Selasa, 01 Januari 2013

UAS SEJARAH PERWAYANGAN NAKULA & SADEWA





RIZQI WIJANARKO (4423126882)
USAHA JASA PARIWISATA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
LOKASI : MUSEUM WAYANG KOTA



Lokasi Museum Wayang :
Museum wayang merupakan salah satu peninggalan mengenai sejarah yang ditinggalkan oleh Indonesia, museum Wayang terletak di Jl.Pintu besar utara No. 27 Jakarta. Pada mulanya museum wayang ini merupakan lokasi gereja tua yang didirikan oleh VOC pada tahun 1640 sampai tahun 1732 yang fungsinya untuk tempat beribadah penduduk sipil dan tentara Belanda yang tinggal di Batavia.
Sesuai yang telah di ajukan pemerintah Hindia Belanda tanggal 14 agustus 1963 ditetapkanlah gedung beserta tanahnya menjadi sebuah monumen
 
Berikut Ulasan yang saya bahas tentang cerita perwayangan Nakula & Sadewa

Sejarah Si Kembar Nakula  Sadewa


Sejarah di dalam Nakula dan Sadewa memang sosok yang unik. Keduanya kembar identik. Hampir sulit dibedakan kedua wajah dan fisik mereka. Mereka juga sama-sama kidal. Walaupun tangan kanan dan kiri mereka bisa melakukan hal yang sama, tapi tangan kiri mereka seperti lebih bertenaga daripada tangan kanan mereka. Kemampuan olah kanuragan mereka juga hampir sama. Sama-sama memiliki kesaktian yang tinggi dalam memainkan pedang dan keris. Juga kemampuan memanah mereka, walaupun masih jauh bila dibanding kakak mereka, Arjuna, tapi kemampuan memanah mereka masih diatas rata-rata kemampuan memanah para ksatria pada umumnya.

Hal yang paling membedakan keduanya, antara Nakula dan Sadewa, adalah dalam hal kepribadian mereka. Nakula memiliki pribadi yang pendiam. Dia adalah seorang ksatria dengan tipe pemikir. Setiap kejadian, selalu kemudian ditelaah, diurai maknanya, dan coba dijabarkan di dalam hatinya. Nakula hanya berbagi dan menyampaikan pendapatnya, ketika diminta. Berbeda dengan Sadewa. Sadewa adalah seorang yang pandai dalam menyampaikan pendapat. Dia juga cerdas. Sadewa yang juga dikenal sebagai seorang pembicara, bila menyampaikan sesuatu hal kepada senapati prajurit atau rakyat kebanyakan


NAKULA

Resminya, Nakula atau Pinten adalah putra dari Prabu Pandu dan Dewi Madrim. Namun karena Prabu Pandu tak dapat behubungan tubuh dengan istrinya, maka Dewi Madri yang telah diajari ilmu Adityaredhaya oleh Dewi Kunti memanggil dewa tabib kayangan yang juga dikenal sebagai dewa kembar. Batara Aswan-Aswin. Nakula adalah putra dar Batara Aswan sedang Sadewa adalah putra dari Batara Aswin.

Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Setelah 12 tahun menjadi buangan di hutan, Nakula beserta saudara-saudaranya menyamar di negri Wirata. Di sana Nakula menjadi seorang pelatih kuda kerajaan bernama Darmagrantika.

Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji Pranawajati yang berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.

Raden Nakula menikah dengan Dewi Retna Suyati, putri dari Prabu Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan berputra Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi Srengganawati, putri Dari Begawan Badawanganala dari Gisik Samudra berputri Dewi Sritanjung. Saat perang Baratayuda berlangsung, Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk menemui Prabu Salya dengan membawa patrem (semacam pisau kecil) dan minta dibunuh karena tidak tahan melihat saudara-saudaranya mati karena tak ada satupun manusia yang sanggup menandingi Aji Candabirawa Prabu Salya. Prabu Salya yang terharu lalu memberikan rahasia kelemahannya kepada si kembar bahwa yang sanggup membunuhnya adalah Puntadewa yang berdarah putih.

Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya dan Dewi Drupadi. 

Wikipedia
Nakula (Sansekerta: नकुल, Nakula), adalah seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi Madri, kakak ipar Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putera Dewa Aswin, Dewa tabib kembar.

Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.

Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.

Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran “Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan memenangkan perang besar tersebut.

 Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.

 Nakula dalam pewayangan Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan Arjuna

Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian Bhatara Indra.

Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu:
* Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.

* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.

Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya bersama keempat saudaranya.

SADEWA
Raden Sadewa atau Tangsen yang merupakan saudara kembar dari Raden Nakula adalah bungsu dari Pandawa. Ia adalah putra dari Dewi Madrim dan Batara Aswin, dewa kembar bersama Batara Aswan, ayah Nakula. 
Raden Sadewa memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Dalam hal olah senjata, sadewa ahli dalam penggunaan pedang. Nama-nama lain dari Sadewa adalah Sudamala, dan Madraputra. 

Dalam penyamaran di Negri Wirata Sadewa menjadi pengurus taman kerajaan di Wirata bernama Tantripala. 

Jika Nakula tak dapat lupa akan segala hal maka, Sadewa juga memiliki ingatan yang kuat serta ahli dalam hal menganalisis sesuatu. Sadewa juga ahli dalam hal Metafisika dan dapat tahu hal yang akan terjadi. Ini diperoleh dari Ditya Sapulebu yang dikalahkannya dan menyatu dalam tubuhnya saat Pandawa membuka hutan Mertani. Selain itu, Sadewa mendapatkan wilayah Bumiretawu atau juga disebut Bawertalun. 

Sadewa menikah dengan Dewi Srengginiwati putri Begawan Badawanganala dan berputra Bambang Widapaksa. Selain itu Ia juga menikah dengan Dewi Rasawulan, putri dari Prabu Rasadewa dari kerajaan Selamiral. Menurut kabar, yang sanggup memperistri Dewi Rasawulan akan unggul dalam Baratayuda Di saat yang sama Arjuna dan Dursasana juga datang melamar, namun yang memenakan sayembara pilih itu hanyalah Sadewa karena ia sanggup menjabarkan apa arti cinta sebenarnya. 

Sebelum pecah Baratayuda, ada dua raksasa penjelmaan Citraganda dan Citrasena yang bernama Kalantaka dan Kalanjaya yang datang ke Astina hendak membantu kerajaan Astina. Kedua raksasa tersebut sebenarnya hanyalah jin biasa, namun karena dikutuk oleh Batara Guru akibat mengintip Batara Guru dan Dewi Uma yang sedang mandi di telaga. Kehadiran kedua raksasa tersebut tenyata menimbulkan kegusaran dalam diri Dewi Kunti. Dewi Kunti lalu memohon pada Batari Durga agar kedua raksasa tersebut dimusnahkan. Batari Durga meminta Sadewa sebagai tumbalnya. Mendengar hal itu, Dewi Kunti tidak setuju dan kemudian kembali ke Amarta. Batari Durga kemudian menyuruk Kalika, seorang jin anak buahnya untuk menyusup kedalam tubuh Dewi Kunti. Dalam keadaan kerasukan, Dewi Kunti menyuruh sadewa sebagai tumbal dan diminta menghadap Batari Durga. Sadewa pun hanya menurut perintah ibu tirinya yang telah mengasuhnya dari kecil.

Sesampainya di hutan, Batari Durga minta diruwat oleh Sadewa menjadi putri yang cantik. Sadewa tidak sanggup melakukannya dan lalu akan dimangsa oleh Batari Durga. Sang Hyang Narada yang mengetahui hal itu lalu melaporkannya pada Batara Guru. Batara Guru lalu merasuk kedalam tubuh Sadewa dan meruwat Batari Durga. Kemudian kedua raksasa jelmaan Citraganda dan Citrasena dimusnahkan. Cerita ini dikenal dengan lakon Sudamala.

Setelah perang baratayuda selesai, Sadewa memilih menjadi patih Hastina dan juga pendamping Puntadewa. Akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan saudara-saudaranya.

Dalam pewayangan gaya Yogyakarta, wayang Nakula dan Sadewa dibedakan oleh jamang lidi (semacam hiasan kepala) yang di tunjuk dalam gambar dibawah. Sadewa menggunakan jamang lidi sedang Nakula tidak.  


Contoh Kitab Di Cerita Nakula & Sadewa


Cerita kelahiran para Pandhawa yang bersumber pada kitab Mahabharata, pada bagian yang disebut Adiparwa menyebutkan bahwa anak Pandu yang keempat, lahir dari Madri atau Madrim, bernama Nakula dan Sahadewa (Adiparwa, 1906: 122).
Nama Nakula sering menjadi Sakula (Sudamala : IV.19). Sahadewa menjadi Sadewa (Sudamala: I,99). Dalam cerita Sudamala, Uma memberi nama Sadewa menjadi Sudamala setela ia diruwat olehnya. (Sudamala: IV.72)
Ketika Pandhawa mengabdi ke Wiratha, Nakula berganti nama Grantika, sedangkan Sadewa berganti nama Tantripala (Wirataparwa , 1912: 11)
Dalam cerita Jawa baru Nakula sering disebut dengan nama Tangsen, sedangkan Sadewa dengan nama Pinten (Mayer, 1924 : 159)
Dalam cerita Sudamala, Sakula atau Nakula memperisteri Soka dan Sadewa memperisteri Padapa, setelah Sadewa menyembuhkan Tambapetra ayah dua perempuan itu (Sudamala: IV. 81).
Dalam cerita lakon Nakula Rabi, Nakula memperisteri Dewi Suyati anak Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit (Mangkunagara VII Jilid XXI. 1932: 3)
Dalam cerita Gembring Baring diceritakan Nakula beristeri Ganawati (Gembring Baring: XCVIII.20).
Dalam cerita lakon Sadewa Rabi, Sadewa memperisteri Dyah Dewarsini anak Sang Badhawangan Nala yang bertempat di Toyawangi (Mangkunagara VII Jilid XXI, 1932: 15)
Nakula dan Sadewa boleh dikata tidak banyak diangkat dalam cerita sebagai tokoh utama.. mereka berdua lebih banyak berkedudukkan sebagai tokoh penyerta yang selalu mengikuti Yudhisthira. Seolah-olah mereka menjadi ajudan raja Ngamarta.

Referensi Berasal Dari :Website :

Buku  :

   

- Lahirnya Nakula-Sadewa: Pandawa Lima yang ke-4 dan 5 : cerita wayang sepanjang zaman.     Penulis : A. Sulaha, Penerbit : Yayasan Karya Bhakti 120 Halaman

-R.S. Subalidinata Pandjang Mas Tahun IV, 1956 No. 5-6
-Geoferry Pope. Tahun 1984, Wayang Kembar. Jakarta: Nusa Dua Bali
-Penulis : Ardian Kresna “ Si Kembar Nakula & Sadewa. ( Sebuah Novel Epos Wayang Jawa.   Menyulam Kebajikan Tradisi Sang Leluhur. ) ;Yogyakarta 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar