Rabu, 02 Januari 2013

UAS Museum Tekstil - Tari Lawung Ageng


Sejarah Indonesia (UAS)
Museum Tekstil
Museum Tekstil yang berlokasi di Jalan Aipda K.S. Tubun, No.4 Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang Jakarta Barat ini, merupakan sebuah cagar budaya yang bertujuan untuk, mengumpulkan, mengawetkan, serta memamerkan karya-karya seni yang berkaitan dengan pertekstilan yang ada di Indonesia. Museum milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini menempati gedung tua diatas areal seluas 16.410 meter persegi, yang dulunya disebut Indische Woonhuis/Asrama Pegawai Departemen Sosial. Dan kini dikenal dengan nama Museum Tekstil. Museum Tekstil merupakan satu-satunya museum di Jakarta yang memiliki tugas sebagai pembawa misi untuk melestarikan budaya tekstil tradisional Indonesia. Dan Museum Tekstil pun berupaya untuk menjalankan fungsinya melalui program-program kegiatan yang diadakan bagi publik. Ada pun visi dan misi dari Museum Tekstil:
Visi : Menjadikan Museum Tekstil sebagai institusi keuntungan yang menjadi pusat pelestarian alam dan budaya, media aktivitas ilmiah, seni-budaya, penunjang pendidikan, media informasi, dan sebagai rekreasi edukatif-kultural yang menjadi salah satu acuan dan referensi bagi proses pembangunan bangsa.
Misi : Melakukan usaha-usaha pelestarian alam baik hewani maupun nabati dalam hal yang berkaitan dengan budaya pertekstilan di Indonesia, melakukan kegiatan inventarisasi sumber-sumber daya alam dan koleksi-koleksi tekstil tradisional dari berbagai wilayah di Indonesia berikut bentuk dan ragamnya, melakukan kegiatan dokumentasi, penelitian-penelitian, dan melakukan penyajian informasi dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan sepenuhnya bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Dahulu bangunan tua ini dibangun pada tahun 1850-an yaitu abad ke 19.Yang pada awalnya merupakan rumah pribadi milik seorang warga negara Perancis. Namun gedung ini kemudian dijual pada seorang anggota Konsulat Turki bernama Abdul Azis Almussawi Al Katiri, yang menetap di Indonesia. Pada tahun 1942 dijual kepada DR. Karel Christian Cruq. Pada masa perjuangan kemerdekaan R.I. gedung ini dipergunakan sebagai Markas Barisan Keamanan Rakyat (BKR).Tahun 1947 kepemilikan gedung ini dipegang oleh seorang bernama Lie Siou Pin. Setelah beberapa kali beralih kepemilikan dan beralih fungsi, akhirnya pada tahun 1952 dibeli oleh Departemen Sosial R.I. Pada tanggal 25 Oktober 1975 diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta yang kemudian pada tanggal 28 Juni 1976 diresmikan penggunaannya sebagai Museum Tekstil oleh Ibu Tien Soeharto.Bangunan ini dilindungi oleh SK Mendikbud RI Nomor 0128/M/1988. Bangunan masih asli, dalam keadaan baik dan terawat. Museum Tekstil ini dibuka untuk umum pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan hari Senin dan Hari Besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis, museum buka pada pukul 09.00 s/d 15.00 WIB. Hari Jumat, museum buka dari pukul 09.00 s/d 12.30 WIB dan pada hari Sabtu dan Minggu dari pukul 09.00 s/d 15.00.
Berdasarkan peraturan daerah pemerintah provinsi DKI Jakarta No. 3 Tahun 2012, tiket masuk  Museum Tekstil:
Perorangan
·         Dewasa                :  Rp 5.000,-
·         Mahasiswa           :  Rp 3.000,-
·         Anak-anak/pelajar:   Rp 2.000,-
Rombongan (Min. 30 orang)
·         Dewasa                :  Rp 3.750,-
·         Mahasiswa           :  Rp 2.250,-
·         Anak-anak/pelajar :   Rp 1.500,-
Kursus membatik (termasuk tiket masuk museum)
·         Lokal                    :  Rp 40.000,-
·         Asing                    :  Rp 75.000,-
Adapun fasilitas-fasilitas yang ada di Museum Tekstil adalah :
·         Gedung Utama digunakan untuk memamerkan tekstil-tekstil Indonesia, dan biasa digunakan untuk latar belakang pengambilan gambar film, lukisan, foto, ataupun video klip.
·         Gedung Galeri Batik digunakan untuk memamerkan koleksi batik dari berbagai daerah di Indonesia.
·         Gedung Workshop Center (Pendopo) digunakan untuk berbagai aktivitas pelatihan membatik, jumputan, dll.
·         Taman Pewarna Alam terdapat pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alam dengan luas sekitar 2000 m². Penanaman pohon-pohon itu bertujuan mendidik masyarakat agar mengenal dan mengetahui pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alam.
·         Auditorium Perpustakaan sebagai sumber data dan informasi mengenai pertekstilan Indonesia.
·         Ruang Laboraturium  dan Konservasi digunakan untuk kegiatan rutin konservasi tekstil.
·         RuangPenyimpanan (Storage) berfungsi untuk laboratorium dan kegiatan rutin konservasi tekstil.
·         Gerai Cinderamata yang terdapat aksesori, kain dan busana batik, buku-buku mengenai tekstil yang dapat diperoleh untuk para pengunjung.
·         Ruang Multimedia yang biasa digunakan untuk pemutaran film documenter mengenai seluk-beluk pertekstilan Indonesia dan ruang seminar.
·         Mushalla yang terletak di belakang Gedung Galeri Batik.
·         Area Parkir yang terbagi atas bagian depan, tengah, dan belakang.

Museum Tekstil ini sendiri mengkoleksi benda-benda yang ada hubungannya dengan dunia pertekstilan, khususnya tekstil yang berasal dari kawasan Nusantara dari akhir abad ke-18 sampai masakini. Sebagai sebuah museum tekstil terbesar di Indonesia, museum ini mempunyai koleksi-koleksi yang terhitung banyak. Dan saat ini koleksi Museum Tekstil berjumlah 1914 koleksi yang terdiri dari:
Ø  Wastra (kain tradisional) seperti Kain Panjang : Gringsing Kupu, Kothak Purnam Gringsing Ceplok Gurdo,Parang Baris, Parang Curiga, Parang Ceplok Babon Angrem, Bleg-Blegan Sutera, Parang Klitik Seling Centung, Laras Driyo, Batik Tengahan Tritik, Parang Seling Tritik, dan lainnya.
Ø  Kostum untuk tari : Bedhaya yang terdiri dari Bedhaya Paes Ageng, Bedhaya Srimpen, dan Bedhaya Putri Cina; Lawung Ageng yaitu Pengampil; Wayang Golek Menak yaitu Menak Alus (Jayegrana), Menak Gagah; Wayang Wong yaitu Raja Gagah, Aswani Kumba, dan lainnya.
Ø  Aksesori tari-tarian seperti Gelung Keling, Tropong, Puthutan, Lar-laran, Iket Tepen, Songkok, Gelung, Tekes, Jebeng, Songkok Variasi, dan lainnya.
Ø  Peralatan tekstil, dan lain-lain.
Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat menyaksikan aneka kain batik bermotif geometris sederhana hingga yang bermotif rumit, seperti batik Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Cirebon, Palembang, Madura, dan Riau. Selain itu, wisatawan juga dapat menyaksikan bendera Keraton Cirebon yang merupakan koleksi pilihan, karena usianya yang paling tua. Bendera itu terbuat dari bahan kapas berupa batik tulis yang berhias kaligrafi Arab. Bendera mirip plakat itu konon merupakan peninggalan bersejarah dari tahun 1776 yang sangat disakralkan di Istana Cirebon. Pada saat itu bendera tersebut sering dipakai sebagai simbol syiar Islam.
Keistimewaan lainnya yang terdapat di museum ini adalah kursus membatik. Kursus ini dilaksanakan bersamaan dengan hari-hari buka museum. Kursus membuat batik ini dilaksanakan di sebuah bangunan yang terletak di halaman paling belakang Museum Tekstil. Bangunan ini bergaya rumah panggung lebar yang tak mempunyai sekat di dalamnya. Semua bahan bangunannya terbuat dari kayu dengan cat berwarna coklat tua. Di ruangan ini tidak terdapat pendingin ruangan (AC), karena telah terdapat beberapa jendela yang mengelilingi ruangan untuk mengalirkan udara segar.
Tari Lawung Ageng
Beksan Lawung atau yang lebih sering disebut Tari Lawung Ageng adalah tarian perang-perangan atau ulah yuda. Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755-1792 menciptakan tarian salah satu beksan ini. Beksan ini diilhami oleh keadaan waktu dimana ada kegiatan prajurit-prajurit sebagai abdi dalem raja selalu mengadakan latihan watangan, berlatih ketangkasan berkuda dengan membawa watang atau lawung, yaitu sebuah tongkat panjang yang kurang lebih 3 m berujung tumpul, dan silang menyodok untuk menjatuhkan lawan. Dialog yang digunakan merupakan campuran dari bahasa Madura, bahasa Melayu, dan bahasa Jawa. Beksan lawung secara lengkap terdiri dari 3 bagian yaitu Beksan Lawung Alit , Beksan Lawung Ageng dan Beksan Sekar Medura. Beksan ini merupakan usaha dari Sultan untuk mengalihkan perhatian Belanda terhadap kegiatan prajurit Kraton Yogyakarta. Karena pada masa itu dalam suasana perang, sultan harus mengakui dan tunduk segala kekuasaan Belanda di Kasultanan Yogyakarta. Ia harus patuh pada segala perintah maupun peraturan yang telah ditentukan, termasuk olah keprajuritan. Latihan keprajuritan dengan menggunakan senjata di larang oleh Belanda.
Oleh karena itu sultan mengalihkan olah keprajuritan ke dalam bentuk beksan yaitu Beksan Lawung. Melalui Beksan Lawung ini sultan berusaha untuk membangkitkan sifat kepahlawanan prajurit Kraton pada masa perang tersebut. Beksan Lawung menunjukkan semangat dan keberanian melalui gerakan-gerakan tari. Oleh karena itu tema dalam Kraton khususnya Beksan Lawung kebanyakan bertema kepahlawanan. Beksna berisi sindiran-sindiran halus sebagai ungkapan rasa tidak senang sultan terhadap pembesar-pembesar Belanda di Kraton Yogyakarta.
Selain itu, Beksan Lawung diangkat sebagai tari ritual wakil sultan dalam upacara perkawinan putra dan putrinya, bukan semata-mata sebagai wakil yang wadang tetapi juga wakil kawruh urip yang harus dicerna oleh kedua mempelai lewat keseluruhan pagelaran. Hakekat pesan ini secara transparan diutarakan lewat lewat lagon diawal pertunjukan Beksan Lawung sebagi petuah sultan tentang perkawinan yang diakhiri dengan simbol kesuburan . Dalam Beksan lawung disimbolkan dengan tongkat atau lawung, dan perempuan dilambangkan dengan tanah. Tanah sebagai bumi sering disebut 'ibu pertiwi', lambang keperempuan. Dalam latihan Beksan Lawung diberikan kepada prajurit-prajurit peleton/ pasukan Trunajaya sehingga Beksan Lawung atau Beksan Trunajaya itu berubah menjadi Beksa lawung ageng dikarenakan hadir Beksa lawung alit dan Beksan Sekar Madura sebagai bagian dari Beksan Lawung secara keseluruhan. Sebagai akibat orang seringkali menyebut Beksa lawung diidentikkan dengan Beksan lawung ageng.
Pada tahun 1918 berdiri perkumpulan Kridha Beksa Wirama, sehingga Beksan Lawung boleh dipergelarkan dan diajarkan kepada orang lain di luar Kraton atas izin Sultan Hamengku Buwono VII. Sejak itulah kesenian istana, khususnya Beksan Lawung, makin banyak diminati dan maju pesat. Perkembangan selanjutnya Beksna Lawung dipentaskan untuk para wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, sehingga terjadi pemadatan waktu pentasnya. Beksan ini oleh Sri Sultan dijadikan Beksan ceremonial yang sangat terhormat, bahkan menjadi wakil pribadi dan Sri Sultan pada resepsi perkawinan agung pada hari pertama di Kepatihan dimana menurut istiadat Jawa Sri Sultan tidak boleh menghadirinya. Tarian ini lengkapnya terdiri dari 40 orang penari dan dibagi dalam tiga beksan yaitu, Lawung Ageng untuk gagahan dengan 16 orang penari, beksan sekar medura dengan 8 penari gagah dan alus. Namun, pria bersenjatakan lawung (tombak) pada umumnya dibawakan oleh 16 orang penari putera, dan beksan putra ini termasuk dalam tari upacara. Dan biasanya apabila di pentaskan secara lengkap, akan memakan waktu 5 jam dengan iringan gamelan khusus yaitu Kiai Guntur Sri, suaranya mengalun selama pagelaran ini berlangsung para penari disamping sisi kiri kanan gamelan dilarang istirahat.
Dahulu biasanya di pagelarkan untuk merayakan resepsi perkawinan putra-putri sultan kepatihan. Beksan lawung dipakai sebagai sebagai wakil raja dalam upacara pernikahan tersebut. Karena suatu hal yang tabu serta menghilangkan kewibawaan raja apabila raja sampai hadir di kepatihan yang tingkat derajatnya berada di bawah raja. Karena beksan lawung dianggap sebagai wakil raja, maka tidak boleh dipentaskan di sembarang tempat. Nama posisi penari: Lawung Jajar, Lawung Lurah, Botoh, Salaotho, dan Ploncon. Tata pakaiannya yaitu, Irah-irahan (hiasan kepala) dengan tephen kondhe Bineset, belakang dengan hiasan bunga yang diletakkan pada cundhuk berwarna emas dan rambut yang diklabang. Lalu di telinga dengan grompolan. Kelat bahu yang berbentuk Candra Kiranan dipakai sepasang. Lalu kalung Tanggalan, Kaweng Cindhe, Sabuk dan bara Chinde, Kamus dan Kretep, Sondher (sampur) Chinde, Celana Panji-Panji Cindhe, dan Kain Batik Corak poleng.


Referensi:
Web

Buku
·         Petunjuk Museum Tekstil
Dirman Surachmat
·         Pendidikan Berwawasan Kebangsaan: Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturisme
M. Nasruddin Anshoriy Ch
·         Seni Tari Jawa
Clara Brakel-Papenhujizen, Ngaliman S.



Okke Dwi Putri (4423125298)
     D3 Usaha Jasa Parwisata
Fakultas Ilmu Sosial
2012





Tidak ada komentar:

Posting Komentar