yang sebenarnya terjadi
adalah, penyerangan Demak ke Majapahit terjadi pada tahun 1518 M, yang saat itu
dipimpin oleh Adipati Unus (putera Raden Patah yang berjuluk Pangeran
Sabrang Lor) dan pada dasarnya serangan ini adalah serangan balasan terhadap
Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah membunuh kakeknya (Bhre Kertabhumi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar