Timeline moneter
Sejarah Indonesia
Nama : Putri Ayu Fitriyani
No. Reg : 4423126876
F a k u l t a s I l m u S o s i a l
D 3 P a r i
w i s a t a
2 0 1 2
Pada
tahun 1828 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Bank Indonesia atau De Javasche Bank sebagai bank sirkulasi
yang bertugas untuk mencetak sekaligus mengedarkan uang. Bank Indonesia
merupakan bank sentral RI dengan tujuannya yaitu untuk mencapai dan juga
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini terdapat dua
aspek, yaitu:
1. Kestabilan
nilai mata uang terhadap suatu barang dan jasa
2. Kestabilan
terhadap mata uang Negara lain.
Bank
Indonesia mempunyai hak untuk mengedarkan uang di Indonesisa. Oleh karena itu,
untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bank Indonesia dipimpin oleh seorang
Dewan Gubernur. Lalu pada tahun 1953, Undang-undang Pokok Bank Indonesia
melaksanakan penetapan pendirian Bank Indonesia dengan maksud untuk
menggantikan fungsi De Javasche Bank
sebagai bank sentral. Ada tiga tugas utama yang dimiliki Bank Indonesia, yaitu:
1. Bidang
moneter
2. Bidang
perbankan
3. Bidang
pembayaran
Penerbitan
Undang-undang Bank Sentral pada tahun 1968 yang bertugas mengatur kedudukan dan
tugas bank Indonesia sebagai bank sentral. Membantu pemerintah sebagai agen
pembangunan untuk mendorong kelancaran produksi dan juga pembangunan, serta
memperluas kesempatan kerja untuk meningkatkan kehidupan rakyat. Tujuan yang
dimiliki Bank Indonesia tercantum pada UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7 yang isinya
yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan juga kestabilan
pada nilai harga barang dan jasa.
Dari
tahun 1945 sampai 1949 terjadinya kondisi perekonomian yang sangat buruk dan
sangat menyedihkan yang terjadi di Indonesia. Penyebab utama yang menyebabkan
buruknya perekonomian dan penurunan produksi di Indonesia karena hancurnya
faktor-faktor produksi. Sebuah data menunjukkan bahwa pada tanggal 1949 volume
perderan uang telah mencapai sebanyak Rp 6 miliyar pada wilayah yang sedang
dikuasai oleh Indonesia. Sedangkan, jumlah pada wilayah yang dikuasai oleh
Belanda mencapai sebanyak Rp 3,7 miliyar. Penyebab yang mengakibatkan situasi
moneter menjadi kacau dan membingungkan karena pada tahun 1949 macam-macam
jenis mata uang yang telah beredar di masyarkat semuanya berbeda-beda.
Lahirnya
sebuah Bank Indonesia merupakan kelanjutan dari penerapan Undang-undang tentang
nasionalisasi De Javasche Bank dengan
maksud pemindahan hak milik saham-saham tersebut dari tangan pemilik swasta ke
tangan pemerintah. Parlemen Indonesia telah selesai melakukan pembahasan dan
penyetujuan dari rencana Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada 10 April 1953
yang diajukan pemerintah dan juga yang disertai perubahan penting lainnya.
Kemudian Undang-undang tersebut diumumkan di Lembaran Negara No. 40 pada 2 Juni
1953. Dan pada 1 Juli 1953 telah berlakunya nama Bank Indonesia dengan tugas
dan wewenang yang sama ketika BNI masih berstatus sebagai bank sentral.
Kemudian
untuk pertama kalinya dalam bidang moneter akibat buruknya perekonomian pasca
perang adalah mengupayakan perbaikan posisi cadangan devisa melalui suatu
kegiatan ekspor dan impor. Pembiayaan keuangan Negara terus meningkat pada masa
periode ekonomi terpimpin, terutama pada pembiayaan proyek politik pemerintah.
Laju inflasi terus menerus meningkat sehingga pada tahun 1959-1965 dilakukannya
dua kali pengetatan sistem moneter. Kemudian pada tahun 1980-an setelah
berakhirnya periode tersebut, pemerintah memasuki masa pemulihan ekonomi
melalui program stabilisasi dan rehabilitasi yang kemudian diteruskan dengan
suatu kebijakan deregulasi bidang keuangan dan moneter.
Bank
Indonesia yang dipinpim oleh seorang Gubernur ini sejak tahun 2005 menetapkan
kebijakan moneter, sebagai sasaran utama kebijakan moneter dengan menggunakan
sistem nilai tukar yang mengambang. Bank Indonesia juga menjalankan suatu
kebijakan nilai tukar uang dengan maksud untuk mengurangi nilai tukar yang cukup
berlebihan.
Kebijakan
moneter merupakan suatu proses cara mengatur persediaan uang sebuah Negara
untuk mencapai suatu tujuan tertentu, seperti menahan inflasi, mencapai pekerja
penuh atau lebih sejahter, serta upaya untuk bisa mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dengan tetap mempertahankan kestabilan sebuah harga. Dalam
upaya mencapainya keseimbangan, tujuan kebijakan moneter dikelompokkan menjadi
tiga, antara lain:
1. Keseimbangan
internal
Seperti
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, dan pemerataan suatu
bangunan
2. Keseimbangan
eksternal
Seperti
keseimbangan neraca pembayaran
3. Keseimbangan
makro
Yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang
Sebenarnya
pengelolaan ekonomi makro masih harus berhadapan dengan risiko global, arah
kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2012 akan diarahkan dalam rangka:
1. Mengoptimalkan
peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus mengintimigasi
resiko perlambatan ekonomi global
2. Meningkatkan
efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian,
dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan
3. Meningkatkan
efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem
pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri
4. Memperkuat
ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan
penanganan krisis
5. Mendukung
pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan
kepada masyarakat
Sejak
tahun 2012, kebijakan stabilisasinilai tukar didukung oleh implementasi
kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor dan devisa utang luar negeri
di bank domestik. Pada suatu nilai tukar
kebijakan Bank Indonesia akan tetap diarahkan untuk menjaga kestabilitas nilai
tukar dengan memperhatikan pencapaian keseimbangan internal dan keseimbangan
eksternal perekonomian, serta memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi.
Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan fungsi Kantor Bank Indonesia sebagai
sebuah fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan untuk pengendalian
inflasi di daerah.
Perlunya
komitmen yang kuat dan dukungan dari banyak pihak untuk dapat mewujudkan
hal-hal tersebut. Kementerian pun terkait dalam hal tersebut seperti
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah
Daerah. Dalam hal ini Bank Indonesia pun ikut mengambil posisi kepemimpinan
dalam menentukan arah kebijakan pengembangan jasa pembayaran ke depan.
Koordinasi kebijakan antar instansi dan otoritas akan terus dibutuhkan,
terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang melibatkan pihak di
luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran nasional ke depan akan
dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu :
1. Peningkatan
keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan
mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka
hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran
nasional
2. Peningkatan
efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong
terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara
jasa pembayaran
3. Peningkatan
perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa
pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen
Jenis
– jenis Kebijakan MoneterKebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1. Kebijakan
Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Merupakan suatu kebijakan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi
pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini juga disebut
kebijakan moneter longgar (easy money policy)
2. Kebijakan
Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy)
Merupakan
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan ini disebut juga dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter,
yaitu antara lain :
1. Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas
Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan
jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank
umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam
ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan
tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio
Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang
harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.
4. Imbauan
Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter
untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku
ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang beredar pada perekonomian.
Pada saat pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia secara de jure, jumlah uang yang telah beredar di masyarakat adalah
jumlah uang tersebut ditambah dengan jumlah uang yang dikeluarkan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Uang kertas De
Javasche Bank dan uang kertas munbilyet atau pemerintah Hindia Belanda
merupakan mata uang yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda ketika masa
kependudukan Belanda. Mata uang tersebut digunakan untuk alat pembayaran yang
sah untuk aktivitas ekonomi Indonesia. Pada saat peredaran uang ‘muntbilyet’ itu, pemerintah Jepang
mengeluarkan jenis mata uang sebagai alat pembayaran yang dikenal dengan ‘uang
invasi’. Ketika pendudukan Indonesia oleh Jepang, ketiga mata uang tersebut
beredar dan berlaku untuk segala transaksi perdagangan. Namun kondisi itu tidak
berlangsung lama sebab mata uang Jepang mampu mendominasi peredarannya di
Indonesia melebihi kedua mata uang lainnya ketika Jepang mampu menggelembungkan
volume jumlah uang dengan usaha perang Jepang yang meningkat.
Kemudian Indonesia mengeluarkan ORI
(Oeang Republik Indonesia) yang merupakan uang kertas pertama yang dikeluarkan
oleh pemerintah Republik Indonesia. Manfaat pencetakan ORI adalah untuk
menggantikan uang Hindia Belanda dan uang Jepang yang telah lama beredar dan
berlaku di Indonesia. ORI dapat disamakan dengan “continental money”
(greenbacks) yang dikeluarkan oleh Negara-negara koloni di Amerika Serikat. ORI
juga sebagai “instrument of revolution” karena dipergunakan untuk administrasi
Negara, memperkuat kebutuhan tentara, memelihara keamanan dan ketertiban, serta
mensejahterakan rakyat.
Ketika ORI akan diedarkan, pemerintah
menarik kedua mata uang yang saat itu beredar di masyarakat. Tetapi menjadi hal
yang tidak mungkin penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang terlalu
besar, maka akan terjadi kekacauan perekonomian dan kerugian bagi masyarakat.
Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menarik mata uang Hindia
Belanda dan Jepang secara berangsur. ORI ditandatangani oleh Menteri Keuangan
A. A. Maramis pada tanggal 17 Oktober 1945 dan kemudian mulai beredar pada
tanggal 30 Oktober 1946. Hanya bertahan selama 3 tahun 5 bulan atau tepatnya pada
bulan Maret 1950 ORI kembali ditarik dari peredaran sehingga mata uang ini yang
tidak sempat disebarkan ke berbagai daerah di Indonesia dibuatlah jenis mata
uang ditiap daerah oleh Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan alat
pembayaran yang sah sebagaimana disebutkan penyusun pada pembahasan sebelumnya.
ORI pada akhir tahun 1949 telah mencapai volume Rp. 6 miliar. Pemerintah saat
itu sangat menyadari bahwa kebijakan deficit financing menyebabkan perkembangan
inflasi yang sangat tinggi. Tetapi pemerintah berada dalam kondisi yang dilema
disebabkan kebutuhan yang sangat besar untuk perang.tindakan-tindakan
perpajakan sangat tidak mungkin dilakukan karena kondisi yang sangat tidak
memungkinkan.
Masyarakat indonesia sangat mendambakan
perbankan yang hanya sehat dan kuat saja, tapi juga berperan secara efektif dan
efisien dalam melakukan pengelohan perekonomian indonesia dan menjaga
kestabilan perekonomian indonesia. Dalam arti menjaga kestabilan yang dimaksud
dengan menjaga nilai rupiah antara lain terhadap harga-harga barang dan jasa.
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan
nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan
untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti
uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar