Wynnonna
Geary Probo
4423126888
D3
Usaha Jasa Pariwisata
UAS
Museum Wayang
Museum Wayang berada di Jl. Pintu Besar Utara 27, kota,
Jakarta Barat. Museum Wayang ini berletak dekat dengan Museum Sejarah Jakarta
(Museum Fatahillah). Dahulu museum ini dibangun tahun 1640 bernama De Oude
Hollandsche Kerk (Dutch Old Church) . tahun 1732 mendapatkan renovasi gedung
dan berubah juga namanya menjadi De Nieuwe Hollandsche Kerk (Dutch New Church)
dan sempat terjadi gempa pada tahun 1808.
Kemudian dibangun kembali Museum Wayang ini
tahun 1912 di atas reruntuhan bangunan lama yang terjadi akibat gempa tersebut.
Dibuka sebagai Museum Batavia secara resmi tanggal 22 Desember 1939 oleh
Jonkheer Meester Aldius Warmoldus Tjarda van Strakenborg yaitu gurbernur
Jendral Belanda yang terakhir. Dan Museum Wayang juga diresmikan oleh gubernur
Jakarta yang pada waktu itu bernama Ali Sadiki tanggal 13 Agustus 1975..
Ada 4000 koleksi wayang dan boneka yang berasal dari
berbagai tempat di Indonesia dan luar negri, seperti India, Belanda, Malaysia,
Thailand, Suriname, Cina, Vietnam, Kolobia, serta berbagai macam topeng,
gamelan, dokumen, peta dan foto-foto tua. Lalu ada juga boneka Sigale-gale dari
Sumatra Utara yang dimainkan dalam upacara kematian bagi seseorang yang
meninggal dalam usia muda dan gundala-gundala yang berasal juga dari Sumtra
Utara yang dimainkan untuk mendatangkan hujan.
UNESCO lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB pada 7
November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukan bayangan boneka dari
Indonesia. Sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni
bertutur. Tak ada bukti yang menunjukan wayang telah ada sebelum agama Hindu
menyebar di Asia Selatan. Diperkirakan
dibwa masuk oleh pedagan India. Namun kejeniusan local dan kebudayaan yang ada
sebelumnya masuk Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk
memeberi warna tersendiri pada seni pertunjukan Indonesia. Sampai saaat ini
catatan awal yang bisa di pertunjukan tentang wayang berasal dari Prasarti Balitung
abad ke 4 yang berbunyi “si Galigimawayan”.
Sebenarnya pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia
karena banyak Negara lain mempunyai pertunjukan boneka. Tapi pertujukan wayang
di Indonesia yang memiliki gaya tutur dan keunikannya sendiri. Untuk ituah
UNESCO memasukan ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia
pada tahun 2003.
Ada
wayang kulit, wayang gung dan wayang suket. Perbedaan dari wayang-wayang ini
adalah sebagai berikut:
- Wayang kulit adalah wayang yang tebuat
dari kulit kambing, sapi, kerbau. Proses pembuatannya dimulai daari menjemur
kulitnya, lalu di potong dan dirancang sesuai yang di inginkan. Wayang kulit
terkenal di pulau Jawa. Pementasaan dalam wayang kulit membutuhkan dalang yang
menggerakan ayang tersebut. Selain memainkan wayang, dalang juga mengisi suara
dalam wayang tersebut.
- Wayang suket adalah wayang bentuk
tiruan dari berbagai fitur wayang kulit yang terbuat dari rumput. Wayang ini
biasanya dibuat hanya untuk permainan atau menceritakan pewayangan pada
anak-anak desa di Jawa. Untuk pembuatannya membutuhkan beberapa helai daun
rerumputan dijalin lalu dirangkai (dengan lipatan) membentuk seperti wayang
kulit. Karena berbahan rumput jadi wayang ini kurang tahan lama.
- Nah, yang terakhir ini adalah wayang
gung. Seni ini adalah seni pertunjukan wayang orang. Jadi tidak menggunakan
boneka seperti wayang-wayang pada umumnya. Orang yang memainkan pentas wayang
gung yang menjadi tokoh pewayangan sambil mengenakan mahkota atau katupung yang
menggambarkan tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang ini berasal dari
Banjar, Kalimantan Selatan.
Berikut beberapa macam wayang dari beberapa daerah di
Indonesia:
Wayang
adalah seni pertunjukan asliIndonesia yang berkembang pesat di pulau Jawa dan
Bali. Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga
memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu.
Wayang
kulit, seni pertunjukan yang sudah cukup tua umurnya adalah salah satu bagian
dari seni pertunjukan Bali yang hingga kini masih tetap digemari oleh
masyarakat setempat. Di desa-dsa maupun kota masyarakat masih sering
mempertunjukn wayang kulit dalam kaitan upacara agama Hindu, upacara adat Bali,
ataupun hanya hiburan saja.
Wayang
kulit Bali terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Wayang Lemah
b) Wayang Peteng
Ketika Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan
yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama
Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabrata.
Di Bali, pertunjukan Wayang Kulit melibatkan anatara 3
prang sampai 15 orang yang meliputi dalang, pengiring dan jika diperlukan
sepasang pembantu dalang. Komando tertinggi dalam pertunjukan wayang kulit
adalah dalang. Untuk mementaskan wayang para dalang Bali memerlukan sekitar
125-130 lembar wayang yang disimpan dalam kotak wayang (kropak).
Para seniman Bali pun juga berusaha menambahkan inovasi dan
kreatifitas mereka melali kaloborasi dengan senimana asing atau dari luar
daerah Bali. Dalang I Made Sidja atau Ida Bagus Ngurah menginovasikan dengan
gamelan suling atau Pegambuhan. Dan bisa juga ditambahkan inovasi yang lainnya
seperti contoh dibwah ini:
v Penggunaan
tata lampu yang modern
v Pemakaian
overhead-prjector untuk membuat citra realistis di bagian latar belakang
v Pemakain
wayang golek besar dan lai-lainnya.
Kesemuanya merupakan wujud nyata dari usaha para seniman
dalang muda untuk terus menyegarkan kehidupan seni Pewayangan di Bali. Gamelan
Selonding dan Selukat menjadi pengiring wayang di Bali.
Lalu sama dengan agama Islam, ketika mempertunjukan “Tuhan”
dalam wujud manusia itu dilarang. Jadi munculah boneka wayang yang terbuat dari
kulit sapi dimana dipertunjukan hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang
sekarang kita kenal sebagai wayangkulit. Menyebarkan agama isla berkembang juga
di wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.
Ketika misionaris Katolik, pastor Timotheus L.
Wignyosubroto, SJ pada tahun 1960 dalam misina menyebar agama Katolik ia
mengembakan wayang Wahyu yang bersumber dari kitab Alkitab.
Lalu ada
berbagai macam jenis-jenis wayang yang dapat di jumpai di Jawa. Mulai dari berbagai jenis
bahannya pula. Beberapa jenis wayang dapat diesebutkan sebagai berikut:
1. Wayang Purwa
Pada
umumnya cerita (lakon) yang dibawakan dari wayang purwa diambil dari Ramayana
dan Mahabrata. Bentuk wayang ini berbeda dengan bentuk tubuh manusia pada
umumnya dan diukir dengan system tertentu sehingga perbandingan (proposisi)
dengan bagian-bagian bentuk-bentuk yang lain seimbang.
Pada
dasarnya bentuk wayang Purwa didasarkan pada relief bentuk candi, lambat laun
bentuk itu mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pribadi
masyarakat Indonesia Jawa.
2. Wayang Madya
Wayang
Madya merupakan ciptaan dari Mangkunegara IV Surakarta. Cerita yang
dipertunjukan melanjutkan cerita wayang purwa, yaitu dari udayono sampai
Jayalengkara. Pada umumnya, wayang madya tokoh-tokoh raja yang tidak memakai
praba (= sinar atau tembus), suatu perhiasaan yang dipakai di punggung setiap
raja, sebagai lambing kedudukannya. Cara memakai kainya ialah dengan apa yang
dinamakan “banyakan” (lasana tabiat angsa).
3. Wayang Klitik
Boneka
wayang ini berbentuk pipih, walaupun tidak setipis kulit dan dibuat dari kayu.
Lengan atau tangannya dibuat dari kulit sapi atau kerbau. Jenis wayang ini
untuk menceritakan tanah jawa, khususnya kerajaan Majapahit dan Pajajaran.
4. Wayang Beber
Wayang
beber merupakan gambar wayang, yang dilukiskan pada kain putih wayang beber
biasanya terdiri dari 4 gulung (buah) yang berisikan 16 adegan. Urain R.M.
Sajid mengenai wayang beber adalah: wayang beber itu bukan wayang yang
dipergunakan untuk “imbaran” (ngamen) yang kemudian diepertunjukan di
jalan-jalan. Kata “beber” dalam hal in berarti direntangkan, yang dalam bahasa
Jawa digelar atau dijembreng. Setiap kali diceritakan gambar wayang itu,
direntangkan agar supaya diketahui oleh penonton bagaimana bentuk lukisan dari
cerita tersebut.
5. Wayang Gedog
Wayang
gedog diciptakan oleh Sunan Giri, untuk digunakan dalam cerita panji, yang
merupakan cerita raja-raja Jenggala, yaitu mulai dari Prabu Sri Ghataya
(Subrata) sampai Panji Kudalaleyan.
Betuk
wayang gedog itu mirip dengan wayang purwa, tetapi tidak menggunakan gelung
“supit urang” pada tokoh-tokoh rajanya. Pada wayang jenis ini tidak diketemukan
wayang-wayang. raksasa dan wayang-wayang kera. Semua memakai kain kepala yang
disebut “hudeg giling”.
6. Wayang Golek
Boneka
ini kebanyakan berpakaian (berjubah) baju panjang, tanpa digerakan secara
bebasa dan digerakan menggunakan kayu dan terbentuk dari kayu yang berbentuk
bulat seperti lazim nya boneka.
Cerita
wayang jenis ini bersumber dari serat Menak, yang berisikan cerita Arab. Tetapi
ada beberapa daerah yang menggunakan cerita yang biasa digunakan dengan jenis
wayang Purwa, yaitu Ramayana dan Mahabrata.
Boneka
ini kebanyakan berpakain berjubah (baju panjang) tanpa berkain panajng, memakai
serban (seperti orang Arab) memakai sepatu, pedang, dan perlengkapan yang
lainnya.
Selain
yang telah disebutkan diatas masih banyak jenis wayang yang lainnya, yaitu
jenis-jenis yang diubah pada abad dua pilihan yaitu wayang kancil, wayang
suluh, wayang pancasila, dan masih banyak lagi. Bentuk-bentuk wayang tesebut
ada yang mendekati dengan proposi manusia.
Wayang
golek saat ini lebih dominan menjadi seni petunjukan rakyat yang secara garis
besar tentang kebutuuhan-kebutuhan lingkungan masyarakat. Baik secara
spriritual maupun material. Wayang golek ini menjadi kegiatan yang sering
dilakukan oleh masyarakat dalam perayaan hajatan (pesta kenduri) khitanan,
pernikahan, dan lain-lainnya.
Berikut
juga Kandungan dalam Wayang:
a) Wayang bersifat “Momot Kamot”
Wayang
merupakan media pertunjukan yang dapat membuat segala aspek kehidupan manusia
(momot kamot). Pemikiran manusia terkait dengan ideology, politik, ekonomi,
social, budaya, hokum, maupun pertahanan keamanaan dapat termuatdi wayang. Di dalam
wayang melalui kecanggihan dalang dapat mebahas masalah-masalah actual dalam
masyarakat. Secara konvensional disajikan system ideologi yang
mengidam-idamkan sebuah Negara yang gemah, ripah, loh, jinawi, tata, tentrem,
karta,raharja; struktur sosia dalam system tata Negara kerajaan (raja, pendeta,
panglima, prajurit dan sebagainya). Selain itu permasalahan kehidupan
sehari-hari manusia secara actual dikupas dalam adegan agak santai (limbukan
dan gara-gara).
b) Wayang mengandung Tatanan, Tuntunan,
dan Totonan
Didalam
wayang dikandung tatanan, yaitu norma yangmengandung etika (filsafat moral).
Norma tersebut disepakati dan dijadikan pedoman bagi para seniman dalang. Di
dalam wayang pun dikandung ajaran-ajaran yang dapat digunakan sebagai pedoman
hidup manusia. Misalnya ajaran kepemimpinan, hendaknya seorang pemimpin
meneladani watak ayang: surya, Chandra, kartika, akasa, kisma, tirta, dahana,
dan samirana (asthabrata). Namun wayang juga dipandang dapat sebagai seni
pertunjukan yang menarik, memukai, dan menghibur artinya; dapat membahagiakan
hati penonton.
c) Wayang Merupakan Teater Total
Pertunjukan
wayang dapat diartikan seni teatre total artinya; menyajikan aspek-aspek seni
secara total(seni darama, music, seni gerak tari, seni sastra, dan seni rupa).
Dialog antar tokoh (anta wecana), ekspresi narasi (janturan, pocapan, carita),
suluk, kombangan, dhogdhogan, kepyakan, adalah unsur-unsur penting dalam
pendramaan. Music sebagai pendukung proses pendramaan, tinggi rendah nada,
irama dan rasa sebagai parameter para seniman music dalam mengekspresikan
unsure-unsur diatas. Gerak tari pun memerlukan wiraga, wirasa, dan wirama,yang
dikembangankan oleh music. Sastra dikembangkan dalam pertunjukan dalam mengolah
bahasa sebagai susunan kata dan kalimat yang mengandung aspek seni. Rupa wayang
mangandung seniman dalang dan mengekpesikan suara tokoh, tinggi rendah nada,
dan juga dalam gerak tarinya.
Ini adalah dalang-dalang wayang kulit yang melegenda yaitu
antara lain sebagai berikut: Ki Tristuti Rachmadi (Solo), Alm.Ki Narto Sabdo
(Semarang, gaya Solo), Alm. Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas), Ki
Soeparman (gaya Yogya), Ki Timbul Hadi Prayitno (gaya Yogya), Ki Hadi
Sugito (Kulonprog, Jogyakarta), Ki Anom Suroto (gaya Solo), Ki Manteb Sudarsono
(gaya Solo), Ki Enthus Susmono, Ki Aus Wiranto, lalu Pesinden yang legendaries
adalah alm. Nyi Tjondrolukito.
Resensi
Drs Sunarto . 1989. Wayang
kulit purwa gaya Yogyakarta. Jakarta: Balai Pustaka.
Darmoko S.S., M.Hum. 2010. pedoman pewayangan berperspektif perlindungan saksi dan korban.
Jakarta: lembaga perlindungan saksi dan korban.
Pranoedjoe Poespaningrat. 2005. Nonton Wayang Dari Berbagai Pakeliran. Yogyakarta: PT. BP.
Kedaulatan Rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar