Pemberontakan PETA di Blitar 14 February 1945
Refanny Mayta Novilia
4423126877
(Berdasarkan Diorama 31 di Monumen Nasional)
Pada tahun 1942 pasukan Jepang mendarat di pulau Jawa. Jepang
ingin menguasai Indonesia juga. Dengan cara menghasut rakyat Indonesia, Jepang berhasil
mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia.
Akhirnya Jepang melakukan perlawanan terhadap Belanda. Belanda pun kalah
dan memilih mundur. Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat
kepada Jepang yang di wakili oleh Letnan Jendral H. Ter Poorten (Belanda)
kepada Letnan Jendral Hitoshi Imamura (Jepang). Sejak saat itu berakhirlah
kekuasaan Belanda di Indonesia. Masyarakat Indonesia menyambut Jepang dengan
senang karena telah membebaskan
Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang membuat pemerintahan, juga
tentara-tentara untuk memperkuat Jepang. Salah satunya Tentara Sukarela Pembela
Tanah Air atau PETA.
Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) atau dalam bahasa
Jepang bernama kyōdo bōei giyūgun adalah kesatuan militer yang di
bentuk oleh Jepang pada masa kependudukannya di Indonesia. Pada awalnnya
pemerintah Jepang di Indonesia, membentuk pemerintahan militer di Pulau Jawa
yang bersifat sementara. PETA sendiri di bentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 di
Blitar yang di umumkan oleh Panglima Tentara ke-16, Letnan Jendral Kumakichi
Harada. PETA dibuat bukan ide yang berasal dari pemerintahan Jepang, melaikan
berasal dari pemerintahan Indonesia. Hal ini dibuktikan dari berita yang dimuat
pada koran “Asia Raya” pada tanggal 13 September 1943. Berita tersebut memuat
tentang usulan dari sepuluh ulama, yaitu K.H.Mas Manyur, KH. Adnan, Dr. Adnan,
Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Guru H.Mansur, Guru H. Colid, K.H. Abdul
Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar, dan H. Moh. Sadri, yang
menuntut agar segera dibentuk tentara untuk mempertahankan Pulau Jawa. Akhirnya
Letnal Jendral Kumakichi Harada, memilih salah seorang nasionalis yang
bersimpati terhadap Jepang yaitu Raden Gatot Mangunpraja yang menulis
permohonan untuk membangun PETA kepada Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer Jepang).
Isi surat permohonan itu adalah permohonan agar bangsa Indonesia diperbolehkan
membantu pemerintahan Jepang di medan perang. Surat permohonan itupun dikirim
pada tanggal 7 September 1943 lalu di kabulkan dengan di keluarkannya peraturan
yang disebut Osamu Seirei No.44 yang
dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1942. Undang-undang tersebut kemudian menjadi
pokok peraturan-peraturan ketatanegaraan Jepang di Indonesia. Berdasarkan
undang-undang yang dibuat itu, telah
dapat disimpulkan bahwa Gubernur Jendral Hindia Belanda telah di hapuskan,
kemudian di gantikan dengan Panglima Tentara Jepang. Undang –undang itupun juga
mengisyaratkan ialah bahwa pemerintahan pendudukan Jepang berkeinginan untuk
terus menggunakan pemerintahan sipil sebagai para pegawainya. Hal ini
dimaksudkan supaya pemerintahan mereka tidak berjalan dengan kacau, bisa
berjalan dengan lancar. Akan tetapi, pemimpin-pemimpin dari pusat sampai daerah
tetap dipegang kekuasaannya oleh tentara Jepang. Koordinator pemerintahan
setempat bernama Gunsebu. Tujuan Jepang membentuk organisasi PETA ialah menarik
simpati rakyat Indonesia agar rakyat indonesia memberikan bantuan kepada
pasukan Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Dan tujuan di bentuknya PETA untuk
Indonesia ialah membangkitkan semangat juang para pemuda-pemuda Indonesia untuk
mempertahankan tanah air Indonesia. Pembentukan PETA ini menarik minat para
pemuda Indonesia khususnya yang telah mendapat pendidikan sekolah menengah dan
para anggota Seinendan (organisasi semi militer yang bertujuan agar dapat
menjaga dan mempertahankan tanah air). Sama seperti Heiho, para pemuda yang
mengikuti organisasi ini terdiri atas pemuda berumur 18-25 tahun. Para pemuda
yang mengikuti organisasi PETA ini mengikuti latihan di kompleks militer Bogor,
Jawa Barat yang diberi nama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai. PETA merupakan organisasi semi
militer dan militer yang bertugas mempertahankan tanah air Indonesia dari
serbuan musuh. Jumlah personel PETA ada 66 Batalyon di Jawa, 3 Batalyon di Bali,
dan sekitar 20.000 orang di Sumatera Markas Bogor.
Keangotaan Peta terdiri dari 5 tingkatan yaitu :
1. Daidanco (Komandan Batalyon)
: orang-orang yang ada di dalam Daidanco di pilih dari tokoh-tokoh masyarakat
seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamongpraja, politikus, dan penegak
hukum.
2. Cudanco (Komandan Kompi) :
orang-orang di dalamnya berasal dari kalangan yang telah memiliki pekerjaan
tetapi belum memiliki jabatan yang tinggi, misalnya juru tulis dan guru.
3. Shodanco (Komandan Pleton) :
orang-orang di dalam Shodanco di pilih dari kalangan pelajar sekolah lanjutan
pertama atau sekolah lanjutan atas (sama seperti SMP dan SMA).
4. Budanco (Komandan Regu) :
orang-orang yang berada di dalam Budanco dipilih dari kalangan pemuda yang
pernah bersekolah dasar (sama seperti SD)
5. Giyuhei (Prajurit Sukarela) :
orang-orang didalamnya adalah kalangan pemuda yang belum pernah merasakan
pendidikan.
Para pemuda yang menjadi anggota organisasi PETA di bedakan
menjadi 3, yaitu :
1. Mereka yang menjadi anggota
PETA dengan semangat yang tinggi
2. Mereka yang menjadi anggota
PETA yang di pengaruhi oleh orang lain.
3. Mereka yang menjadi anggota
PETA dengan perasaan acuh tak acuh.
Diantara mereka para anggota
PETA beranggapan jika pembentukan organisasi ini memang untuk mempertahankan
Indonesia. Mereka beranggapan bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia, juga membantu Indonesia dalam mengusir musuh lain. Karena itu para
pemuda Indonesia dengan sukarela bergabung dengan organisasi PETA.
Lambat laun para anggota PETA
menyadari ada yang sesuatu yang janggal dari pemerintahan Jepang di Indonesia.
Tujuan utama PETA yang tadinya untuk mempertahankan tanah air Indonesia dan
membela Indonesia dari blok sekutu menjadi berubah. Ada pendapat lain yang beranggapan
bahwa dibentuknya PETA adalah strategi Jepang untuk menarik simpatik rakyat
Indonesia. Pemerintahan Jepang memberikan janji-janji manis kepada rakyat
Indonesia tetapi ternyata itu hanya bualan semata. Mereka mulai memperlihatkan
tindakan buruknya secara terang-terangan dalam bentuk jajahan dan mengambil
kekayaan Indonesia serta memaksa rakyat Indonesia, terutama para pemuda-pemuda
untuk kerja paksa (Romusha) membangun sarana-prasarana untuk pemerintahan
Jepang. Pemerintah Jepang justru malah membuat rakyat Indonesia semakin
sengsara. Akibat dari semua itu, pakaian sulit didapatkan, kelaparan
dimana-mana, dan rakyat Indonesia terjangkit penyakit. Walaupun begitu Jepang
tidak mau memikirkan kesengsaraan rakyat Indonesia yang di timbulkan oleh
Jepang. Rasa benci terhadap pemerintahan Jepang
pun muncul. Karena itulah sehingga timbulah pemberontan-pemberontakan
yang dilakukan oleh para anggota PETA.
Dimulai pada tahun 1944 pemberontakan-pemberontakan
terjadi. Pemberontakan terbesar terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 di
Blitar. Pemberontakan ini dipimpin oleh Supriyadi (putra bupati Blitar) dan
dengan diikuti oleh kira-kira separuh dari seluruh anggota Daidan, karena tidak
tahan melihat perilaku Jepang yang membuat rakyat Indonesia sengsara. Dalam
kepemimpinannya Supriyadi di bantu oleh Dr. Ismail, Mudari, dan Suwondo.
Pada tanggal 29 Februari 1945
dinihari mulailah Supriyadi dengan teman-temannya bergerak. Mereka melepaskan
tembakan mortat, senapan, mesin, dan granat dari daidan, lalu bergerak ke luar
dengan senjata lengkap. Setelah pasukan Jepang mengetahui adanya pemberontakan
yang dilakukan Supriyadi dan teman-temannya, maka dengan cepat Jepang
mendatangkan pasukan-pasukan Jepang. Pasukan Jepang memiliki senjata yang lebih
ampuh dari tentara PETA. Para pasukan PETA pun kalah dari pasukan Jepang. Pasukan
Jepang menduduki kota Blitar. Daidan pun diduduki oleh Jepang. Setelah itu
terjadi perlawanan lagi yang menyebabkan orang-orang Jepang di Blitar di bunuh.
Karena perlawanan tersebut, Jepang pun terkejut. Apalagi Jepang juga sedang
mengalami kekalahan perang dalam perang Asia Timur Raya. Setelah itu, Jepang
memutuskan untuk mengepung kediamanan Supriyadi. Walaupun dikepung, Supriyadi
dan teman-temannya tetap melakukan perlawanan terhadap Jepang. Terjadi
tembak-tembakan antara tentara Jepang dengan tentara PETA. Jepang pun merasa
terjepit sehingga memutuskan untuk mundur.
Karena kesal akan kekalahan
dari tentara PETA, Jepang mencari siasat baru untuk menjatuhkan Supriyadi dan
teman-temannya. Jepang menggunakan cara halus untuk menjatuhkan Supriyadi dan
teman-temannya. Jepang menyerukan agar para pemuda-pemuda Blitar yang mengadakan
perlawanan agar menyerah saja, jika para pemuda tersebut menyerah maka
keselamatan mereka akan terjamin serta di penuhi semua permintaannya oleh
pemerintah Jepang. Tipuan tersebut ternyata berhasil dilakukan oleh Jepang.
Para pemuda pun terhasut oleh omongan dan janji Jepang. Akibatnya juga banyak
tentara PETA yang menyerah. Dan para tentara PETA yang menyerah tidak luput
dari hukuman. Para pemimpin pemberontakan PETA banyak yang di tangkap. Sebanyak
6 orang dijatuhi hukuman mati, dan 35 orang di hukum dari 2 tahun sampai seumur
hidup. Adapun Supriyadi sebagai otak dan pemimpin dari pemberontakan PETA tidak
tahu nasib setelah penangkapan ini. Namun sebagian orang yakin bahwa Supriyadi
telah di tangkap dan diam-diam telah dibunuh oleh tentara Jepang.
Memang pemberontakan PETA di
Blitar adalah pemberontakan yang paling besar. Tetapi ternyata ada beberapa pemberontakan
yang terjadi setelah pemberontakan selain yang terjadi di Blitar dan
pemberontakan tersebut disembunyikan oleh Jepang. Ada pemberontakan PETA di
Cilacap yang dipimpin oleh Kusaeri. Tentara PETA berjumlah 215 orang lengkap
dengan persenjataannya menyerang gudang senjata Jepang. Jepang tidak terlalu
menghiraukan pemberontakan yang terjadi, Jepang berpendapat bahwa pemberontakan
itu telah di ketahui oleh Daidanco PETA Kroya Soedirman. Oleh karena itu,
Jepang menyuruh Soedirman dan opsirnya dari Jepang untuk memandamkan
pemberotakan tersebut. Namun, Sudirman mengajukan beberapa syarat kepada Jepang
yaitu :
1. Kampung yang di gunakan untuk
persembunyian para pemberontak PETA di cilacap tidak ditembaki
2. Prajurit-prajurit PETA yang
menyerah tidak boleh di siksa
Jepang pun menyetujui syarat yang di berikan oleh Soedirman.
Dan pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat di selesaikan dengan baik.
Akibat banyak terjadinya
pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh tentara PETA yang telah terjadi
di berbagai wilayah di Indonesia. Akhirnya setelah hari kemerdekaan Indonesia,
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Pembubaran ini berdasarkan dengan
perjanjian Jepang dengan blok sekutu. Tentara kekaisaran Jepang memerintah
kepada semua daidan batalyon PETA untuk menyerah dan menyerahkan semua senjata
mereka kepada Jepang. Sebagian besar mematuhi perintah Tentara Kekaisaran
Jepang, sebagian kecil tidak, karena mereka beranggapan bahwa senjata itu milik
Indonesia. Presiden Soekarno yang baru dilantik pun menyetujui agar PETA
dibubarkan. Ia beranggapan lebih baik PETA di bubarkan daripada menjadi tentara
nasional Indonesia. Karena Blok sekutu tau bahwa Indonesia baru saja merdeka,
mereka menuduh Indonesia menjadi sekutu dari Jepang, maka blok Sekutu tidak
mengizinkan lagi Jepang mebuat tentara-tentara di Indonesia. Dan pada akhirnya
PETA pun benar-benar bubar. Sehari setelah kejadian tersebut yaitu pada tanggal
19 Agustus 1945, Panglima terakhir Tentara Kekaisaran Jepang yang ke-16 Letnan
Jendral Naguno Yoichiro di Jawa, mengucapkan pidato perpisahan kepada para
anggota kesatuan PETA.
Peranan tentara PETA dalam
kemerdekaan Indonesia sangatlah penting. Kebanyakan mantan tentara PETA menjadi
bagian penting atau inti dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), mulai dari
Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan
Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga menjadi TNI. Untuk mengenang
perjuangan PETA, pada tanggal 18 Desember 1955, di resmikan monumen PETA oleh
H.M Suharto, yang terletak di Bogor. Awalnya gedung museum tersebut adalah
tempat Markas Tentara KNIL. Museum ini terletak di Jln Jend. Sudirman no.35
Bogor.
Referensi :
·
Supriatna,
Nana, 2006. Sejarah. Jakarta:
Grafindo Media Pratama
·
Purwanta
dkk, 2007. Sejarah. Jakarta:Grasindo
Widiasarana Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar