Selasa, 01 Januari 2013

UAS Sejarah Indonesia Bank Indonesia Timeline Moneter


Timeline moneter
bank indonesia
UAS Sejarah Indonesia








Nama               :           Putri Ayu Fitriyani
No. Reg           :           4423126876





F a k u l t a s    I l m u   S o s  i a l
D 3   P a r i w i s a t a
2 0 1 2

De Javasche Bank atau Bank Indonesia merupakan bank sentral RI yang mempunyai tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang mengandung dua aspek yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang Negara lain. Lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia adalah Bank Indonesia. Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bank Indonesia dipimpin oleh seorang Dewan Gubernur. Wakil Presiden Boediono pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, yang kemudian digantikan oleh Darmin Nasution untuk periode 2008-2013.
A.    Sejarah
De Javasche Bank didirikan pada tahun 1828 sebagai bank sirkulasi oleh Pemerintah Hindia Belanda yang bertugas untuk mencetak dan mengedarkan uang. Undang-undang Pokok Bank Indonesia melaksanakan penetapan pendirian Bank Indonesia pada tahun 1953. Hal tersebut dilakukan untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral. Bank Indonesia memiliki tiga tugas utama, yaitu di bidang moneter, bidang perbankan dan bidang pembayaran. Pada tahun 1968 diterbitkannya Undang-undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas bank Indonesia sebagai bank sentral. Bank Indonesia bertugas membantu pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Bank Indonesia memiliki tujuan yang tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2004 pasal 7. Maksud dari kestabilan nilai rupiah yaitu kestabilan terhadap harga barang dan jasa.
Indonesia pernah mengalami masa kondisi perekonomian yang teramat buruk pada rentang tahun 1945 – 1949. Selama masa itu, perkembangan perekonomian Indonesia amat sangat menyedihkan. Seluruh indikator makro ekonomi dengan jelas bahwa kondisi jatuhnya ekonomi teramat dalam. Hancurnya faktor – faktor produksi akibat perang menjadi penyebab utama penurunannya produksi. Deficit neraca perdagangan terjadi beberapa tahun, deficit anggaran belanja Republik Indonesia dan Pemerintahan Hindia Belanda (pemerintahan buatan Belanda yang dibentuk di Indonesia) juga terjadi karena sebagian besar dipergunakan untuk bidang militer yang masing-masing kepentingannya untuk berperang diantara keduanya. Sehingga pada saat itu penambahan volume peredaran uang yang berlebihan akibat pencetakan yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan permintaan berlebih dari jumlah penawaran yang tetap dan terjadi inflasi yang sangat tinggi.
Pada tahun 1949, data menunjukkan bahwa volume peredaran uang telah mencapai Rp 6 miliyar untuk wilayah yang dikuasai Indonesia. Sedangkan pada wilayah yang dikuasai Belanda jumlahnya mencapai Rp 3,7 miliyar. Pada tahun yang sama terdapat berbagai jenis mata uang yang beredar dalam masyarakat yang berbeda-beda nilai tukarnya mengakibatkan situasi moneter menjadi teramat kacau dan membigungkan. Ekonomi moneter daerah kekuasaan Indonesia dengan secara langsung mengalami keadaan yang pasif, dimana hanya mampu memberikan akomodasi kepada keperluan-keperluan politik dan militer serta mengusahakan jaminan yang sangat minimal untuk kehidupan rakyat.
Lahirnya Bank Indonesia (BI) merupakan kelanjutan dari penerapan undang-undang tentang nasionalisasi De Jaavasche Bank dengan pemindahan hak milik saham-saham tersebut dari tangan pemilik swasta ke tangan pemerintah. Pada tanggal 10 April 1953 parlemen Indonesia telah selesai membahas dan menyetujui dari rencana Undang-Undang Pokok Bank Indonesia yang diajukan pemerintah yang disertai perubahan penting lainnya. Kemudian pada tanggal 2 Juni 1953 Undang-undag tersebut diumumkan pada Lembaran Negara No. 40 dan dengan demikian telah berlaku pada tanggal 1 Juli 1953 dengan nama ‘Bank Indonesia’ yang tugas dan wewenangnya serupa ketika BNI berstatus sebagai bank sentral.
Setelah berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya. Mengingat buruknya perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali dalam bidang moneter adalah upaya perbaikan posisi cadangan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor. Pada periode ekonomi terpimpin, pembiayaan deficit spending keuangan negara terus meningkat, terutama untuk membiayai proyek politik pemerintah. Laju inflasi terus membumbung tinggi sehingga dilakukan dua kali pengetatan moneter, yaitu tahun 1959 dan 1965. Lepas dari periode tersebut pemerintah memasuki masa pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi yang kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan moneter pada awal 1980-an. Di tengah pasang surutnya kondisi perekonomian, lahirlah berbagai paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia.


B.     Pengertian
Sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter dengan inflasi, sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Selain itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar uang untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah Negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera, serta upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk itu, Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan atau distribusi barang.
Tujuan kebijakan moneter dalam upaya mencapai keseimbangan dikelompokan menjadi tiga, antara lain:
1.      Keseimbangan internal, seperti pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, dan pemerataan pembangunan
2.      Keseimbangan eksternal, seperti keseimbangan neraca pembayaran
3.      Ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang

Pengelolaan ekonomi makro masih harus berhadapan dengan risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka:
1.      Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.
2.      Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.
3.      Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
4.      Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK).
5.      Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat

Kebijakan Bank Indonesia pada nilai tukar akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan memperhatikan pencapaian keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal perekonomian, serta memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi. Kebijakan stabilisasi nilai tukar sejak tahun 2012, didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestik. Bank Indonesia akan mengoptimalkan fungsi Kantor Bank Indonesia (KBI) sebagai fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan untuk pengendalian inflasi di daerah.
Perlunya komitmen yang kuat dan dukungan dari banyak pihak untuk dapat mewujudkan hal-hal tersebut. Kementerian pun terkait dalam hal tersebut seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah Daerah. Dalam hal ini Bank Indonesia pun ikut mengambil posisi kepemimpinan dalam menentukan arah kebijakan pengembangan jasa pembayaran ke depan. Koordinasi kebijakan antar instansi dan otoritas akan terus dibutuhkan, terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang melibatkan pihak di luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran nasional ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu :
1.      Peningkatan keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional
2.      Peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara jasa pembayaran
3.      Peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen




C.     Jenis – jenis Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.      Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Merupakan suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini juga disebut kebijakan moneter longgar (easy money policy)
2.      Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy)
Merupakan suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan ini disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1.      Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2.      Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3.      Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4.      Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.


D.    Peredaran Mata Uang di Indonesia
Jumlah uang yang telah beradar di masyarakat pada saat pengakuan kedaulatan Republik Indonesia secara de jure adalah jumlah uang tersebut ditambah dengan jumlah uang yang dikeluarkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ketika masa pendudukan Belanda mata uang yang berlaku adalah mata uang yang dikeluarkan pemerintahan Hindia Belanda, yaitu uang kertas De Javasche Bank dan uang kertas pemerintah Hindia Belanda (munbilyet). Mata uang tersebut tetap dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk aktivitas ekonomi Indonesia. Pada saat peredaran uang ‘muntbilyet’ itu, pemerintah Jepang mengeluarkan jenis mata uang sebagai alat pembayaran yang dikenal dengan ‘uang invasi’. Ketika pendudukan Indonesia oleh Jepang, ketiga mata uang tersebut beredar dan berlaku untuk segala transaksi perdagangan. Namun kondisi itu tidak berlangsung lama sebab mata uang Jepang mampu mendominasi peredarannya di Indonesia melebihi kedua mata uang lainnya ketika Jepang mampu menggelembungkan volume jumlah uang dengan usaha perang Jepang yang meningkat.
Kemudian Indonesia mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) yang merupakan uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Manfaat pencetakan ORI adalah untuk menggantikan uang Hindia Belanda dan uang Jepang yang telah lama beredar dan berlaku di Indonesia. ORI dapat disamakan dengan “continental money” (greenbacks) yang dikeluarkan oleh Negara-negara koloni di Amerika Serikat. ORI juga sebagai “instrument of revolution” karena dipergunakan untuk administrasi Negara, memperkuat kebutuhan tentara, memelihara keamanan dan ketertiban, serta mensejahterakan rakyat.
Ketika ORI akan diedarkan, pemerintah menarik kedua mata uang yang saat itu beredar di masyarakat. Tetapi menjadi hal yang tidak mungkin penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang terlalu besar, maka akan terjadi kekacauan perekonomian dan kerugian bagi masyarakat. Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menarik mata uang Hindia Belanda dan Jepang secara berangsur. ORI ditandatangani oleh Menteri Keuangan A. A. Maramis pada tanggal 17 Oktober 1945 dan kemudian mulai beredar pada tanggal 30 Oktober 1946. Hanya bertahan selama 3 tahun 5 bulan atau tepatnya pada bulan Maret 1950 ORI kembali ditarik dari peredaran sehingga mata uang ini yang tidak sempat disebarkan ke berbagai daerah di Indonesia dibuatlah jenis mata uang ditiap daerah oleh Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan alat pembayaran yang sah sebagaimana disebutkan penyusun pada pembahasan sebelumnya.

E.     Perkembangan Besaran Moneter dalam Miliar Rupiah

No
Items
31 Oct 2012
30 Nov 2012
1
Uang Primer
648,106.00
647,979.00

antara lain :
Uang Kertas dan Uang Logam yang Diedarkan
392,116.00
392,610.00

antara lain :
Saldo Giro Bank pada BI
222,130.00
221,980.00
2
Posisi Aktiva Luar Negeri Bersih 1)
1,025,905.00
1,034,387.00
3
Aktiva Domestik Bersih 2)
-377,799.00
-386,408.00

antara lain :
Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat
63,554.00
100,710.00

antara lain :
Kredit Likuiditas 3)
7,266.00
7,265.00

antara lain :
Operasi Pasar Terbuka
-249,160.00
-289,881.00
4
Memorandum item: Cadangan Devisa (konsep IRFCL) 4) dalam juta USD
110,297.00
111,285.00
Keterangan :
1.      Sejak Juni 2009 menggunakan konsep Aktiva Luar Negeri Bersih (Aset Luar Negeri dikurangi Kewajiban Luar Negeri) menggunakan kurs neraca Bank Indonesia. Sejak September 2009 Kewajiban Luar Negeri termasuk alokasi SDR.
2.      Aktiva Domestik Bersih = Uang Primer - Aktiva Luar Negeri Bersih
3.      Termasuk kredit dalam rangka channeling
4.      Menggunakan konsep IRFCL atas dasar harga berlaku dengan format Official Reserve Asset (ORA). Konsep IRFCL hanya mencakup aset yang tergolong likuid dan penilaiannya menggunakan kurs yang berlaku pada saat akhir periode laporan.

F.      Sektor Moneter
[DKM]
Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
-
1. Grup Kebijakan Moneter
-
2. Grup Riset Ekonomi
-
3. Divisi Perpustakaan Riset dan Administrasi
[DSM]
Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter
-
1. Grup Neraca Pembayaran
-
2. Divisi Statistik Sektor Riil
-
3. Divisi Statistik Moneter, Keuangan, dan Fiskal
-
4. Divisi Pengelolaan dan Pengembangan Data dan Informasi
-
5. Divisi Percetakan, Publikasi, dan Administrasi
[DPM]
Departemen Pengelolaan Moneter
-
1. Grup Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter
-
2. Grup Operasi Moneter
-
3. Divisi Penyelesaian Transaksi, Informasi, dan Administrasi
-
4. Divisi Perizinan, Pengaturan dan Pengawasan Pedagang Valuta Asing
[DPD]
Departemen Pengelolaan Devisa
-
1. Grup Manajemen Devisa
-
2. Grup Analisis Devisa
-
3. Divisi Manajemen Risiko
-
4. Divisi Penyelesaian Transaksi Devisa
-
5. Divisi Pengelolaan Sistem Tresuri dan Administrasi
[DInt]
Departemen Internasional
-
1. Grup Kerjasama dan Studi ASEAN
-
2. Grup Kerjasama dan Studi Multilateral
-
3. Divisi Analisis Pinjaman Luar Negeri dan Hubungan Investor
-
4. Divisi Penyelesaian Transaksi Pinjaman Luar Negeri
-
5. Divisi Administrasi Internasional



REFERENSI


Bank Indonesia. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia:  Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi. Jakarta, 2003.
Yuliadi, Imamudin. 2008. Ekonomi Moneter. Jakarta: Indeks
Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: Rajawali Press
HMT Oppusunggu. 1998. Sumber Krisis Moneter Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar