Kamis, 10 Januari 2013

UAS - ORI dan ORIDA


Nama              : Meuthia Rizky Utari
No.Reg.          : 4423126869            
Matkul            : Sejarah Indonesia
Prodi               : Usaha Jasa Pariwisata 2012
Jurusan          : Sejarah
Fakultas         : Ilmu Sosial

Oeang Republik Indonesia & Oeang Republik Indonesia Daerah

Oeang Republik Indonesia (ORI)
Oeang Republik Indonesia atau ORI adalah mata uang pertama yang dimiliki Republik Indonesia setelah merdeka. Menurut pemerintah, perlu mengeluarkan uang sendiri yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah tetapi juga sebagai lambang utama negara yang sudah merdeka. Oeang Republik Indonesia telah resmi beredar pada 30 Oktober 1946, ORI tampil dalam bentuk uang kertas bernominal satu sen dengan gambar muka keris terhunus dan gambar belakang teks undang-undang. Oeang Republik Indonesia ditandatangani oleh Menteri Keuangan yang pada saat itu adalah A.A.Maramis. Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. Oeang Republik Indonesia dicetak pertama kali oleh percetakan Canisius dengan desain yang sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman serat halus yang terdapat pada pada uangnya.
Kemudian muncul uang kertas ORI dan uang kertas Seri ORI II yang terbit di Jogjakarta pada 1 Januari 1947, desain uang tersebut dengan gambar presiden Soekarno. Muncul uang Seri ORI III pada 26 Juli 1947 dan uang Seri ORI Baru pada 17 Agustus 1949, keduanya diterbitkan di Jogjakarta. Uang Seri Repbublik Indonesia Serikat (RIS) terbit di Jakarta pada 1 Januari 1950. Pemerintah Republik Indonesia menyebutkan UU No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Oktober 1946 yaitu melarang menggunakan mata uang lain dan hanya boleh menggunakan Oeang Republik Indonesia.
Berikut adalah kebijakan penyetaraan mata uang, yaitu :
1.     Di Jawa, Lima puluh rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan satu rupiah (Rp. 100,00) ORI dengan perbandingan 1:5.
2.     Di Luar Jawa dan Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan satu rupiah (Rp. 1,00) ORI dengan perbandingan 1:10.
3.     Setiap sepuluh rupiah (Rp. 10,00) ORI bernilai sama dengan emas murni seberat 5 gram.
Oeang Republik Indonesia telah diterima di seluruh wilayah Republik Indonesia dan ikut membangkitkan semangat perlawanan terhadap penjajah meskipun masa perederan ORI cukup singkat. Pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Jogjakarta, Surakarta dan Malang karena pada Mei 2946 suasana di Jakarta semakin kacau. Namun, peredaran ORI tersebut sangat terbatas dan tidak mencakup untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
Usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya mata uang nasional tidak tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah Republik Indonesia akibat perundingan Indonesia - Belanda. Sehingga mengakibatkan di beberapa daerah mengeluarkan mata uang sendiri yang berbeda dengan ORI. Upaya-upaya pemerintah Indonesia tersebut dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia meskipun Belanda masih belum pergi dari Indonesia.
Beredarnya uang ORI di Jawa dan madura disambut gembira oleh masyarakat karena akhirnya Indonesia memiliki mata uangnya sendiri. Karena ORI tidak dapat diedarkan di Sumatera dan beberapa daerah lainnya karena alasan keamanan, transportasi dan lain-lain maka daerah tersebut mengeluarkan jenis uang sendiri, yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA), seperti :
·         Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera (URIPS)
·         Oeang Republik Indonesia Kabupaten Asahan (ORIKA)
·         Uang Republik Indonesia Keresidenan Djambi (URIDJA)
·         Oeang Republik Indonesia Keresidenan Atjeh (ORIDA)
·         Uang Republik Indonesia Baru (URIBA)
·         Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB)

URIPS "Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera"
Selain Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), ada pula Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA). Oeang Repoeblik Indonesia Daerah ini dikeluarkan oleh pemerintah-pemerintah daerah tingkat propinsi, karesidenan, dan kabupaten. Hal ini terjadi selama perang kemerdekaan pada tahun 1947 sampai dengan 1949. Oeang Repoeblik Indonesia Daerah atau ORIDA kemudian ditulis menjadi URIDA. Uang tersebut diterbitkan atas izin Pemerintah Pusat Republik Indonesia yang bertujuan untuk memecahkan dan mengatasi persoalan kekurangan uang tunai di daerah-daerah yang diakibatkan karena terputusnya komunikasi normal antara Pusat dan Daerah.
Di Jawa, URIDA pertama adalah Uang Kertas Darurat Untuk Daerah Banten. Emisi pertama uang kertas ini tertanggal 12 Desember 1947. Dasar hukumnya adalah Instruksi Pemerintah Pusat Republik Indonesia kepada Residen Banten untuk mencetak dan menerbitkan uang daerah yang berlaku sementara.
Kemudian, di Sumatera, URIDA pertama adalah URIPS yaitu Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera. Emisi pertama Urips tertanggal 11 April 1947. Akibat agresi militer Belanda, pencetakan URIPS yang awalnya ada di Pematang Siantar dipindahkan ke Bukittinggi. URIPS emisi kedua ini terbit pada Agustus 1947.
Pemerintah Pusat Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19/1947 tertanggal 26 Agustus 1947 yang mengatur wewenang Pemerintah Daerah untuk menerbitkan tanda pembayaran sementara yang sah atau dikenal juga sebagai URIDA yang berlaku pada tempat atau daerah tersebut.

Uang Pendudukan Jepang di Indonesia
Ada tiga jenis uang pendudukan Jepang di Indonesia, yaitu :
1.    Uang yang sudah dipersiapkan sebelum Jepang menguasai Indonesia. Uang ini menggunakan bahasa Belanda, De Japansche Regeering, dengan satuan gulden, emisi 1942, dan berkode "S".
2.    Uang Jepang yang menggunakan bahasa Indonesia, Pemerintah Dai Nippon, emisi 1943, dalam pecahan bernilai 100 rupiah saja, karena pecahan bernilai 1.000 rupiah yang sudah dicetak ternyata tidak jadi diedarkan.
3.    Uang Jepang yang menggunakan bahasa Jepang, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943, yang bergambar wayang orang satria Gatotkaca dalam pecahan senilai 10 rupiah dan yang bergambar rumah Gadang Minang dalam pecahan 5 rupiah.
Pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, hanya uang kertas Jepang yang dinyatakan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Tetapi, bekas uang Pemerintah Hindia Belanda masih tetap beredar luas di kalangan masyarakat. Mata uang resmi Pemerintah Indonesia sebenarnya baru terbit empat belas bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Walaupun pada mata uang ORI tersebut tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945, sejarah mencatat bahwa 30 Oktober 1946 adalah awal penerbitan mata uang RI, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Keuangan.

Perang Uang (NICA vs ORI)
Setelah Indonesia merdeka dan uang Jepang dinyatakan tidak berlaku, datanglah Belanda yang pemerintahannya masih dalam pengasingan di London dan dengan sengaja mengeluarkan uang baru di Indonesia. Uang tersebut dicetak oleh American Bank Note Company dan sering disebut juga sebagai uang NICA. Uang tersebut bukan dicetak oleh Javasche Bank, melainkan dicetak oleh pemerintah Belanda sendiri. Uang NICA memiliki ciri-ciri yang khas Belanda, seperti :
·         Tertulis kata NEDERLANDSCH INDIE, bukan JAVASCHE BANK
·         Terdapatnya gambar Ratu Wilhelmina
·         Terdapatnya lambang kerajaan Belanda
·          Di bagian belakang terdapat gambar angkatan perang Belanda
·         Ditandatangani bersama antara Gubernur Jendral Nederlandsch Indie HJ v Mook dan Presiden Javasche bank Dr. RE Smits
Rakyat menyebut uang NICA ini sebagai uang merah karena warnanya pada pecahan 10 gulden yang merah menyala. Sedangkan uang ORI yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia sebagai tandingannya sering disebut sebagai uang putih.

Uang merah yang biasa disebut juga dengan uang NICA tidak diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah, yaitu dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada 2 Oktober 1945. Walaupun begitu uang NICA terus beredar di daerah yang masih diduduki Belanda. Semua ini dilakukan oleh Belanda agar dapat menghancurkan Indonesia dengan cepat sehingga Belanda dapat berkuasa kembali di Indonesia. Selain tiu, cara lain yang dilakukan oleh pihak Belanda adalah dengan membuat ORI palsu agar nilainya hancur, hampir semua jenis ORI dibuat palsunya tetapi terutama ORI dengan nominal besar (100 rupiah).
Peredaran uang NICA yang bersamaan dengan ORI telah menimbulkan kekacauan bagi rakyat Indonesia, khususnya penduduk yang tinggal di daerah perbatasan antara daerah yang dikuasai Belanda dan daerah yang dikuasai Indonesia. Di satu pihak, penduduk yang memiliki ORI takut jika diketahui tentara Belanda. Di lain pihak, mereka yang memiliki uang NICA juga takut jika diketahui oleh pasukan Republik Indonesia.
Pada saat itu, selain terjadi perang fisik terjadi juga perang uang'di daerah-daerah pendudukan seperti di Jakarta, Bogor, Bandung dan kota-kota besar lainnya yang diduduki Belanda. Pertarungan dua mata uang ini memaksa setiap orang harus menentukan pilihan, yaitu menolak atau menerima antara uang NICA dan ORI.
Suasana tersebut menimbulkan yang mana penduduk yang setia kepada Republik Indonesia hanya mau menggunakan ORI sebagai alat pembayaran yang sah. Akhirnya semakin lama ORI semakin terkenal di kalangan rakyat Indonesia.

Uang Lama : Seri Bunga dan Burung
Antara tahun 1958 sampai 1965 terjadi berbagai peristiwa politik yang ikut meramaikan perkembangan sejarah uang di Indonesia. Beberapa di antaranya :
Pada tahun 1951, Pemerintah Republik Indonesia Kesatuan mengedarkan emisi pertama uang kertasnya, yang terdiri dari pecahan bernilai 1 dan 2,5 rupiah, yang ditandatangani oleh Menteri keuangan Sjafruddin Prawiranegara. Uang ini dicetak oleh Security Banknote Company, Amerika Serikat.
Pada tahun 1952, untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, Bank Indonesia (BI) mengedarkan uang kertas Seri Pahlawan dan Kebudayaan, yang terdiri dari pecahan bernilai 5 rupiah sampai 1.000 rupiah. Pecahan bernilai 5 rupiah bergambar R.A. Kartini dan pecahan 100 rupiah bergambar Pangeran Diponegoro. Sedangkan pecahan bernilai 10, 25, 50, 500 dan 1.000 rupiah bergambar lukisan patung, relief dan ornament kebudayaan Indonesia.
Pada tahun 1953, Pemerintah Republik Indonesia mengedarkan uang kertas pecahan bernilai 1 dan 2,5 rupiah, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sumtro Djojohadikusumo.
Pada tahun 1954, Pemerintah mengeluarkan lagi uang kertas pecahan bernilai 1 dan 2,5 rupiah, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Ong Eng Die.
Pada tahun 1957 untuk kedua kalinya Bank Indonesia (BI) mengedarkan uang kertas yang dikenal sebagai Seri Hewan.
Pada tahun 1958, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan mata uang kertas seri Pekerja Tangan yang terdiri dari pecahan bernilai 5 sampai 5.000 rupiah.
Pada tahun 1959, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan uang kertas seri Bunga dan Burung yang terdiri dari pecahan bernilai 5 rupiah sampai 1.000 rupiah. Uang seri ini ditandatangani oleh Gubernur BI Lukman Hakim dan Direktur BI Sabarudin.
Pada tanggal 5 juli 1959, Presiden Soekarno, atas nama rakyat Indonesia, membuat dekrit pembubaran Majelis Konstituante, mengakhiri berlakunya UUD Semantara RI 1950 dan menyatakan berlakuknya kembali UUD RI 1945.

Kesimpulan
Oeang Republik Indonesia (ORI) mulai berlaku pada Oktober 1946, pecahan pertamanya adalah 100. Berbagai masalah langsung menghantam, yaitu sulitnya pengedaran, banyaknya pemalsuan, dan terganggunya pencetakan uang. Selain itu, kebutuhan untuk pecahan kecil jauh melebihi uang yang tersedia.
Suasana perang menyulitkan peredaran Oeang Republik Indonesia sehingga dibeberapa wilayah terbit Oeang Republik Indonesia Daerah ( ORIDA ) dan uang daerah lainnya seperti mandat, bon pasar dan bon beras, serta cek.
Konferensi meja bundar pada akhir 1959 menghasilkan negara RIS dengan DJB sebagai bank sirkulasi. Uang RIS pun dicetak dan berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, menggantikan ORI dan ORIDA.












Sumber Website :
http://dimascooter2.blogspot.com/2011/03/urips-uang-republik-indonesia-provinsi.html http://www.uang-kuno.com/2009/07/info-uang-kuno-21.html

Sumber Buku :
Buku Sejarah Uang
Buku Banknotes and Coins From Indonesia 1945-1990
Buku Penemuan Uang Kertas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar