WILLMA GALUH MAHARANI
4423126886
USAHA JASA PARIWISATA D3/2012WAYANG KULIT KAMBOJA
Wayang adalah seni
pertunjukkan asli indonesia yang berkembang pesat di pulau jawa dan bali. Selain itu
beberapa daerah seperti sumatra dan semenanjung juga memiliki beberapa budaya
wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan jawa dan hindu.
UNESCO,
lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 november 2003 menetapkan
wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari indonesia,
sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece
of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula
negara lain yang memiliki pertunjukan boneka. Namun
pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan
keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Untuk itulah UNESCO
memasukannya ke dalam daftar resentasif budaya tak benda pada tahun 2003.
Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar
di asia selatan Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang india. Namun
demikian, kejeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu
menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna
tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal
yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari prastasi belitung di
Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang
Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah
ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu.
Pertunjukan wayang menggunakan cerita ramayana dan mahabrata..
Demikian juga saat masuknya islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “tuhan” atau “dewa” dalam wujud manusia dilarang,
munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi,
dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah
yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam,
berkembang juga wayang, sadat yang
memperkenalkan nilai-nilai Islam.
Ketika misionaris Katolik, Pastor Timotheus L.
Wignyosubroto, SJ pada tahun 1960 dalam misinya menyebarkan agama Katolik, ia mengembangkan Wayang Wahyu, yang sumber
ceritanya berasal dari Alkitab. Wayang kulit, atau wayang kulit, yang tanpa
keraguan yang paling dikenal dari
wayang Indonesia. Kulit berarti kulit,
dan mengacu pada konstruksi kulit dari boneka
yang dipahat dengan
hati-hati dengan peralatan yang
sangat baik dan didukung dengan
hati-hati berbentuk tanduk kerbau menangani dan batang kendali. Cerita-cerita biasanya diambil dari epik
Hindu Ramayana, Mahabharata
atau dari Menak Serat,
(cerita tentang kepahlawanan Amir Hamza).
Wayangnya berukuran besar, pipih dan kaku atau
tidak dapat digerakkan. Terbuat dari selembar kulit sapi dan pembuatannya
melalui upacara khusus. Wayang untuk tokoh Dewa Wisnu atau Syiwa, terbuat
dari kulit sapi, yang kematiannya harus secara natural atau karena kecelakaan,
dan harus diselesaikan dalam waktu satu hari itu juga melalui sebuah ritual.
Kulit direndam dalam larutan yang dibuat dari kulit kandaol. Kemudian seorang
seniman wayang melukis gambar di atas kulit itu, memotongnya sesuai gambar lalu
menambahkan warnanya, sebelum akhirnya mengikatnya pada dua bilah bambu sebagai
pegangan wayang saat ditarikan. Dalam satu panel wayang, bisa berisi satu
atau lebih tokoh wayang.
Berbeda dengan wayang kulit yang terkenal di
Indonesia, ukuran wayang kulit Kamboja termasuk yang terbesar di dunia (sekitar
1,8 x 1,2 m), dengan sekitar 150 panel wayang dalam satu set-nya. Desain
busana yang digambarkan pada wayang mencerminkan busana kalangan kerajaan Khmer
dan keindahan serta keanggunannya menyerupai tokoh-tokoh pada relief di
Candi Angkor Wat.
Dalam kultus kemaharajaan di Kamboja, sejak Raja
Jayavarman, penghuni kerajaan senantiasa bersumpah setia, meyakini Hindu, dan
percaya bahwa para Dewa menaklukkan setan serta mengakui Dewa Indra sebagai
Penguasa Utama. Selaras dengan kepercayaannya itu, – dalam kisah Ramayana, saat
tokoh kera berjuang melawan kekuatan jahat demi membela Raja Rama – , menjadi
sangat sesuai dengan sumpah setia dan keyakinan mereka. Hal ini menyebabkan
kalangan istana mulai mempertunjukkan episode Ramayana (Reamker) baik
menggunakan wayang atau topeng, yang kemudian mengarah ke pertunjukan seni nang
sbek dan tari topeng (khol). Dengan berjalannya waktu, pertunjukan ini juga
diselenggarakan saat kremasi dan acara penting lainnya, yang akhirnya
dilestarikan.
Secara tradisional, pertunjukan ini berlangsung
pada malam hari di tempat terbuka, biasanya di samping pagoda atau di samping
persawahan. Sebuah layar putih besar dibentangkan diantara dua bambu yang
tinggi di depan api unggun (atau sekarang bisa melalui proyektor). Bayangan
dari wayang itu diproyeksikan ke layar besar itu dan para penari menghidupkan
tokoh wayang dengan cara melangkah dan menari dengan irama tepat untuk
menghasilkan gerakan-gerakan wayang yang sesuai cerita.
Sementara pada zaman dulu butuh tiga minggu untuk
menyajikan seluruh cerita Reamker secara lengkap, saat ini cerita dapat
disajikan lengkap dalam tiga malam, atau 90 menit dengan ringkasan yang dapat
diberikan kepada wisatawan atau pemirsa perkotaan, untuk kepentingan promosi
wisata.
Tarian ini hampir hilang selama regime Khmer
Merah yang represif berkuasa (1975 – 1979) karena seni bertentangan dengan
ideologi yang berlaku. Banyak seniman dibunuh dan dikirim ke pengasingan serta
koleksi wayang yang dimusnahkan. Namun sejak runtuhnya Khmer Merah di tahun
1979, pertunjukan seni ini mulai dibangkitkan kembali oleh sedikit artis yang
selamat. Secara perlahan, wayang dibuat kembali dan rombongan penari secara
perlahan dibentuk. Ada 3 kelompok teater wayang yang bangkit dari debu,
walaupun masih kekurangan pemain dan kesempatan tampil. Saat itu, transfer
pengetahuan tari, teknik, dan caranya, terutama yang berkaitan dengan pembuatan
wayang, tidak lagi dijamin. Namun pada akhir tahun 1980-an terjadi kebangkitan
seni di Akademi Seni Rupa di Phnom Penh dengan dukungan penuh dari Menteri
Kebudayaan Kerajaan Kamboja.
Dalam kultus kemaharajaan di Kamboja, sejak Raja
Jayavarman, penghuni kerajaan senantiasa bersumpah setia, meyakini Hindu, dan
percaya bahwa para Dewa menaklukkan setan serta mengakui Dewa Indra sebagai
Penguasa Utama. Selaras dengan kepercayaannya itu, – dalam kisah Ramayana, saat
tokoh kera berjuang melawan kekuatan jahat demi membela Raja Rama – , menjadi
sangat sesuai dengan sumpah setia dan keyakinan mereka. Hal ini menyebabkan
kalangan istana mulai mempertunjukkan episode Ramayana (Reamker) baik
menggunakan wayang atau topeng, yang kemudian mengarah ke pertunjukan seni nang
sbek dan tari topeng (khol). Dengan berjalannya waktu, pertunjukan ini juga
diselenggarakan saat kremasi dan acara penting lainnya, yang akhirnya
dilestarikan.
Secara tradisional, pertunjukan ini berlangsung
pada malam hari di tempat terbuka, biasanya di samping pagoda atau di samping
persawahan. Sebuah layar putih besar dibentangkan diantara dua bambu yang
tinggi di depan api unggun (atau sekarang bisa melalui proyektor). Bayangan
dari wayang itu diproyeksikan ke layar besar itu dan para penari menghidupkan
tokoh wayang dengan cara melangkah dan menari dengan irama tepat untuk
menghasilkan gerakan-gerakan wayang yang sesuai cerita.
Sementara pada zaman dulu butuh tiga minggu untuk
menyajikan seluruh cerita Reamker secara lengkap, saat ini cerita dapat
disajikan lengkap dalam tiga malam, atau 90 menit dengan ringkasan yang dapat
diberikan kepada wisatawan atau pemirsa perkotaan, untuk kepentingan promosi
wisata.
Tarian ini hampir hilang selama regime Khmer
Merah yang represif berkuasa (1975 – 1979) karena seni bertentangan dengan
ideologi yang berlaku. Banyak seniman dibunuh dan dikirim ke pengasingan serta
koleksi wayang yang dimusnahkan. Namun sejak runtuhnya Khmer Merah di tahun
1979, pertunjukan seni ini mulai dibangkitkan kembali oleh sedikit artis yang
selamat. Secara perlahan, wayang dibuat kembali dan rombongan penari secara
perlahan dibentuk. Ada 3 kelompok teater wayang yang bangkit dari debu,
walaupun masih kekurangan pemain dan kesempatan tampil. Saat itu, transfer
pengetahuan tari, teknik, dan caranya, terutama yang berkaitan dengan pembuatan
wayang, tidak lagi dijamin. Namun pada akhir tahun 1980-an terjadi kebangkitan
seni di Akademi Seni Rupa di Phnom Penh dengan dukungan penuh dari Menteri
Kebudayaan Kerajaan Kamboja.
Cerita Wayang Kulit
1. Plot cerita biasanya diambil dari cerita-cerita India, seperti Ramayana dan Mahabarata (Ramayana lebih populer di Bali, Malaysia, Thailand, dan Kamboja; Mahabarata lebih terkenal di Jawa).
1. Plot cerita biasanya diambil dari cerita-cerita India, seperti Ramayana dan Mahabarata (Ramayana lebih populer di Bali, Malaysia, Thailand, dan Kamboja; Mahabarata lebih terkenal di Jawa).
Mahabarata:
Pada dasarnya cerita ini berkisar pada masalah
perebutan tahta kerajaan. Tersebutlah dua bersaudara pewaris tahta kerajaan,
Dhritarashtra and Pandu. Dhritarashtra adalah yang lebih tua tetapi ia
buta, karena itu Pandu yang memerintah.
Dhritarashtra memiliki 100 orang anak
laki-laki, dikenal dengan sebutan Kurawa; Pandu mempunyai orang anak laki-laki
(Pandawa). Setelah pandu wafat, generasi selanjutnya tidak dapat memutuskan
siapa yang harus memerintah.
Pandawa lebih pupoler, karena mereka punya sifat adil, pemberani, dll. Mereka adalah Yudhistira, putra tertua yang melambangkan keadilan; Bhima adalah putra yang sangat kuat; Arjuna, sangat tampan dan memiliki kekuatan gaib; Nakula dan Sahadewa, adalah putra kembar Pandawa
Pandawa lebih pupoler, karena mereka punya sifat adil, pemberani, dll. Mereka adalah Yudhistira, putra tertua yang melambangkan keadilan; Bhima adalah putra yang sangat kuat; Arjuna, sangat tampan dan memiliki kekuatan gaib; Nakula dan Sahadewa, adalah putra kembar Pandawa
Semua keluarga Pandawa adalah turunan Dewa.
Kaurawa yang dipimpin oleh Duryodhana sebaliknya memiliki sifat suka menipu,
jahat, dll. Mereka memperdaya Pandawa untuk mempertaruhkan bagian kerajaan
mereka dengan permainan dadu (di mana mereka curang).
Pendawa harus mengungsi ketengah hutan
selama 12 tahun, dan harus menyamar selama setahun sebelum mereka kembali untuk
menuntut hak atas kerajaan. Namun Kurawa menolak untuk mundur sehingga terjadi
perang yang amat dahsyat, Bharatayuddha, dimana semua Kurawa terbunuh.
Salah satu dari sekutu Pendawa adalah Krisna (yang sebenarnya adalah
reinkarnasi dari Bethara Wisnu) yang berperan dalam menentukan kemenangan bagi
Pendawa.
wayang-cina-siam-kamboja
Prasasti berupa lempengan tembaga dari Jawa Tengah; Royal Tropical Institute, Amsterdam, contoh prasasti ini dapat dilihat dalam lampiran buku Claire Holt Art in Indonesia: Continuities and Changes,1967 terjemahan Prof.Dr.Soedarsono(MSPI-2000-hal 431).
Sarat dengan falsafat
Kekuatan budaya wayang yang juga jati dirinya adalah
kandungan filsafahnya. Wayang yang tumbuh dan berkembang sejak lama itu ternyata
berhasil menyerap berbagi nilai-nilai keutamaan hidup dan terus dapat
dilestarikan dalam berbagai pertunjukan wayang.
Wayang bukan lagi sekdedar tontonan atau
”shadowplay” melainkan sebagai “wewa yangane ngurip” yaitu bayangan hidup
manusia. Suatu pertunjukan wayang dapat dinalar dan dapat dirasakan bagaimana
kehidupan manusia itu dari lahir hingga mati. Perjalanan hidup manusia untuk
berjuang menegakan yang benar dengan mengalahkan yang salah. Dari pertunjukan
wayang dapat diperoleh pesan untuk hidup penuh amal shaleh guna mendapatkan
keridhoan allah.
Di dalam AMANEWS majalah kelompok hotel hiper mewah
amanresorts triwulan II,2004 halaman 4-5 termuat sebuah artikel budaya menarik
di pagoda Wat Bo, kawasan Siem Reap dimana monument-monumen akbar Angkor Wat
juga brada.
Sebenernya artikel menarik tersebut udah benar,
denga menulis pengakuan sejarah budaya bahwa wayang kulit kamboja berasal dari
wayang kulit tradisional jawa. Namun akibat terlalu terpakupada pesona wayang kuli
jawa maka pihak illustrator bulletin itu bukan memuat bentuk-bentuk wayang
kulit kamboja sebagai ilustrasi naskah, namun dua sososk wayang kulit jawa,
yang satu salah seorang tokoh Begawan dan yang lain gunungan.
Unsure-unsur magis seperti upacara keagamaan,
upacara minta hujan serta upacara untuk.mendatangkan kemakmuraan dan
kesejahteraan desa, dikamboja disebut “Robam Nang Sbek Tom”. Pertunjukan ini
menggunakan boneka-boneka wayang yang besar.
Referensi :
1.
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang
1.
Antopologi dan kelirumologi
By
jaya supana
2.
Seni kriya wayang kulit
By s.haryanto
3.
Ensiklopedi Kelirumologi
By
jaya supana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar