De Javasche Bank
Refanny Mayta Novilia
4423126877
Kapal niaga-kapal niaga
Diterjang ombak sampai malaka
Jika tuan hendak membaca
Lupalah jangan sejarah Bank Indonesia
Mari kita ikuti sejarah perkembangan Bank Sentral di Nusantara…
Bank Indonesia adalah bank sentral yang dimiliki oleh Indonesia. Bank
Indonesia terletak Jl. MH. Thamrin 2 Jakarta. Tugas Bank Indonesia sebagai bank
sentral adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan yang terakhir mengatur dan mengawasi
bank. Tujuan utama dari Bank Indonesia ialah mencapai dan memelihara kestabilan
rupiah. Karena itu bank Indonesia yang mengatur arus jalannya uang di
Indonesia. Bank Indonesia juga adalah satu-satunya bank yang memiliki hak
untuk mengedarkan uang di Indonesia. Selain itu bank Indonesialah yang
memberikan izin apakah bank ini bisa didirikan atau tidak. Itu adalah sebagian
kecil dari Bank Indonesia. Namun yang akan kita bahas sekarang adalah tentang
praBank Indonesia. Dahulu Bank Indonesia dikenal dengan nama De
Javasche Bank.
· Periode De Javasche Bank
1. Periode Oktroi I – VIII
(1828 -1922)
De
Javasche Bank adalah bank sentral milik pemerintah Hindia Belanda yang di
bentuk pada tanggal 11 Oktober 1827. Pada awalnya, pemerintah kolonial Belanda
pada tahun1824 membentuk Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM) untuk
manangani ekspor hasil bumi dari Hindia Belanda. Karena perkebunan dan
pertambangan memberikan hasil yang menguntungkan, dan usahanya naik dengan
pesat, maka para pengusaha Belanda memerlukan sesuatu untuk membantu mereka
dalam mengembangkan ussahanya. Kondisi keuangan di Hindia Belanda sedikit
kacau. Maka itu dibtuuhkan sutu lembaga keuangan untuk mengatasi hal tersebut.
Raja Willem I pun mengeluarkan oktroi (hak istimewa atau izin) yang menjadi
dasar pembentukan De Javasche Bank pada tanggal 9 Desember 1826 sebagai bank
fasilisator dan sirkulasi perdagangan Hindia Belanda. Dan Nederlandsche
Handels Maatschappij pun juga menjadi salah satu penyetor awal
De Javasche Bank. Modal pertamanya ialah sekitar satu juta gulden. Pada tanggal
11 Desember 1827, Komisaris Jendral Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph
Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat keputusan No. 28 tentang
oktroi dan ketentuan-ketentuan mengenai De Javasche Bank. Kemudian pada tanggal
24 Desember 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jendral Hilndia Belanda No.25
di tetapkan Akte Pendirian De Javasche Bank. Dan pada saat itu juga, telah
diangkatnya Mr. C. De Haan sebagai Presiden De Javasche Bank. Oktroi ini
berlaku selama 10 tahun di mulai dari 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837
dan kemudian di perpanjang lagi sampai dengan 31 Maret 1838. Pada tanggal 11
Maret 1828, De Javasche Bank mencetak uang kertas untuk pertama kalinya yaitu
senilai ƒ 1. 120.000,- dengan pecahan ƒ1000, ƒ500, ƒ300, ƒ200, ƒ100, ƒ 50, ƒ 25.
Mereka juga ingin membuat pecahan uang dengan nilai yang lebih kecil lagi,
tetapi mereka harus mengajukan izin permohonan kepada Gubernur Jendral yang
kemudian akan di ajukan kembali ke Negeri Belanda. De Javasche Bank
memiliki cabang di berbagai kota di Nusantara. Cabang pertama yang didirikan di
luar Batavia ialah di Semarang dan Surabaya. Cabang kedua, De Javasche
Bank membuka 5 kantor cabang di luar Jawa dan di Jawa, yaitu di Padang,
Makassar, Cirebon, Solo, dan Pasuruan. Kemudian disusul juga pembukaan cabang di
Yogyakarta. Pada saat Oktroi tahun keenam, De Javasche Bank melakukan
pembaharuan akte Pendirian di hadapan Notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22
Maret 1881. Dalam akte baru tersebut, De Javasche Bank mengubah statusnya
menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V). Dengan perubahan status
tersebut Naamlooze Vennootschap De Javasche Bank dianggap
sebagai perusahaan baru. Namun di Pasuruan, kantor cabang De
Javasche Bank di tutup karena menderita kerugian. Pada 1891, cabang De
Javasche Bank di buka di Amsterdam, sehingga lintas pembayaran Hindia Belanda
dengan Belanda semakin lancar. Dengan berdirinya De Javasche Bank, uang yang
tadinya di edarkan oleh pemerintah Hindia Belanda diambil alih semua oleh De
Javasche Bank. Karena itu De Javasche Bank memiliki hak untuk memonopoli arah
arus uang berjalan.
Tugas-Tugas yang dilakukan oleh De Javasche Bank ialah :
- · Mengeluarkan
dan mengedarkan uang kertas
- · Mendiskonto
wesel, surat utang jangka pendek, obligasi negara, dan lain-lain.
- · Menjadi kasir
pemerintah
- · Menyimpan dan
menguasai dana-dana devisa
- · Bertindak
sebagai pusat kliring sejak tahun 1909
2. Periode
De Javasche Bankwet 1922 (1922 – 1942)
Pada 31 Maret 1922 diubah dan ditambah menjadi De
Javasche Bankwet. Masa berlaku De Javasche Bank Bankwet 1922 adalah 15 tahun di
tambah dengan perpanjangan satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh
Gubernur Jendral. Modal yang disetor mengalami perubahan, diperbesar menjadi ƒ9.000.000,- dan
harus dipenuhi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jenderal.
Pimpinan De Javasche Bankwet adalah direksi yang terdiri dari seorang presiden
dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu diantaranya adalah Sekretaris.
3. De Javasche Bank
Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Pecahnya Perang Dunia kedua di eropa memberikan dampak kepada Asia-Pasifik.
Jepang pun dengan segera melebarkan wilayah jajahanya dari daratan Asia menuju
Asia Tenggara. Melihat kedatangan Jepang di pulau Jawa, Dr. G.G.
van Buttingha Wichers, Presiden De Javasche Bank langsung memindahkan semua
cadangan emasnya ke Australia dan Afrika Selatan.Agar emas-emas tersebut tidak
diambil oleh pihak Jepang. Pemindahan cadangan emas itu melalui pelabuhan
di Cilacap. Untungnya Jepang tidak mengetahui pemindahan emas tersebut. Setelah
Jepang menduduki Indonesia pada Februari-Maret 1942, para tentara Jepang
memaksa kepada direksi De Javacshe Bank untuk menyerahkan semua aset De
Javasche Bank kepada Jepang. Setelah itu pada bulan April 1942 di umumkan
suatu perintah tentang penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank.
Beberapa bulan setelah itu, pemerintah Jepang mengeluarkan perintah likuidasi
untuk seluruh bank Belanda, Inggris dan beberapa bank Cina.
Semua wewenang dari bank-bank yang telah di likuidasi diambil alih oleh
bank-bank Jepang seperti bank Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank dan Mitsui
Bank, yang ditutup oleh Belanda saat mulai pecah perang. Sedangkan untuk bank
sirkulasi di pulau Jawa dibentuk Nanpo Kaihatsu Ginko yang antara lain
melanjutkan tugas tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money
yang di cetak di Jepang dalam tujuh denomonasi dari satu gulden hingga sepuluh
gulden. Karena hal tersebut nilai mata uang dan ekonomi di Hindia Belanda
menjadi hancur.
4. De Javasche Bank Periode
Revolusi (1945-1950)
Setelah Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, maka Indonesia mem
proklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan keesokkan
harinya, pada hari 18 Agustus 1945 disusun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan dasar untuk kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang di
tunjukkan bagi kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Penepatan landasan
negara tersebut juga sebagai kehidupan dan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Hal itu tercemin di dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23 tentang
Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank
Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan
ekonomi-moneter.
Sementara itu Belanda tetap berusaha untuk menjajah kembali Indonesia. Kali
ini ia di bantu dengan sekutu untuk kembali menjajah Indonseia. Karena Belanda
kembali menduduki Indonesia, pemerintahan Indonesia pun memiliki dua
pemerintahan yaitu pemerintahan Republik Indonesia, yang berkedudukan di
Jakarta lalu pindah ke Yogyakarta dan pemerintah Belanda atau Nederlandsche
Indische Civil Administrative (NICA) yang berpusat di Jakarta. Pada
tanggal 10 Oktober 1945, NICA membuka akses kantor-kantor pusat bank Jepang di
Jakarta dan menugaskan De Javasche Bank menjadi bank sentral mengambil alih
peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian De Javasche Bank berhasil
membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh NICA.
Cabang-cabangnya itu seperti : Jakarta, Semarang, Manado, Surabaya,
Banjarmasin, Pontianak, Bandung, Medan, dan Makassar. Setelah Agresi militer I,
De Javasche Bank berhasil membuka kembali kantor cabang Palembang, Cirebon,
Malang, dan Padang. Sedangkan cabang-cabang De Javasche Bank di Yogyakarta,
Solo, dan Kediri berhasil di buka setelah Agresi militer II.
Sedangkan di wilayah yang dikuasai Indonesia oleh Republik Indonesia, pada
tanggal 19 Oktober 1945 dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan
Pusat Bank Indonesia). Tidak lama kemudian Yayasan Pusat Bank Indonesia melebur
menjadi satu menjadi Bank Indonesia.
5. Periode Pengakuan
Kedaulatan RI hingga Nasionalisasi De Javasche Bank
Terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada
1949 telah menandai berakhirnya permusuhan antara Republik Indonesia dan
Kerajaan Belanda. Pada tahun 1949 Belanda telah mengakui kedaulatan Republik
Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan pada saat
itu juga De Javasche Bank masih di percaya menjadi bank sentral di Indonesia.
Maka, timbul keinginan untuk merubah De Javasche Bank yang masih berstatus
swasta untuk menjadi milik negara. Pada tanggal 28 Mei 1951 Perdana Menteri
Sukiman Wirjosandjojo di hadapan parlemen mengumumkan keinginan pemerintah
untuk menasionalisasikan De Javasche Bank. Mendengar berita tersebut, Presiden
De Javasche Dr. Houwink merasa terkejut karena tidak di beritahu terlebih
dahulu tentang rencana tersebut. Dan akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan
diri dari jabatannya dengan hormat dan Mr. Syarifuddin Prawiranegara
menggantikan Dr. Houwink sebagai presiden De Javasche Bank yang baru.
Pada 19 Juni 1951 pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche
Bank yang akan mengkaji usulan langkah nasionalisasi, menyusun RUU
nasionalisasi dan sekaligus merancang undang-undang bank sentral. Selanjutnya
pada 15 Desember 1951diumumkan undang-undang No. 24 tahun 1951 tentang
Nasionalisasi De Javasche Bank. Rancangan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia
pun diajukan ke parlemen pada bulan September 1952. Rancangan Undang-Undang
tersebut disetujui oleh parlemen pada 10 April 1953, kemudian disahkan oleh
Presiden pada tanggal 29 Mei 1953 dan De Javasche Bank milik negara pun mulai
berlaku pada 1 Juli 1953. Sejak saat itu bangsa Indonesia memiliki sebuah
lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
· Beberapa Presiden De Javasche Bank
1. 24 Januari 1828 – 22
Maret 1838 : Chr. de Haan (LL.M.)
Leonard Pierre Joseph viscount du Bus Gisignies, Komisaris Jendral Hindia
Belanda menujuk Chr. De Haan menjadi Presiden Dejavasche Bank. Pada tanggal 13
Desember 1937, hampir 10 tahun ia menjadi presiden De Javasche Bank, lalu ia
memutuskan untuk mundur pada tanggal 22 Maret 1938 di depan rapat dewan.
2. 31 Maret 1838 – 3
Oktober 1851 : C.J. Smulders
C.J Smulders yang tadinya adalah sekretaris De Javasche Bank, menjadi
Presiden De Javasche Bank menggantikan de Haan pada tangga 31 Maret 1838. Ia
membeli setengah aset di pabrik gula Langsee. Pada 7 Januari 1851, ia mengundurkan
diri dengan cara terhormat karena masalah kesehatan. Dengan dekrit 4 Maret
1851, Smulders diberhentikan secara resmi sebagai Presiden De Javasche Bank. Ia
memutuskan untuk mengurus pabrik gula yang pernah ia beli.
3. 3 Oktober 1851 – 7
Januari 1963 : E. Francis
Emanuel Francais sebelum menjadi Presiden De Javasce Bank ialah pegawai
negeri. Ia beranjak naik, kemudian menjadi Inspektur keuangandari yahun 1848
sampain 1850. Kemudian ia berhenti menjadi inspektur lalu di tinjuk menjadi
Presiden De Javasche Bank. Ia menggantikan Smulders saat pertemuan dewan pada
tanggal 10 Maret 1851. Lalu pada tanggal 1 Juli 1863, ia mengudurkan diri
karena ia tidak suka dengan penerapan sistem ekonomi baru di Hindia Belanda. Ia
mengeluarkan buku yang berjudul "De regerings-beginselen van
Nederlandsch Indië: getoetst aan de behoefte van moederland en Kolonie", yang
isinya ialah tentang kekecewaan nya dengan sistem ekonomi baru di Hindia
Belanda, dan mengusulkan penyelidikan oleh komite independen.
4. 7 Januari 1863 – 30 Juni
1868 : J.W.C Diepenheim
J.W.C Diepenheim Presiden De Javasche Bank yang menggantikan Wiggers van
Kerchem. Sama seperti Smulders, Diepenheim sebelum menjadi Presiden De Javasche
Bank ia menjadi sekretaris De Javasche Bank selama dua tahun. Ia hanya menjabat
5 tahun. Pada tanggal 18 Maret 1870, ia mengundurkan diri. Ia pun meninggal di
Den Haag pada tanggal 21 Mei 1875 di usia 75 tahun.
5. 29 Oktober 1949 – 30
April 1951 A.Houwink (Ph.D)
Houwink diangkat menjadi Presiden De Javasche Bank pada tanggal 29 Oktober
1951. Houwink kaget saat membaca surat kabar bahwa pemerintah Indonesia akan
menasionalisasikan De Javasche Bank. Akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Presiden De Javasche Bank, dan kemudian menjadi
penasihat manajemen De Javasche Bank untuk beberapa waktu.
6. 30 April 1951 – 30 Juni
1953 Syafruddin Prawiranegara
Ia orang Indonesia pertama yang menjadi presiden De Javasche Bank. Pada
masanya De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli
1953. Tetapi karena ia menjadi salah satu penggerak gerakan PRRI (Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia). Ia kemudian di gantikan lagi oleh Loekman
Hakim. Ia pun di tangkap lau di penjarakan dari tahun 1961 – 1966. Ia meninggal
karena serangan jantung pada tanggal 15 Februari 1989.
Referensi
:
·
Laporan De Javasche Bank : A. Houwink, D. Bijl, W. M. Hens, M.
A. Pellaupessy
·
Pemikiran dan
Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 1 (1945-1959) :
Hadi Soesastro, Aida Budiman, Ninasapti Triaswati, Armida Alisjahbana,
Sriningsih
sepertinya ada yang terlewat, bahwa de javasche bank setelah membuka cabang di Amsterdam Belanda... juga membuka cabangnya di New York Amerika...kok tidak ada ulasannya
BalasHapus