Kamis, 10 Januari 2013

UAS Sejarah. Reneleginov 4423126878 (Bank Courant en Bank van Leening



BAB I
Pendahuluan
                Sebelum datangnya bangsa barat ke nusantara, bangsa ini telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Saat itu bangsa ini mempunyai dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh pedagang yaiut antaranya jalur darat dan jalur laut. Pada masa perniagaan terdapat dua kerajaan utama, yaitu Majapahit dan Sriwijaya. Dan dalam perdagangan tersebut belum ada mata uang yang baku padasaat itu belum dijadikan nilai mata uang standar, walaupun sudah sebagian masyarakat yang mengenal mata uang dalam berbentuk sederhana.
Pada abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa merencana untuk memperluas wilayah perjalanannya ke berbagai belahan dunia, termauk Asia dan Nusantara. Sejak Konstantinopel jatuh ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453), penjelajahan tersebutdipelopori oleh Spayol dan Portugis setelah itu diikuti oleh Belanda,Inggris, dan Perancis. Penjelajahan tersebut telah mendorong mucnculnya paham merkantilisme di Eropa pada abad ke 16-17. Selanjutnya pada abad ke-18 revolusi industrI telah berlangsung di Eropa. Kegiatan industri tersebut telah berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia dan Amerika.pesatnya perdagangan di Eropa menimbulkan tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal lembaga perbankan modern, antaranya seperti Bank van Leening di Belanda. Kemudian bertahapnya perkembangan bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank Of England (1773), Riskband pada tahun (1809), Bank Of France (1800) dan akhirnya menjadi Bank Sentral.
Munculnya Malaka sebagai emporium perdagangan yang telah menarik perhatian bangsa Portugis yang akhirnya pada tahun 1511 berhasil menguasai Malaka. Mereka terus melanjutkan perjalanan kearah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku dan disana Portugis menghadapi bangsa Spayol yang datang melalui Filipina disusul oleh bangsa Belanda yang juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di wilayah Jawa dan Nusantara. Bangsa Belanda yang mengibarkan bendera VOC yaitu salah satu perusahaan atau comunis induk penghimpunan perusahaan-perusahaan dagang Belanda.
Bank Indonesia (De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Darmin Nasution menjabat posisi sebagai Gubernur BI menggantikan Boediono yang menjadi Wakil Presiden.
·        Sejarah Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiahdapat dicapai secara efektif dan efisien.Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga yang sangat vital dalam kehidupan perekonomian nasional karena kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh BI akan memiliki dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat. BI, yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1953, telah lebih dari setengah abad melayani kepentingan bangsa. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak mengenal BI, apalagi memahami kebijakan-kebijakan yang pernah diambilnya, sehingga seringkali terjadi salah persepsi masyarakat terhadap BI. Masyarakat sering memberikan penilaian negatif terhadap BI karena tidak cukup tersedianya data atau informasi yang lengkap dan akurat yang dapat diakses dan dipahami dengan mudah oleh masyarakat.
Usia setengah abad lebih ini akan semakin panjang lagi apabila diperhitungkan juga peran dari pendahulunya, yaitu De Javasche Bank (DJB) yang didirikan pada tahun 1828 atau 177 tahun yang lalu. Sementara itu, gedung BI Kota yang dulu dibangun dan digunakan oleh DJB, kemudian dilanjutkan pemakaiannya oleh BI dan saat ini praktis kosong tidak digunakan lagi, merupakan gedung yang mempunyai nilai sejarah tinggi yang terancam kerusakan apabila tidak dimanfaatkan dan dilestarikan. Pemerintah telah menetapkan bangunan tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Di samping itu, BI juga memiliki benda-benda dan dokumen-dokumen bersejarah yang perlu dirawat dan diolah untuk dapat memberikan informasi yang sangat berguna bagi masyarakat.
Dilandasi oleh keinginan untuk dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai peran BI dalam perjalanan sejarah bangsa, termasuk memberikan pemahaman tentang latar belakang serta dampak dari kebijakan-kebijakan BI yang diambil dari waktu ke waktu secara objektif, Dewan Gubernur BI telah memutuskan untuk membangun Museum Bank Indonesia dengan memanfaatkan gedung BI Kota yang perlu dilestarikan. Pelestarian gedung BI Kota tersebut sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang telah mencanangkan daerah Kota sebagai daerah pengembangan kota lama Jakarta. Bahkan, BI diharapkan menjadi pelopor dari pemugaran/revitalisasi gedung-gedung bersejarah di daerah Kota.

BAB II
ISI
Pada masa penjajahan Indonesia dan pada waktu itu perkembangan nilai uang mulai muncul semenjak belakunya perdagangan di jaman itu dan bangsa Belanda atau VOC telah berhasil menguasai Batavia pada tahun 1619. Salah satunya De Bank van Leening yang didirikan oleh VOC pada tahun 1746 dan berubah nama menjadi De Bank Courant en Bank van Leening diresmikan pada tahun 1752. Bank van Leening yang pertama kali beroperasi di Nusantara pada akhir abad ke-18, VOC telah mengalami kemunduran dan kebangkrutan. Setelah bangkrutnya VOC di nusantara lalu diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Sesudah masa pemerintahan Herman William Daendels dan Janssen Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan bangsa Inggris. Pada tahun Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memerintahkan Hindia Timur, tetapi masa pemerintahan Raffles tidak bertahan lama setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat suatu kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali pada bangsa Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur berubah nama menjadi Hindia Belanda (Nederland Indie) dan dipimpin oleh Komisaris Jendral (1815-1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan Van der Capellen pada masa periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di Hindia Belanda dan hingga nanti Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang mempersiapkan didirikan De Javasche Bank pada tahun 1828.
Setelah De Bank Courant en Bank van Leening sudah berdiri dan kemudian De Javasche Bank didirikan, karena bangsa Belanda ingin mempunyai atau memperkembangkan nilai tukar uang yang ada di Nusantara. Pada berpuluh-puluh tahun beroperasi dan berkembang pesat berdasarkan suatu oktroi dari seorang yang menguasai Kerajaan Belanda pada jaman itu.Sehingga pada waktu itu di undanglah DJB Wet (De Javasche Bank Wet) pada tahun 1922, pada masa kependudukan Jepang telah dihentikannya DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu saja. Masa revolusi pun tiba, saat itu Hindia Belanda mengalami dualism kekuasaan antara Republik Indonesia dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA) perbankan di Nusantara pun terbagi menjadi dua yaitu, De Javasche Bank dan bank-bank Belanda di wilayah NICA, sedangkan Jajasan Poesat Bank Indonesia dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik Indonesia. Konfrensi Meja Bundar pun mengakhiri konflik Indonesia dengan Belanda pada tahun 1949 ditetapkanlah kemudian DJB (De Javasche Bank) sebagai Bank Sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS), Bank Sentral bertahan samapai status masa kembalinya RI dalam Negara kesatuan yang berikutnya sebagai bangsa dan negara kedaulatan,RI menasionalisasikan Bank Sentral. Maka pada saat itu DJB menjadi nama Bank Indonesia, Bank Sentral bagi Republik Indonesia pada sejak 1 juli 1953.
Gubernur Jendral Van Imhoff memutuskan pendirian Bataviasche Bank van Leening berdasarkan resolusi 20 agustus 1745.  Bank ininsulit berkembang karena pengurusnya tak paham perdagangan dan kegiatannya disaingi oleh penjabat VOC. Gubernur Jendral berikutnya, Mossel, mendirikan Bank Courant pada 1 september 1752 dan menggabungkannya dengan Bank van leening sehingga menjadi Bank Courant en Bank Van Leening. Cikal bakal perbankan nasional ini menerbitkan sertifikat deposito yang diminati orang.
Pada 1746-1809 bank ini berlokasi di Tijgersgracht timur, tepat di samping timur taman Fatahillah.
Sejarah Tentang Mata Uang
            Sedikit mebahas tentang sejarah mata uang yang di buat pertama kali oleh bangsa Belanda pada tahun sebelum kemerdekaan Indonesia, karena keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan yang ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali atau tidak diketahui beredarnya. Sementara pemerintahan Republik Indonesia belum mempunyai mata uang, mata uang yang masa itu berlaku pada pemerintahan Republik Indonesia pada tanggal 1 oktober 1945, yaitu antaranya mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
            Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional. Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional.
            Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.

Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah RI pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh pemerintah RI. Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.
BAB III
Penutup
            Berdirinya Bank van Courant en Bank van Leening, karena terjadinya peredaran dan perkembangan mata uang yang tidak baku, karena banyaknya pedagang yang masuk ke nusantara dan semakin banyaknya mata uang yang dibutuhkan. Maka bangsa Indonesia yang pertama kali mendirikan suatu pengembangan uang untuk membudahkan transaksi pada jaman tersebut. Pada tahun 1619 bank yang didirikan adalah De Bank van Leening yang menjadi awal mulanya Bank berkembang menjadi sekarang dan menmbuat nilai mata uang yang tidak baku menjadi baku.
            Tetapi banyak konflik semenjak terjadinya perubahan-perubahan Bank di nusantara pada tahun tersebut, dan banyak Negara yang turut ikut campur pada masa pergantian dan kepimpinan di Bank tersebut. Walaupun bangsa Belanda pernah gagal dan bangkrut dalam menjabat menjadi Bank van Courant en Ban van Leening di masa tersebut, tetapi tidak lama Hindia Timuar atau bangsa Inggris menjabat disana karena terjadi juga kekalahan yang di pemerintahkan oleh Sir Thomas Stamford Raffles tidak bisa mempertahankan kepemerintahan bangsa Inggris. Dan terjadi uatu perjanjian pada Negara lain yang membuat Bank van Courant en Bank van Leening kembali kepada bangsa Belanda dan berubah nama menjadi De Javasche Bank dan masih ada konflik yang terjadi ketika perubahan nama tersebut pada akhirnya sampai sekarang menjadi Bank Indonesia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia seutuhnya sampai saat ini.
Masih banyak sampai sekarang terjadi konflik dalam masalah bank yang terjadinya penurunan dan kerugian bagi bangsa Indonesia, karena terjadinya kekacauan,ketidak setabilan nilai mata uang dan keterlambatan mengetahui tentang bank yang nilai mata uangnya tidak baik. Dan banyak bank hamper bangkrut karena kegagalan sebuah kepemimpinan yang pada jaman sekarang.

·        Jadwal Museum Bank Indonesia :
Selasa-jumat : 08.00 - 15.30 WIB
Sabtu-minggu : 08.00 – 16.00 WIB
Note: Senin dan hari libur National ditutup. Gratis, tanpa dipunggut biaya
·      Alamat Museum Bank Indonesia :
Jl. Pintu Besar Utara No. 3
Jakarta Barat - Indonesia
Telp. 62-21-2600158
Fax.62-21-2601730
Email:
museum@bi.go.id
Sumber Internet:

Sumber dari Referensi buku:

Penerbit      :           PT. Pustaka LP3ES Indonesia, anggota IKAPI
Pengarang   :           Prof. M. Dawam Rahardjo, dkk
Judul buku  :           Bank Indonesia dalam kilasan Sejarah bangsa

Pengarang   :           Norbert Pieter Van Den Berg
Judul           :           De Bataviasche Bank Courant En Bank Van Leening 1746 –1794 (1870)

gambar yang saya ambil:

1.


 2.



 By: Reneleginov
Usaha Jasa Pariwisata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar