No.Reg. :
4423126869
Matkul : Sejarah Indonesia
Prodi : Usaha Jasa Pariwisata 2012
Jurusan : Sejarah
Fakultas : Ilmu Sosial
Oeang Republik Indonesia & Oeang
Republik Indonesia Daerah
Oeang Republik Indonesia (ORI)
Oeang Republik Indonesia atau ORI adalah mata uang pertama yang dimiliki Republik Indonesia
setelah merdeka. Menurut pemerintah, perlu mengeluarkan uang sendiri
yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah tetapi juga sebagai
lambang utama negara yang sudah merdeka. Oeang Republik Indonesia
telah resmi beredar pada 30 Oktober 1946, ORI tampil dalam bentuk uang kertas
bernominal satu sen dengan gambar muka keris terhunus dan gambar belakang teks
undang-undang. Oeang Republik Indonesia ditandatangani oleh Menteri Keuangan
yang pada saat itu adalah A.A.Maramis. Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang
Jepang dan uang Javasche Bank tidak
berlaku lagi. Oeang Republik Indonesia dicetak pertama kali oleh percetakan
Canisius dengan desain yang sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman
serat halus yang terdapat pada pada uangnya.
Kemudian
muncul uang kertas ORI dan uang kertas Seri ORI II yang terbit di Jogjakarta
pada 1 Januari 1947, desain uang tersebut dengan gambar presiden Soekarno. Muncul
uang Seri ORI III pada 26 Juli 1947 dan uang Seri ORI Baru pada 17 Agustus
1949, keduanya diterbitkan di Jogjakarta. Uang Seri Repbublik Indonesia Serikat
(RIS) terbit di Jakarta pada 1 Januari 1950. Pemerintah Republik Indonesia menyebutkan
UU No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Oktober 1946 yaitu
melarang menggunakan mata uang lain dan hanya boleh menggunakan Oeang Republik
Indonesia.
Berikut
adalah kebijakan penyetaraan mata uang, yaitu :
1.
Di Jawa, Lima puluh
rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan satu rupiah (Rp. 100,00) ORI
dengan perbandingan 1:5.
2.
Di Luar
Jawa dan Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan
satu rupiah (Rp. 1,00) ORI dengan perbandingan 1:10.
3.
Setiap sepuluh rupiah (Rp. 10,00) ORI bernilai
sama dengan emas murni seberat 5 gram.
Oeang
Republik Indonesia telah diterima di seluruh wilayah Republik Indonesia dan
ikut membangkitkan semangat perlawanan terhadap penjajah meskipun masa
perederan ORI cukup singkat. Pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk
melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Jogjakarta,
Surakarta dan Malang karena pada Mei 2946 suasana di Jakarta semakin kacau.
Namun, peredaran ORI tersebut sangat terbatas dan tidak mencakup untuk seluruh
wilayah Republik Indonesia.
Usaha
pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya mata uang nasional tidak
tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah Republik Indonesia akibat perundingan
Indonesia - Belanda. Sehingga mengakibatkan di beberapa daerah mengeluarkan
mata uang sendiri yang berbeda dengan ORI. Upaya-upaya pemerintah Indonesia
tersebut dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia meskipun Belanda masih belum pergi dari Indonesia.
Beredarnya
uang ORI di Jawa dan madura disambut gembira oleh masyarakat karena akhirnya
Indonesia memiliki mata uangnya sendiri. Karena ORI tidak dapat diedarkan di
Sumatera dan beberapa daerah lainnya karena alasan keamanan, transportasi dan
lain-lain maka daerah tersebut mengeluarkan jenis uang sendiri, yaitu Oeang
Republik Indonesia Daerah (ORIDA), seperti :
·
Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera (URIPS)
·
Oeang Republik Indonesia Kabupaten Asahan (ORIKA)
·
Uang Republik Indonesia Keresidenan Djambi (URIDJA)
·
Oeang Republik Indonesia Keresidenan Atjeh (ORIDA)
·
Uang Republik Indonesia Baru (URIBA)
·
Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB)
URIPS "Uang
Republik Indonesia Provinsi Sumatera"
Selain Oeang Repoeblik Indonesia
(ORI), ada pula Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA). Oeang Repoeblik
Indonesia Daerah ini dikeluarkan oleh pemerintah-pemerintah daerah tingkat
propinsi, karesidenan, dan kabupaten. Hal ini terjadi selama perang kemerdekaan
pada tahun 1947 sampai dengan 1949. Oeang Repoeblik Indonesia Daerah
atau ORIDA kemudian ditulis menjadi URIDA. Uang tersebut diterbitkan atas izin
Pemerintah Pusat Republik Indonesia yang bertujuan untuk memecahkan dan
mengatasi persoalan kekurangan uang tunai di daerah-daerah yang diakibatkan karena
terputusnya komunikasi normal antara Pusat dan Daerah.
Di Jawa, URIDA pertama adalah Uang
Kertas Darurat Untuk Daerah Banten. Emisi pertama uang kertas ini tertanggal 12
Desember 1947. Dasar hukumnya adalah Instruksi Pemerintah Pusat Republik Indonesia
kepada Residen Banten untuk mencetak dan menerbitkan uang daerah yang berlaku
sementara.
Kemudian, di Sumatera, URIDA pertama adalah URIPS
yaitu Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera. Emisi pertama Urips tertanggal
11 April 1947. Akibat agresi militer Belanda, pencetakan URIPS yang awalnya ada
di Pematang Siantar dipindahkan ke Bukittinggi. URIPS emisi kedua ini terbit
pada Agustus 1947.
Pemerintah Pusat Republik Indonesia mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 19/1947 tertanggal 26 Agustus 1947 yang mengatur
wewenang Pemerintah Daerah untuk menerbitkan tanda pembayaran sementara yang
sah atau dikenal juga sebagai URIDA yang berlaku pada tempat atau daerah
tersebut.
Uang
Pendudukan Jepang di Indonesia
Ada tiga jenis uang pendudukan Jepang di Indonesia,
yaitu :
1. Uang yang
sudah dipersiapkan sebelum Jepang menguasai Indonesia. Uang ini menggunakan
bahasa Belanda, De Japansche Regeering, dengan satuan gulden,
emisi 1942, dan berkode "S".
2. Uang Jepang
yang menggunakan bahasa Indonesia, Pemerintah Dai Nippon, emisi
1943, dalam pecahan bernilai 100 rupiah saja, karena pecahan bernilai 1.000
rupiah yang sudah dicetak ternyata tidak jadi diedarkan.
3. Uang Jepang
yang menggunakan bahasa Jepang, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi
1943, yang bergambar wayang orang satria Gatotkaca dalam pecahan senilai 10
rupiah dan yang bergambar rumah Gadang Minang dalam pecahan 5 rupiah.
Pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945, hanya uang kertas Jepang yang dinyatakan sebagai alat pembayaran
yang sah di Indonesia. Tetapi, bekas uang Pemerintah Hindia Belanda masih tetap
beredar luas di kalangan masyarakat. Mata uang resmi Pemerintah Indonesia
sebenarnya baru terbit empat belas bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Walaupun pada mata uang ORI tersebut tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945,
sejarah mencatat bahwa 30 Oktober 1946 adalah awal penerbitan mata uang RI,
yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Keuangan.
Perang Uang (NICA vs ORI)
Setelah
Indonesia merdeka dan uang Jepang dinyatakan tidak berlaku, datanglah Belanda
yang pemerintahannya masih dalam pengasingan di London dan dengan sengaja
mengeluarkan uang baru di Indonesia. Uang tersebut dicetak oleh American Bank Note Company dan sering
disebut juga sebagai uang NICA. Uang tersebut bukan dicetak oleh Javasche Bank, melainkan dicetak oleh
pemerintah Belanda sendiri. Uang NICA memiliki ciri-ciri yang khas Belanda,
seperti :
·
Tertulis kata NEDERLANDSCH INDIE, bukan JAVASCHE BANK
·
Terdapatnya gambar Ratu Wilhelmina
·
Terdapatnya lambang kerajaan Belanda
·
Di bagian
belakang terdapat gambar angkatan perang Belanda
·
Ditandatangani bersama antara Gubernur Jendral
Nederlandsch Indie HJ v Mook dan Presiden Javasche bank Dr. RE Smits
Rakyat
menyebut uang NICA ini sebagai uang merah karena warnanya pada pecahan 10
gulden yang merah menyala. Sedangkan uang ORI yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai tandingannya sering disebut sebagai uang putih.
Uang merah yang biasa disebut juga dengan uang NICA
tidak diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah, yaitu
dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada 2 Oktober 1945. Walaupun begitu uang
NICA terus beredar di daerah yang masih diduduki Belanda. Semua ini dilakukan oleh
Belanda agar dapat menghancurkan Indonesia dengan cepat sehingga Belanda dapat
berkuasa kembali di Indonesia. Selain tiu, cara lain yang dilakukan oleh pihak
Belanda adalah dengan membuat ORI palsu agar nilainya hancur, hampir semua
jenis ORI dibuat palsunya tetapi terutama ORI dengan nominal besar (100
rupiah).
Peredaran uang NICA yang bersamaan dengan ORI telah
menimbulkan kekacauan bagi rakyat Indonesia, khususnya penduduk yang tinggal di
daerah perbatasan antara daerah yang dikuasai Belanda dan daerah yang dikuasai
Indonesia. Di satu pihak, penduduk yang memiliki ORI takut jika diketahui
tentara Belanda. Di lain pihak, mereka yang memiliki uang NICA juga takut jika
diketahui oleh pasukan Republik Indonesia.
Pada saat itu, selain terjadi perang fisik terjadi
juga perang uang'di daerah-daerah pendudukan seperti di Jakarta, Bogor, Bandung
dan kota-kota besar lainnya yang diduduki Belanda. Pertarungan dua mata uang
ini memaksa setiap orang harus menentukan pilihan, yaitu menolak atau menerima
antara uang NICA dan ORI.
Suasana tersebut menimbulkan yang mana penduduk yang
setia kepada Republik Indonesia hanya mau menggunakan ORI sebagai alat
pembayaran yang sah. Akhirnya semakin lama ORI semakin terkenal di kalangan
rakyat Indonesia.
Uang Lama : Seri Bunga dan Burung
Antara tahun 1958 sampai 1965 terjadi berbagai
peristiwa politik yang ikut meramaikan perkembangan sejarah uang di Indonesia.
Beberapa di antaranya :
Pada tahun 1951, Pemerintah Republik Indonesia
Kesatuan mengedarkan emisi pertama uang kertasnya, yang terdiri dari pecahan
bernilai 1 dan 2,5 rupiah, yang ditandatangani oleh Menteri keuangan Sjafruddin
Prawiranegara. Uang ini dicetak oleh Security
Banknote Company, Amerika Serikat.
Pada tahun 1952, untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik
Indonesia, Bank Indonesia (BI) mengedarkan uang kertas Seri Pahlawan dan
Kebudayaan, yang terdiri dari pecahan bernilai 5 rupiah sampai 1.000 rupiah.
Pecahan bernilai 5 rupiah bergambar R.A. Kartini dan pecahan 100 rupiah
bergambar Pangeran Diponegoro. Sedangkan pecahan bernilai 10, 25, 50, 500 dan
1.000 rupiah bergambar lukisan patung, relief dan ornament kebudayaan
Indonesia.
Pada tahun 1953, Pemerintah Republik Indonesia
mengedarkan uang kertas pecahan bernilai 1 dan 2,5 rupiah, yang ditandatangani
oleh Menteri Keuangan Sumtro Djojohadikusumo.
Pada tahun 1954, Pemerintah mengeluarkan lagi uang
kertas pecahan bernilai 1 dan 2,5 rupiah, yang ditandatangani oleh Menteri
Keuangan Ong Eng Die.
Pada tahun 1957 untuk kedua kalinya Bank Indonesia (BI)
mengedarkan uang kertas yang dikenal sebagai Seri Hewan.
Pada tahun 1958, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan mata
uang kertas seri Pekerja Tangan yang terdiri dari pecahan bernilai 5 sampai
5.000 rupiah.
Pada tahun 1959, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan uang
kertas seri Bunga dan Burung yang terdiri dari pecahan bernilai 5 rupiah sampai
1.000 rupiah. Uang seri ini ditandatangani oleh Gubernur BI Lukman Hakim dan
Direktur BI Sabarudin.
Pada tanggal 5 juli 1959, Presiden Soekarno, atas nama
rakyat Indonesia, membuat dekrit pembubaran Majelis Konstituante, mengakhiri berlakunya
UUD Semantara RI 1950 dan menyatakan berlakuknya kembali UUD RI 1945.
Kesimpulan
Oeang
Republik Indonesia (ORI) mulai berlaku pada Oktober 1946, pecahan pertamanya adalah
100. Berbagai masalah langsung menghantam, yaitu sulitnya pengedaran, banyaknya
pemalsuan, dan terganggunya pencetakan uang. Selain itu, kebutuhan untuk
pecahan kecil jauh melebihi uang yang tersedia.
Suasana
perang menyulitkan peredaran Oeang Republik Indonesia sehingga dibeberapa
wilayah terbit Oeang Republik Indonesia Daerah ( ORIDA ) dan uang daerah
lainnya seperti mandat, bon pasar dan bon beras, serta cek.
Konferensi
meja bundar pada akhir 1959 menghasilkan negara RIS dengan DJB sebagai bank
sirkulasi. Uang RIS pun dicetak dan berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, menggantikan
ORI dan ORIDA.
Sumber Website :
http://dimascooter2.blogspot.com/2011/03/urips-uang-republik-indonesia-provinsi.html http://www.uang-kuno.com/2009/07/info-uang-kuno-21.html
Sumber
Buku :
Buku
Sejarah Uang
Buku
Banknotes and Coins From Indonesia
1945-1990
Buku
Penemuan Uang Kertas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar