Sabtu, 12 Januari 2013


Ferdinan
UAS Sejarah Indonesia
4423125302
Selendang Lokcan

Sebuah batik sutra dramatis bahu-kain (selendang) dari Juana atau Rembang di pantai utara Jawa Timur, tangan-digambar dengan motif klasik batik sutra-burung yang dikenal sebagai lokcan-dan dicelup dalam warna biru nila top-dicelup dengan kemerahan-coklat kayu Tinggi, pada tanah gading. Lokcan ini memiliki 3 ekor panjang yang menyerupai sayap ganda, memberi mereka karakter mitos, dan berkaitan dengan phoenix Cina. Mereka dikelilingi oleh tumbuhan menjalar berkeliaran menghubungkan berbagai motif-anyelir (titik air mata berbentuk dengan kelopak runcing), markisa (lebih besar, motif membelah), berbentuk tapal kuda polong, 4-petalled bunga, daun, dan kupu-kupu. Bantalan bunga dan buah yang besar. Sebagian besar dari keindahan tekstil adalah panjang yang besar, ditekankan oleh irama 4 pasang lokcan ramping lebih bergantian dengan satu gemuk tunggal, dan aliran melengkung motif bawah kain. Dari catatan khusus adalah ekstensi runcing dari motif, disebut ren (duri), yang memberikan karakter, mencolok tajam untuk desain, dan melengkapi formulir gelap yang solid dan kurva dari motif. Tekstil selesai pada akhir masing-masing dengan lebar halus bergaris yang meniru poni, serta pinggiran terpasang yang sebenarnya.Batik Lasem Lok Can sangat familiar di komunitas pecinta batik nusantara. Batik Lasem Lok Can bernilai seni tinggi dan sarat dengan makna filosofis kehidupan. Wajar jika para kolektor batik selalu memburu Batik Lasem Lok Can.Batik Lasem Lok Can awalnya selalu dibuat berbahan sutera (bahasa Cina: Can = sutera). Warna motif dominan biru, khususnya biru muda (bahasa Cina: Lok = biru), dan warna latar belakang putih atau krem.Namun kini, banyak dijumpai Batik Lasem Lok Can berbahan katun primis super halus dengan variasi warna yang semakin menarik dan terjangkau harganya.Ornamen utama motif Batik Lasem Lok Can sesungguhnya berupa stailisasi burung hong (phoenix). Meski adakalanya dimodifikasi dengan motif burung kecil, seperti wallet atau sriti, yang banyak terdapat di Lasem. Stailisasi The Phoenix selalu diharmonisasikan dengan motif flora dan bahkan fauna.Selain bernilai artstic estetis, Batik Lasem Lok Can memiliki makna sosial filosofis. Burung Phoenix (Hong) melambangkan kebajikan, prestasi, dan keabadian.Jadi, jika Anda menginginkan aura kebajikan dan prestasi selalu terpatri di dalam aura pribadi Anda, sering-seringlah berbusana Batik Lasem Lok Can. Pengaruh budaya China juga terdapat pada batik di pesisir utara Jawa Tengah hingga saat ini yang dikenal dengan nama Lok Can. lokcan merupakan burung yang dibawa oleh tentara Tartar. Setiap daerah di Indonesia memiliki motif yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain.
Orang-orang China mulai membuat batik pada awal abad ke-19. Jenis batik ini dibuat oleh orang-orang China atau peranakan yang menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos China, seperti naga, ragam hias yang berasal dari keramik China kuno serta ragam hias yang berbetuk mega dengan warna merah atau merah dan biru. Batik China juga mengandung ragam hias buketan, terutama batik China yang dipengaruhi pola Batik Belanda. Pola-pola batik China dimensional suatu efek yang diperoleh karena penggunaan perbedaan ketebalan dari satu warna dengan warna lain dan isian pola yang sangat rumit. Hal ini ditunjang oleh penggunaan zat warna sintetis jauh sebelum orang-orang Indo-Belanda menggunakannya.
Batik Lok Can awalnya dibuat dengan bahan sutera (bahasa Cina: Can = sutera). Warna motif batik Lok Can didominasi oleh warna biru, khususnya biru muda (bahasa Cina: Lok = biru), dan warna latar belakang putih atau krem. Namun kini, banyak dijumpai Batik Lok Can berbahan katun primis super halus dengan variasi warna yang semakin menarik dan terjangkau harganya.
Ornamen utama motif Batik Lasem Lok Can sesungguhnya berupa stylisasi burung hong (phoenix). Meski ada kalanya dimodifikasi dengan motif burung kecil, yakni wallet/sriti, yang banyak terdapat di Lasem. Modifikasi Motif Burung Phoenix selalu diharmonisasikan dengan motif flora dan bahkan fauna. BATIK gedog tidak bisa dilepaskan dari sejarah Tuban. Batik ini kali pertama dibawa langsung Laksamana Cheng Ho dari China (kini Tiongkok). Nuansa China dari batik ini sangat melekat. Itu terlihat dari gambar burung Hong yang menjadi kekhasan batik tersebut.
Setelah masuk Tuban, batik ini diadopsi Ki Jontro, pengikut Ronggolawe. Saat Ronggolawe memberontak Majapahit, dia dan pengikutnya bersembunyi di hutan. Dalam persembunyian itulah, Jontro yang kemudian namanya dipakai nama alat tenun tradisional membuat pakaian untuk pasukannya. Semula, pakaian dari kain tenun tersebut bermotif garis-garis sesuai alur benang. Namun, setelah terpengaruh batik Lokcan dari Laksamana Cheng Ho, kain tenunnya dibatik seperti batik tersebut. Nama gedog kemudian diambil dari bunyi proses penenunan yang berbunyi gedog.
Di zaman Sunan Bonang, batik ini juga dipakai oleh pengikutnya. Kini, sebagian batik peninggalan pengikut Sunan Bonang itu disimpan di museum Kambang Putih.
Saat ini perkembangan batik gedog cukup pesat. Tak hanya Tuban, namun batik model ini juga diminati masyarakat luar Tuban. Dengan harga terjangkau, mereka bisa dengan mudah mendapatkan batik yang diproduksi di wiyalah Kecamatan Kerek ini.
Karena peminat cukup tinggi, akhirnya masyarakat Bumi Ronggolawe pun mencoba menjual batik gedog ini di kompleks makam Sunan Bonang untuk dijajakan pada para peziarah makam salah satu wali songo ini.Batik Lasem Lok Can awalnya selalu dibuat berbahan sutera (bahasa Cina: Can = sutera). Warna motif dominan biru, khususnya biru muda (bahasa Cina: Lok = biru), dan warna latar belakang putih atau krem.
Namun kini, banyak dijumpai Batik Lasem Lok Can berbahan katun primis super halus dengan variasi warna yang semakin menarik dan terjangkau harganya.
Ornamen utama motif Batik Lasem Lok Can sesungguhnya berupa stailisasi burung hong (phoenix). Meski adakalanya dimodifikasi dengan motif burung kecil, seperti wallet atau sriti, yang banyak terdapat di Lasem. 

Sumber:






Tidak ada komentar:

Posting Komentar