Kamis, 10 Januari 2013

UAS - De Javasche Bank


De Javasche Bank
Refanny Mayta Novilia
4423126877


Kapal niaga-kapal niaga
Diterjang ombak sampai malaka
Jika tuan hendak membaca
Lupalah jangan sejarah Bank Indonesia
Mari kita ikuti sejarah perkembangan Bank Sentral di Nusantara…        
Bank Indonesia adalah bank sentral yang dimiliki oleh Indonesia. Bank Indonesia terletak Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta. Tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan yang terakhir mengatur dan mengawasi bank. Tujuan utama dari Bank Indonesia ialah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Karena itu bank Indonesia yang mengatur arus jalannya uang di Indonesia.  Bank Indonesia juga adalah satu-satunya bank yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Selain itu bank Indonesialah yang memberikan izin apakah bank ini bisa didirikan atau tidak. Itu adalah sebagian kecil dari Bank Indonesia. Namun yang akan kita bahas sekarang adalah tentang praBank Indonesia. Dahulu Bank Indonesia dikenal dengan nama De Javasche Bank.

·          Periode De Javasche Bank

1.      Periode Oktroi I – VIII (1828 -1922)
            De Javasche Bank adalah bank sentral milik pemerintah Hindia Belanda yang di bentuk pada tanggal 11 Oktober 1827. Pada awalnya, pemerintah kolonial Belanda pada tahun1824 membentuk Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM) untuk  manangani ekspor hasil bumi dari Hindia Belanda. Karena perkebunan dan pertambangan memberikan hasil yang menguntungkan, dan usahanya naik dengan pesat, maka para pengusaha Belanda memerlukan sesuatu untuk membantu mereka dalam mengembangkan ussahanya. Kondisi keuangan di Hindia Belanda sedikit kacau. Maka itu dibtuuhkan sutu lembaga keuangan untuk mengatasi hal tersebut. Raja Willem I pun mengeluarkan oktroi (hak istimewa atau izin) yang menjadi dasar pembentukan De Javasche Bank pada tanggal 9 Desember 1826 sebagai bank fasilisator dan sirkulasi perdagangan Hindia Belanda. Dan Nederlandsche Handels Maatschappij  pun juga menjadi salah satu penyetor awal De Javasche Bank. Modal pertamanya ialah sekitar satu juta gulden. Pada tanggal 11 Desember 1827, Komisaris Jendral Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat keputusan No. 28 tentang oktroi dan ketentuan-ketentuan mengenai De Javasche Bank. Kemudian pada tanggal 24 Desember 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jendral Hilndia Belanda No.25 di tetapkan Akte Pendirian De Javasche Bank. Dan pada saat itu juga, telah diangkatnya Mr. C. De Haan sebagai Presiden De Javasche Bank. Oktroi ini berlaku selama 10 tahun di mulai dari 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan kemudian di perpanjang lagi sampai dengan 31 Maret 1838. Pada tanggal 11 Maret 1828, De Javasche Bank mencetak uang kertas untuk pertama kalinya yaitu senilai ƒ 1. 120.000,- dengan pecahan ƒ1000, ƒ500, ƒ300, ƒ200, ƒ100, ƒ 50, ƒ 25. Mereka juga ingin membuat pecahan uang dengan nilai yang lebih kecil lagi, tetapi mereka harus mengajukan izin permohonan kepada Gubernur Jendral yang kemudian akan di ajukan kembali ke Negeri Belanda. De Javasche Bank memiliki cabang di berbagai kota di Nusantara. Cabang pertama yang didirikan di luar Batavia ialah di Semarang dan Surabaya. Cabang  kedua, De Javasche Bank membuka 5 kantor cabang di luar Jawa dan di Jawa, yaitu di Padang, Makassar, Cirebon, Solo, dan Pasuruan. Kemudian disusul juga pembukaan cabang di Yogyakarta. Pada saat Oktroi tahun keenam, De Javasche Bank melakukan pembaharuan akte Pendirian di hadapan Notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Dalam akte baru tersebut, De Javasche Bank mengubah statusnya menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V). Dengan perubahan status tersebut Naamlooze Vennootschap De Javasche Bank dianggap sebagai perusahaan baru. Namun di Pasuruan, kantor cabang De Javasche Bank di tutup karena menderita kerugian.  Pada 1891, cabang De Javasche Bank di buka di Amsterdam, sehingga lintas pembayaran Hindia Belanda dengan Belanda semakin lancar. Dengan berdirinya De Javasche Bank, uang yang tadinya di edarkan oleh pemerintah Hindia Belanda diambil alih semua oleh De Javasche Bank. Karena itu De Javasche Bank memiliki hak untuk memonopoli arah arus uang berjalan.
            Tugas-Tugas yang dilakukan oleh De Javasche Bank ialah :
  • ·         Mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas
  • ·         Mendiskonto wesel, surat utang jangka pendek, obligasi negara, dan lain-lain.
  • ·         Menjadi kasir pemerintah
  • ·         Menyimpan dan menguasai dana-dana devisa
  • ·         Bertindak sebagai pusat kliring sejak tahun 1909


2.      Periode De Javasche Bankwet 1922 (1922 – 1942)
Pada 31 Maret 1922 diubah dan ditambah menjadi De Javasche Bankwet. Masa berlaku De Javasche Bank Bankwet 1922 adalah 15 tahun di tambah dengan perpanjangan  satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh Gubernur Jendral. Modal yang disetor mengalami perubahan, diperbesar menjadi ƒ9.000.000,- dan harus dipenuhi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jenderal. Pimpinan De Javasche Bankwet adalah direksi yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu diantaranya adalah Sekretaris.
3.      De Javasche Bank Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pecahnya Perang Dunia kedua di eropa memberikan dampak kepada Asia-Pasifik. Jepang pun dengan segera melebarkan wilayah jajahanya dari daratan Asia menuju Asia Tenggara. Melihat kedatangan Jepang di pulau JawaDr. G.G. van Buttingha Wichers, Presiden De Javasche Bank langsung memindahkan semua cadangan emasnya ke Australia dan Afrika Selatan.Agar emas-emas tersebut tidak diambil oleh pihak Jepang.  Pemindahan cadangan emas itu melalui pelabuhan di Cilacap. Untungnya Jepang tidak mengetahui pemindahan emas tersebut. Setelah Jepang menduduki Indonesia pada Februari-Maret 1942, para tentara Jepang memaksa kepada direksi De Javacshe Bank untuk menyerahkan semua aset De Javasche Bank kepada Jepang.  Setelah itu pada bulan April 1942 di umumkan suatu perintah tentang  penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan setelah itu, pemerintah Jepang mengeluarkan perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda, Inggris dan beberapa bank Cina.
Semua wewenang dari bank-bank yang telah di likuidasi diambil alih oleh bank-bank Jepang seperti bank Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank dan Mitsui Bank, yang ditutup oleh Belanda saat mulai pecah perang. Sedangkan untuk bank sirkulasi di pulau Jawa dibentuk Nanpo Kaihatsu Ginko yang antara lain melanjutkan tugas tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yang di cetak di Jepang dalam tujuh denomonasi dari satu gulden hingga sepuluh gulden. Karena hal tersebut nilai mata uang dan ekonomi di Hindia Belanda menjadi hancur.

4.      De Javasche Bank Periode Revolusi (1945-1950)

Setelah Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, maka Indonesia mem proklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan keesokkan harinya, pada hari 18 Agustus 1945 disusun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan dasar untuk kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang di tunjukkan bagi kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Penepatan landasan negara tersebut juga sebagai kehidupan dan pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal itu tercemin di dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23 tentang Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan ekonomi-moneter.
Sementara itu Belanda tetap berusaha untuk menjajah kembali Indonesia. Kali ini ia di bantu dengan sekutu untuk kembali menjajah Indonseia. Karena Belanda kembali menduduki Indonesia, pemerintahan Indonesia pun memiliki dua pemerintahan yaitu pemerintahan Republik Indonesia, yang berkedudukan di Jakarta lalu pindah ke Yogyakarta dan pemerintah Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA) yang berpusat di Jakarta. Pada tanggal 10 Oktober 1945, NICA membuka akses kantor-kantor pusat bank Jepang di Jakarta dan menugaskan De Javasche Bank menjadi bank sentral mengambil alih peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian De Javasche Bank berhasil membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh NICA. Cabang-cabangnya itu seperti : Jakarta, Semarang, Manado, Surabaya, Banjarmasin, Pontianak, Bandung, Medan, dan Makassar. Setelah Agresi militer I, De Javasche Bank berhasil membuka kembali kantor cabang Palembang, Cirebon, Malang, dan Padang. Sedangkan cabang-cabang De Javasche Bank di Yogyakarta, Solo, dan Kediri berhasil di buka setelah Agresi militer II.
Sedangkan di wilayah yang dikuasai Indonesia oleh Republik Indonesia, pada tanggal 19 Oktober 1945 dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Pusat Bank Indonesia). Tidak lama kemudian Yayasan Pusat Bank Indonesia melebur menjadi satu menjadi Bank Indonesia.

5.      Periode Pengakuan Kedaulatan RI hingga Nasionalisasi De Javasche Bank

Terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 1949 telah menandai berakhirnya permusuhan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda. Pada tahun 1949 Belanda telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan pada saat itu juga De Javasche Bank masih di percaya menjadi bank sentral di Indonesia. Maka, timbul keinginan untuk merubah De Javasche Bank yang masih berstatus swasta untuk menjadi milik negara. Pada tanggal 28 Mei 1951 Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo di hadapan parlemen mengumumkan keinginan pemerintah untuk menasionalisasikan De Javasche Bank. Mendengar berita tersebut, Presiden De Javasche Dr. Houwink merasa terkejut karena tidak di beritahu terlebih dahulu tentang rencana tersebut. Dan akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya dengan hormat dan Mr. Syarifuddin Prawiranegara menggantikan Dr. Houwink sebagai presiden De Javasche Bank yang baru.
Pada 19 Juni 1951 pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank yang akan mengkaji usulan langkah nasionalisasi, menyusun RUU nasionalisasi dan sekaligus merancang undang-undang bank sentral. Selanjutnya pada 15 Desember 1951diumumkan undang-undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank. Rancangan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pun diajukan ke parlemen pada bulan September 1952. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh parlemen pada 10 April 1953, kemudian disahkan oleh Presiden pada tanggal 29 Mei 1953 dan De Javasche Bank milik negara pun mulai berlaku pada 1 Juli 1953. Sejak saat itu bangsa Indonesia memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.

·         Beberapa Presiden De Javasche Bank

1.      24 Januari 1828 – 22 Maret 1838 :  Chr. de Haan (LL.M.)
Leonard Pierre Joseph viscount du Bus Gisignies, Komisaris Jendral Hindia Belanda menujuk Chr. De Haan menjadi Presiden Dejavasche Bank. Pada tanggal 13 Desember 1937, hampir 10 tahun ia menjadi presiden De Javasche Bank, lalu ia memutuskan untuk mundur pada tanggal 22 Maret 1938 di depan rapat dewan. 

2.      31 Maret 1838 – 3 Oktober 1851 : C.J. Smulders
C.J Smulders yang tadinya adalah sekretaris De Javasche Bank, menjadi Presiden De Javasche Bank menggantikan de Haan pada tangga 31 Maret 1838. Ia membeli setengah aset di pabrik gula Langsee. Pada 7 Januari 1851, ia mengundurkan diri dengan cara terhormat karena masalah kesehatan. Dengan dekrit 4 Maret 1851, Smulders diberhentikan secara resmi sebagai Presiden De Javasche Bank. Ia memutuskan untuk mengurus pabrik gula yang pernah ia beli.

3.      3 Oktober 1851 – 7 Januari 1963 : E. Francis
Emanuel Francais sebelum menjadi Presiden De Javasce Bank ialah pegawai negeri. Ia beranjak naik, kemudian menjadi Inspektur keuangandari yahun 1848 sampain 1850. Kemudian ia berhenti menjadi inspektur lalu di tinjuk menjadi Presiden De Javasche Bank. Ia menggantikan Smulders saat pertemuan dewan pada tanggal 10 Maret 1851. Lalu pada tanggal 1 Juli 1863, ia mengudurkan diri karena ia tidak suka dengan penerapan sistem ekonomi baru di Hindia Belanda. Ia mengeluarkan buku yang berjudul "De regerings-beginselen van Nederlandsch Indië: getoetst aan de behoefte van moederland en Kolonie", yang isinya ialah tentang kekecewaan nya dengan sistem ekonomi baru di Hindia Belanda, dan mengusulkan penyelidikan oleh komite independen.

4.      7 Januari 1863 – 30 Juni 1868 : J.W.C Diepenheim
J.W.C Diepenheim Presiden De Javasche Bank yang menggantikan Wiggers van Kerchem. Sama seperti Smulders, Diepenheim sebelum menjadi Presiden De Javasche Bank ia menjadi sekretaris De Javasche Bank selama dua tahun. Ia hanya menjabat 5 tahun. Pada tanggal 18 Maret 1870, ia mengundurkan diri. Ia pun meninggal di Den Haag pada tanggal 21 Mei 1875 di usia 75 tahun.

5.      29 Oktober 1949 – 30 April 1951 A.Houwink (Ph.D)
Houwink diangkat menjadi Presiden De Javasche Bank pada tanggal 29 Oktober 1951. Houwink kaget saat membaca surat kabar bahwa pemerintah Indonesia akan menasionalisasikan De Javasche Bank. Akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden De Javasche Bank, dan kemudian menjadi penasihat manajemen De Javasche Bank untuk beberapa waktu.

6.      30 April 1951 – 30 Juni 1953 Syafruddin Prawiranegara
Ia orang Indonesia pertama yang menjadi presiden De Javasche Bank. Pada masanya De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Tetapi karena ia menjadi salah satu penggerak gerakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Ia kemudian di gantikan lagi oleh Loekman Hakim. Ia pun di tangkap lau di penjarakan dari tahun 1961 – 1966. Ia meninggal karena serangan jantung pada tanggal 15 Februari 1989.
  



Referensi :
·         Laporan De Javasche Bank : A. Houwink, D. Bijl, W. M. Hens, M. A. Pellaupessy
·         Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 1 (1945-1959) : Hadi Soesastro, Aida Budiman, Ninasapti Triaswati, Armida Alisjahbana, Sriningsih








1 komentar:

  1. sepertinya ada yang terlewat, bahwa de javasche bank setelah membuka cabang di Amsterdam Belanda... juga membuka cabangnya di New York Amerika...kok tidak ada ulasannya

    BalasHapus